Senyum dan Kejujuran

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

SEBENTAR lagi akan terjadi suksesi kepemimpinan nasional dari Presiden SBY kepada penggantinya. Rakyat berharap pengganti SBY harus lebih hebat dari beliau yang mampu memimpin negeri ini ke arah yang lebih baik. Harapan ini sederhana saja untuk disampaikan kepada para kandidat yang telah mempersiapkan diri untuk menggantikan SBY.

Syarat yang seperti itu sudah cukup tanpa harus mencari syarat-syarat lain yang lebih bersifat teknis. Kita tidak melakukan audisi ini untuk mencari seorang manajer, tetapi mencari sosok pemimpin. Kalau syaratnya terlalu banyak dan bersifat teknis, maka kita hanya akan mendapatkan seorang manajer, bukan pemimpin.

Kita sedang mencari seorang pemimpin, tetapi sayangnya hanya segelintir orang yang kita bisa harapkan untuk menjadikan seseorang dapat dipercaya menjadi pemimpin kita semua. Soekarno dan Bung Hatta adalah pemimpin. Pak Harto adalah pemimpin. Begitu pula Pak Habibie, Gus Dur, Ibu Megawati dan Pak SBY, semuanya pemimpin yang kita percaya.

Dengan gaya kepemimpinan masing-masing tentu banyak hal yang sudah dikerjakan untuk kepentingan bangsa dan negara. Ada kelebihan dan ada kekurangan. Kodratnya memang seperti itu, dan kita tidak akan pernah mendapatkan seorang pemimpin yang secara kodrati sepenuhnya atau seratus persen baik dan selalu mempunyai kelebihan dibandingkan dengan yang lain.

Atau kita menghendaki mendapatkan pemimpin pengganti yang tidak mempunyai kelemahan sama sekali. Sulit rasanya mendapatkan manusia yang seperti itu. Oleh karena itu, kita tidak perlu nervous dalam menyikapi proses suksesi kepemimpinan nasional pada tahun ini. Dan tidak perlu memaksakan kehendak untuk mencari pengganti yang paling ideal.

Percayalah, kita tidak akan menemukannya. Tetapi, mari kita usahakan bersama untuk mendapatkan seorang pemimpin yang bisa memenuhi dua syarat, yakni mengabdi untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara, serta jujur. Ini yang akan bisa membawa negeri ini dapat menjadi lebih baik.

Biarkan saja para kandidat berdebat dan bersaing untuk mendapatkan singgasana menjadi presiden. Dan harapannya, kita akan mendapatkan sosok pemimpin yang mampu senyum dan yang keluar adalah pengorbanan dan kejujuran. Jika sosok pemimpin yang akhirnya terpilih seperti itu, maka percayalah, akan banyak perubahan yang terjadi di negeri ini dalam bidang apa pun.

Senyum yang keluar adalah pengorbanan dan kejujuran. Inilah kepribadian sejati dari yang bersangkutan. Bukan imitasi dan bukan pula hanya kemasan. Atau bukan pula hasil dari sebuah skenario yang bersifat manipulatif atau hanya settingan. Kita sekarang memang harus menunggu dengan harap-harap cemas.

Tapi, semoga saja kita dapat memilih yang tidak dari hasil settingan. Mari kita pilih jangan lihat parpolnya, tapi lihat orangnya dan kepribadiannya. Indikasinya akan mudah kita kenali dari sekarang untuk mendapatkan yang terbaik dari yang “terjelek” asal kita merelakan tidak mau diikat oleh parpol.

Jika kepribadian dan senyumnya yang keluar adalah pengorbanan dan kejujuran, maka kebangkitan Indonesia selama 5 tahun pertama akan terjadi. Namun, jika sebaliknya, maka kebangkrutan yang menimpa negara kita. Kenapa Indonesia bisa bangkrut kalau dipimpin oleh pemimpin negara yang senyumnya keluar bukan pengorbanan untuk mengabdi bagi kepentingan rakyatnya dan bukan berusaha menjadi orang yang jujur?

Pertama, dia pasti hanya akan bekerja dengan kroninya membangun “dinasti” dan abai terhadap kepentingan rakyatnya. Kedua, kalau sebagian besar waktunya lebih banyak dimanfaatkan bertemu dengan pihak asing, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, maka patut diduga sang pemimpin sedang sibuk membangun jaringan kerja yang bisa menjeratnya masuk dalam sirkulasi sistem casino capitalism global, dan pada akhirnya akan terjebak hanya sebagai objek perburuan rente, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Ketiga, sistem demokrasi dan desentralisasi yang dengan susah payah dibangun hanya melahirkan tirani baru, karena para pemimpin yang terpilih tidak banyak memberikan kesempatan yang luas kepada rakyatnya untuk secara inklusif terlibat langsung sebagai para aktor pembangunan yang aktif, karena sistem pendidikannya berhasil mengangkat martabatnya. Demokrasi yang lahir adalah demokrasi yang lemah dan korup.

Demokrasi liberal menguat dan partai-partai politik tumbuh bermunculan. Ekonomi yang sempat mengalami booming, sebelum krisis tahun 1998, tetapi sesudah itu menjadi tertatih-tatih untuk bisa bangkit, dan malah berbagai masalah bermunculan, baik di bidang politik, hukum, ekonomi maupun sosial.

Keempat, jika kondisi kehidupan bangsa ini tidak banyak mengalami perubahan yang berarti, maka masyarakat bisa kelelahan dan lama-lama bosan melihat negerinya hanya dipakai untuk bermain-main dan uji nyali. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS