Menyang Donya Mung Mampir Ngombe

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

JUDUL ini adalah ungkapan Jawa, yang kalau dalam bahasa Indonesia maknanya adalah bahwa “hidup di dunia sekedar singgah minum sementara saja”. Hidup yang kekal adalah di akhirat kelak.

Dalam konteks kehidupan yang universal bisa difahami bahwa hidup di dunia ini sangat dibatasi oleh ruang dan waktu. Namun di “ruang” seperti apa manusia bisa hidup tergantung dari proses jalan hidup yang dilewatinya. Dari dimensi waktunya-pun tidak tak terbatas (alias terbatas). Jika manusia yakin dan percaya dengan sepenuh hati bahwa yang kekal itu adalah hidup di alam akhirat dan yang tidak kekal serta tidak tak terbatas itu adalah hidup di dunia, maka secara logika umum, manusia di dunia harus berinvestasi dan menabung kebajikan/kebaikan (selalu berlomba-lomba menabur kebaikan di sepanjang waktu yang terbatas itu), karena spiritnya memang hanya Mung Mampir Ngombe.

Jadi kalau anda masih merasa menjadi orang Jawa tulen, serta pola pikir dan pola tindaknya berpegang teguh pada falsafah atau pandangan hidup Menyang donyo mung mampir ngombe dengan kokoh dan kuat, maka seharusnya siapapun dia wajib menabur kebajikan. Apakah sebagai pribadi, atau sebagai pemimpin di “ruang” manapaun menapaki karirnya.

Di facebook maupun di twitter banyak sekali yang posting dengan kalimat-kalimat yang bermakna filosofis dan sebagai follower, apa yang sempat dibaca banyak ajakan yang bersifat positif dan baik. Trendnya juga positif dan baik, yang berarti secara sadar atau tidak, manusia Indonesia pada umumnya percaya bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan karena itu harus selalu nabung kebaikan sebanyak-banyaknya.

Sayangnya, dalam tataran praktis, manusia banyak mengalami kontaminasi dan distorsi yang parah sepanjang perjalanan hidupnya. Antara kata dan perbuatan sangat berbeda. Mengajak melalui pesan “Katakan Tidak Pada Korupsi”, ternyata korupsinya terjadi dimana-mana dan berdarah-darah.

Ketika harga diri dan reputasinya terusik, sekuat tenaga bahkan ibaratnya berapapun akan dibayarnya untuk melakukan pembelaan bahwa dirinya tidak korupsi atau ikut menikmati harta haram dari korupsi. Sebagai orang Jawa mungkin lagi lupa atau sengaja memplesetkan falsafah Menyang donyo mung mampir ngombe, dibalik menjadi Mumpung urip nang donyo, ngombeo sing akeh (mumpung hidup di dunia minumlah yang sebanyak-banyaknya).

Pemimpin yang korup, para elit politik yang korup, mereka adalah para penganut pandangan hidup yang diplesetkan tersebut. Perilakunya maruk, aji mumpung, rumongso biso, sehingga secara total, pandangan hidup yang baik dan positif tadi dilanggarnya. Termasuk pandangan hidup Ojo Dumeh ketika siapapun berada pada tampuk kekuasaan ditabraknya habis.

Menyang donyo mung mampir ngombe hanya menjadi sebuah legenda. Di zaman edan ini, sebagian elit politik bangsa ini rupa-rupanya terperangkap dalam jebakan “kenikmatan nafsu setan” yang luar biasa, yang digerakkan oleh semangat aji mumpung. Kekuasaan pasti akan berakhir karena kekuasaan manusia di dunia ini tidak tak terbatas dan dibatasi oleh ruang dan waktu.

Kekuasaan itu hanya mutlak dan kekal menjadi miliknya Tuhan. Monggo, ampun dipun dadosaken penggalih, kalau melalui opini ini mengingatkan kepada segenap elit bangsa melaksanakan pandangan hidup Jawa tadi, yakni Menyang donyo mung mampir ngombe. Ojo maruk dan hanya bisa mengobral sahwat untuk berkuasa, kemudian korupsi.

Pesan ini lebih khusus disampaikan kepada yang mengaku dirinya sebagai tiyang Jawi asli sing njawani. Matur nuwun, lan sepindah malih ojo dumeh, agar para elit bangsa di negeri ini menjadi manusia utama (manungso utomo).

Tidak menyukai sikap hidup yang ngedir-ngedirke (membangga-banggakan keterunanan/dinasti dan kekayaan) ketika menjadi penguasa. Jadilah elit bangsa yang bersikap narimo ing pandum (menerima dengan sumeleh terhadap pemberian Tuhan). Karya-karya besar yang dihasilkan harus bisa bermanfaat bagi rakyatnya. Bangsa ini hanya butuh pemimpin yang berbudi luhur, mawas diri, dan satrio prinadhito (tidak tergiur semat, derajad, kramat dan hormat) dan sepi ing pamrih, rukun. ***

CATEGORIES
TAGS