Politik, Kekuasaan dan Hukum

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

INDONESIA adalah negara demokratis dan menempatkan kedaulatan di tangan rakyat serta menempatkan hukum sebagai panglima, karena Indonesia juga negara hukum. Konstitusi yang berbicara seperti itu. Opini ini menyatakan politik, kekuasaan dan hukum dalam praktiknya menjadi “manunggal”. Menjadi manunggal karena proses pembuatan UU adalah sebuah proses politik yang dibuat bersama antara pemerintah dan DPR.

Tidak salah kalau kemudian banyak kalangan menilai bahwa UU tertentu, seperti yang sekarang ramai dibicarakan yaitu RUU keormasan, dianggap ada kepentingan penguasa yang tersembunyi di balik itu, dan atau kepentingan politik pada umumnya. Karena berpolitik dianggap alat kekuasaan, maka bisa dianggap wajar jika setiap produk hukum yang berupa UU dianggap selalu ada kepentingan tertentu yang menguntungkan penguasa dan para politikus.

Lebih jauh bisa dikatakan bahwa akibatnya posisi hukum tidak bisa bersifat netral, meskipun dalam praktik penyelenggaraan negara, secara institusional kedudukan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif terpisah. Namun, jika berpolitik itu dimaknai sebagai sedang berbangsa dan bernegara, serta sedang berkonstitusi, maka sejatinya semua produk hukum yang dibuat di negeri ini harus mencerminkan kehendak rakyat dalam arti luas untuk menuntut rasa keadilan dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti yang sebenarnya, karena rakyat adalah pemilik kedaulatan yang sah di negeri ini, yang dijamin oleh konstitusi.

Mekanisme ketatanegaraannya barangkali sudah benar dan tepat, tetapi proses politiknya yang rada tidak benar, karena proses politik yang berjalan selama ini cenderung digunakan sebagai alat penguasa agar kekuasaan yang dimilikinya tidak mudah diganggu-gugat oleh rakyat. Jangan heran kalau dalam proses hukum sering muncul istilah tebang pilih, peradilan sesat, dan sebagainya.

Ada kemajuan yang cukup berarti bahwa dalam proses ketatanegaraan di negeri ini, sekarang memilki lembaga Mahkamah Kosntitusi (MK), yang secara awam rakyat tahu bahwa lembaga tersebut adalah tempat di mana siapa saja dapat mengajukan yudicial review atas segala macam peraturan perundangan yang dapat dibatalkan sebagian atau seluruhnya karena dinilai bertentangan dengan konstitusi.

Sistem Ketatanegaraan

Suka tidak suka, rakyat yang hidup di negara yang berlandaskan hukum harus bersifat aktif memelajari seluruh ketentuan hukum di negeri ini yang masih berlaku jika dipandang tidak tepat atau tidak benar atau merugikan kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Para pelajar, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya sudah waktunya harus “masuk” “ke dalam sistem ketatanegaraan” yang dianut di negeri ini dengan cara melakukan gugatan ke MK.

Kecerdasan intelektual yang dimilkinya sebaiknya didayagunakan secara maksimal untuk kepentingan yang seperti itu sekalgus sebagai laboratorium pembelajaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hasilnya pasti akan lebih baik jika dibandingkan dengan melakukan tekanan lewat demo meskipun tetap dapat dilaksanakan.

Isu perubahan secara esensial akan lebih bermakna kalau disalurkan melalui proses uji materi paraturan perundangan ke MK, karena tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam negara hukum mekanismenya sudah ditetapkan. Banyak sekali produk legislasi yang layak untuk dilakukan yudicial review dan rakyat sebaiknya ikut menggunakan haknya, baik secara pribadi atau berkelompok. Jika kita berhasil melakukannya pasti kondisi kehidupan politik, kekuasaan, dan hukum di Indonesia akan menjadi lebih baik.

Rakyat jangan terlalu berharap kepada DPR kalau secara sukarela mau mengubah UU yang notabene mereka yang ikut membuatnya. Kalaupun mereka akan melakukannya, maka yang akan menjadi pertimbangan utamanya adalah kepentingan politiknya akan terganggu atau tidak, atau apakah kekuasaan yang dimilikinya akan berkurang atau tidak.

Karena seperti itu perilaku politiknya, maka rakyat harus berdaya dan secara aktif melakukan gugatan ke MK. Atau ada baiknya para cendekiawan secara kolektif mengambil inisiasi membuat RUU di bidang tertentu dan drafnya diajukan kepada DPR sebagai wakil rakyat untuk membahasnya bersama pemerintah. Para inisiatornya ikut mengawal prosesnya sampai RUU dimaksud diundangkan.

Inilah terobosan yang dapat dilakukan oleh rakyat. Proses ini rasanya konstitusional dan lebih memberikan ruang pendidikan politik yang lebih baik dan menyehatkan bagi kepentingan bangsa dan negara yang luas. Politik, kekuasaan, dan hukum pada dasarnya tetap “manunggal”.

Tetapi, dengan hadirnya rakyat secara langsung dalam prosesnya, kemanunggalan antara politik, kekuasaan, dan hukum di negeri ini menjadi lebih menyehatkan. Inilah catatan opini yang bertujuan sekadar memberikan alternatif untuk membangun budaya politik dan hukum di negara yang lebih kosntitusional. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS