Pernyataan Kapolri, Pernyataan Bodoh dan Membodohi Publik
Oleh: Petrus Selestinus
PERNYATAAN Kapolri Jend Pol. Listyo Sigit Pramono, pada 27/5/2024 saat menghadiri penutupan pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-30, 61 dan Dikreg ke-66 di Lembang Jawa Barat, bahwa tidak ada masalah antara Polri dengan Kejaksaan Agung usai beredarnya isu Densus 88 buntuti Jampidsus Kejagung, sebagai tidak ada masalah.
Pernyataan Kapolri ini sebagai tidak jujur, arogan dan cenderung meremehkan masalah, di mana seorang Jampidsus dibuntuti dan dikuntit terus oleh beberapa Anggota Polri termasuk seorang Anggota Polri berinisial IM berpangkat Bripda, Anggota Densus 88, sehingga kemanapun Jampidsus pergi harus dikawal oleh pengawal dari TNI, tetapi anehnya Kapolri bilang tidak ada masalah.
Pernyataan Kapolri ini pernyataan bodoh atau sengaja membodohi publik, karena berita tentang Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah dikuntit dan dibuntuti oleh beberapa anggota Polri dari satuan Densus 88, kebenarannya tidak dibantah dan terbantahkan. Bahkan sangat mempermalukan Kejaksaan di mata publik, tapi aneh Kapolri bilang tidak ada masalah.
Karena itu Presiden Jokowi harus berikan klarifikasi terhadap Berita Jampidsus dikuntit anggota Densus 88, sudah viral di jagad maya, karena pembuntutan dan penguntitan ini merupakan potret terburuk tentang “anomali dalam penegakan hukum kita” pada dua instansi yang berada langsung di bawah Presiden Jokowi.
Bagaimana bisa dua institusi negara Penegak Hukum, anggotanya berseteru untuk sesuatu yang beraroma korupsi, lalu anak buah diperintah untuk menguntit pimpinan Kejaksaan guna mengintervensi apa yang sedang dilakukan Jampidsus.
Peristiwa ini sangat memalukan dan memilukan, karena 6 orang oknum Polisi ada yang anggota Densus 88, satu di antaranya berinisial IM, berpangkat Bripda itu kemudian ditangkap dan terungkap bahwa penguntitan itu adalah bagian dari misi mereka untuk “sikat Jampidsus”.
Kata “sikat Jampidsus” ini adalah narasi yang sering digunakan atau menjadi bahasa sehari-harinya preman atau kelompok geng mafia yang hanya berlaku antar preman atau antar geng mafia. Karena itu sebagai anggota Polri mereka seharusnya menyadari bahwa Polisi dalam bertugas harus kedepankan profesionalisme, bersikap presisi dan bukan premanisme.
Kolaborasi Penjahat dan Pejabat
Anggota Polri dari Densus 88 itu seharusnya tahu bahwa Kejaksaan adalah Lembaga Pemerintahan yang dalam tugas sehari-harinya melaksanakan kekuasaan negara di bidang penegakan hukum dan mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Oleh karena itu, peristiwa di mana anggota Polri (Densus 88) ada yang menguntit Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, apapun alasan dan kepentingannya, hal itu sangat memalukan dan mencoreng Wajah Kejaksaan, wajah Hukum, Institusi Hukum dan Penegakan Hukum yang saat ini sedang berada di titik nadir.
Apa yang dilakukan anggota Polri Densus 88 terhadap Jampidsus, merupakan pola yang hanya berlaku dalam dunia preman atau mafia, sehingga kita perlu pertanyakan apakah hukum kita sudah tumpul sehingga Polri mengadopsi gaya preman dan mafia dan diterapkan dalam pelaksanaan tugas Polri.
Negara Sudah Serupa Mafia
Apa yang dilakukan oleh Anggota Polri, apapun kesatuan atau bidang tugasnya, dia adalah anggota Polri yang bertindak hanya atas dasar UU dan hanya atas dasar perintah atasannya yang juga harus berdasarkan UU pula.
