The Marketing of Region
Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz
SEKARANG saatnya bagi para kepala daerah menggunakan nalar manajemennya yang efektif untuk mem-branding keunggulan daerahnya dan kemudian mem-postingnya dalam sistem komunikasi yang efektif. Tujuannya adalah untuk “mengkomersialisasi” dan sekaligus “mengkapitalisasi” aset tangible dan intengible milik daerah agar masyarakatnya benar-benar secara inklusif dapat ikut berproses dan ikut menikmati hasilnya.
Kita posisikan saja daerah (propinsi/kabupaten/kota) seperti layaknya sebagai entitas bisnis atau lebih spesifik sebagai layaknya perusahaan yang sedang beroperasi untuk memproduksi barang/jasa dengan orientasi profit atau kita sebut menciptakan nilai tambah.
Semua gubernur/bupati/walikota sudah waktunya mengubah mindsetnya dari sekedar bertindak sebagai kepala daerah, pada saat yang sama harus dapat memerankan dirinya sebagai CEO untuk memajukan daerahnya menuju perkembangan atau merevitalisasi ekonominya untuk kesejahteraan bersama.
Core bisnis-nya adalah pelayanan (services) serta memproduksi dan memasarkan public good yang berkualitas internasional dan berdaya saing. Dengan menggunakan pendekatan manajemen pemasaran strategis, para CEO bisa memulai aktifitasnya dengan membuat perencanaan strategis untuk mengkomersialisasi dan mengkapitalisasi produk/jasa yang ditawarkan kepada masyarakat dimana saja, termasuk masyarakat internasional.
Kalau para CEO mau belajar dari Singapura sebagai negara kota, maka nilai tambah atau profitabilitasnya pasti akan diraih oleh daerah yang mau melakukannya. Kota saat ini sudah menjadi “komoditas”. Oleh sebab itu, nilai tambah kota atau wilayah harus dibangun.
Perencanaan strategis kota atau wilayah dikembangkan untuk menciptakan nilai tambah dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan. Kesadaran ini harus tumbuh dari kalangan para CEO di daerah. Dan rasanya tanpa dilakukan dengan mengubah maindset, sulit akan bisa “mengkomersialisasi” dan “mengkapitalisasi” nilai pasar dari sebuah kota/wilayah.
Saat ini kita banyak disuguhi tag line tentang kota seperti Bandung “Berhiber”. Tapi pada kenyataannya masyarakat pengunjung kota Bandung mendapatkan pelayanan yang sebaliknya. Yogya “never ending“, masyarakat awam bertanya apanya yang never ending. Pendek kata banyak tagline dibuat sebagai branding, tetapi gagal dikelola dengan baik, sehingga kesan yang didapat sebaliknya.
Semangat dan realita berbeda seratus delapan puluh derajat. Komitmen para CEO-nya hanya diucapan tetapi tidak mewujudnyata pada tindakan. Pendekatan pembangunan kota atau wilayah dilakukan dengan pendekatan kekuasaan ketimbang lebih mengutamakan kepentingan aspek keterhubungan/interkoneksitas.
Contoh CEO propinsi Banten tidak berhasil mengkapitalisasi nilai tambah wilayahnya karena CEO-nya hanya sibuk membangun dinasti demi kekuasaan. Pembangunan hanya menjadi jargon politik dan pelibatan masyarakat hanya sebatas untuk memberikan dukungan politik kekuasaan, bukan dimobilisasi menjadi partner membangun daerahnya. Kita bisa bayangkan kalau lanskap kota atau wilayah tertata dengan baik (tidak perlu persis seperti Singapura atau Putra Jaya di Malaysia) di seluruh propinsi/kabupaten/kota, maka Indonesia sebagai zamrud khatulistiwa akan nampak anggun, indah dan menarik dilihat dari sudut pandang manapun.
Yang menarik itu pasti indah dan anggun. Yang tidak indah dan tidak anggun pasti tidak menarik. Ketika hal yang terakhir menampakkan diri kepermukaan, maka karut marutlah yang bisa dinikmati masyarakat. Bangunlah kota atau wilayah yang high quality performance. Jadikanlah kota atau wilayah sebagai pusat gravitasi untuk membuat seluruh warga dan tamu yang datang merasa nyaman, aman dan menentramkan, serta dapat mengais rezki halal dengan mudah karena aktivitas ekonominya bergerak dinamis.
Ke depan, memasarkan sebuah kota atau wilayah yang memiliki keunggulan dalam kerangka arsitektur ekonomi, kemanusiaan dan lingkungan telah menjadi sebuah keniscayaan dan telah menjadi kebutuhan. Demand-nya amat tinggi tapi di sisi pasokannya masih banyak masalah yang harus diselesaikan para kepala daerah atau para CEO daerah dalam rangka menjalankan progam “the marketing of region“. ***