Sedangkan tindakan penguntitan terhadap Jampidsus sekalipun oleh seorang anggota Polri (Densus 88), apapun alasannya, hal itu tidak dibenarkan karena, tugas pengintaian dan/atau penguntitan hanya dapat dilakukan oleh Anggota Polri terhadap siapapun berdasarkan KUHAP dan perintah atasan.
Dengan demikian tindakan Anggota Polri, Cq. Densus 88 bukan saja melanggar hukum dan melanggar Etika akan tetapi juga sudah mengarah kepada tindakan mengganggu harmonisasi antar Lembaga Negara dan antar Pejabat Negara. Ini sudah mirip seperti negri mafia yang bekerja atas dasar hukum mafia.
Apa yang terjadi dengan Polri dan Kejaksaan mengingatkan kita pada konstatasi Prof. Mahfud MD pada 8/5/2024, ketika kuliah umum di Fakultas Hukum UII Yogyakarta, tentang bahaya dari “Pemerintahan hasil Kolaborasi atau Konspirasi antara Penjahat (ekonomi) dan Pejabat korup bergabung untuk membuat satu keputusan politik, yang kalau dibiarkan, akan berbahaya, karena ketika keadaan sudah normal, maka dalam kerja sama antar dua penjahat ini akan saling mengkhianati dan menghacurkan dan rakyat lagi yang jadi korban”.
Kapolri Harus Mundur
Di era Listyo Sigit menjadi Kapolri, kepercayaan masyarakat kepada Polri merosot tajam, apa yang selama ini terjadi di dalam tubuh Polri selalu menghebohkan susul menyusul seperti mafia tanah, mafia tambang, mafia judi, mafia peradilan, human trafficking dll., kasus Sambo, kasus Vina dll. menunjukan negeri ini seolah-olah tanpa Polisi dan tanpa hukum.
Dalam situasi yang menegangkan di sekitar gedung Kejagung oleh karena pengerahan Anggota Polri dengan kendaraan bersirene dan sebuah drone memutar-mutar di sekitar gedung bundar, menunjukan bahwa Polri masih meningkatkan intensitas penguntitan terhadap Jampidsus sejak di Ciputat, sehingga publik bertanya untuk kepentingan siapa Mabes Polri bermanuver sehinga Jampidsus merasa diintimidasi.
Peristiwa ini kemudian muncul tafsir macam-macam, ada yang menafsir dan membuat gosip seakan-akan ada Jenderal Bintang 4 Purn. berinisial nama B, sehingga orang lalu mengaitkan apakah B dimaksud adalah Bambang Hendarso atau Budi Gunawan atau Badrodin Haiti jadi backing Mafia Timah, semuanya ini terjadi karena Kapolri lamban mengklarifikasi dan mendiamkan.
Oleh karena itu Kapolri Jend. Listyo Sigit sebaiknya mundur dari jabatan Kapolri atau Presiden pecat Kapolri, karena Jend. Listyo Sigit Prabowo sendiri tidak profesional memimpin Polri, bahkan telah gagal membangun anggota Polri yang profesional.
Kapolri sama sekali tidak mempertanggungjawabkan insiden penguntitan, dan hanya mau menyelesaikan dengan cara gandeng tangan di tangga istana negara lewat Menko Polhukam, tanpa ada narasi penyesalan dan permintaan maaf kepada masyarakat.
Hingga sekarang tidak ada penjelasan resmi apakah terhadap oknum penguntit dan yang memerintahkan penguntitan sudah ditindak atau belum, tapi kemudian muncul pernyataan Kapolri bahwa persoalan ini tidak ada apa-apa. Ini bahaya kalau soal etika, pelanggaran hukum dan moral di kalangan atas tapi ditutupi dan dinyatakan sebagai tidak apa-apa. (penulis adalah Advokat dan Koordinator TPDI)