Menunggu Keberanian KPK

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

SEBENARNYA bukanlah suatu keistimewaan atau kemajuan jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan menetapkan menteri aktif sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Pasalnya, semua warganegara sama di mata hukum, dan tidak ada beda. Artinya, jika seseorang itu terbukti melakukan tindak pidana, ya harus dijerat oleh jeratan hukum.

Jadi tidaklah perlu diheboh-hebohkan jika KPK mengeluarkan pernyataan yang utopis. Yang penting adalah, KPK harus bekerja sesuai fakta persidangan dan jangan melakukan pekerjaan sesuai pesanan atau kemauan politik dari seseorang atau sekelompok yang sedang berkuasa. KPK lakukanlah tugas muliamu secara jujur dan jangan berkelok-kelok.

Jangankan menteri, siapa-pun di muka bumi ini, khususnya di bumi persada NKRI yang menurut hemat KPK terbukti melakukan kesalahan atau berbuat tindak pidana korupsi, tangkap, seret, tahan dan adili secara hukum yang jujur dan kalau tidak terbukti melakukan korupsi, lepaskan.

Pandanglah sama semua warganegara itu, dari yang terkecil sampai tertinggi, sebutlah dari rakyat jelata hingga presiden, berlakukanlah sama di hadapan hukum. Jangan pandang bulu, tapi samakan saja sesuai dengan slogan hukum kita. Lalu siapa yang bakal menyandang status tersangka itu, sebut saja.

Sebenarnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tidak perlu mengisyaratkan akan menetapkan menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II yang masih aktif. Tangkap saja langsung. Jadi endak perlu memberi sinyal lebih dulu. Pasalnya, terkesan KPK mau melakukan tawar menawar atau menakut-nakuti. Sekali lagi, kalau sudah memiliki bukti, jerat langsung.

Bagi rakyat, dalam kaitan penegakan hukum khususnya dalam kasus korupsi, tidak perlu sinyal atau syarat. Masyarakat membutuhkan tindakan konkret. Rakyat tidak butuh pencitraan tapi butuh fakta, aktion.

Sinyal yang dilontarkan Bambang Widjojanto itu bisa diartikan orang awam seperti uji coba ke semua pihak. Kalau KPK mau menjadikan seseorang menteri jadi tersangka, kira-kira ada yang protes endak sih. Kalau ada suara yang bernada protes, apalagi protes itu datang dari penguasa yah rencana menajdikan menteriitu tersangka dibatalkan. tapi kalau semua setuju, segera tetapkan jadi tersangka.

Kalau itu yang terjadi, itu artinya, hukum kita dikendalikan oleh kelompok-kelompok tertentu dan hukum itu tidak ada wibawanya lagi karena kendalinya bukan lagi di tangan penegak hukum tapi di tangan penguasa.

Sebenarnya secara kasat mata, apa susahnya sih menjerat para petinggi negeri yang sudah memiliki bukti awal melakukan tindak pidana korupsi. Tidak ada kan….? Maka itu segeralah bertindak demi penegakan hukum.

Selama ini memang KPK baru bisa menjerat pensiunan menteri dalam perkara korupsi. Seperti mantan Menteri Agama Said Aqil al-Munawar, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, mantan Menteri/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, dan mantan Mendagri Hari Sabarno.

Kendati demikian, bukan berarti KPK tidak memeriksa menteri yang masih aktif menjabat. Dalam kenyataannya, KPK telah memeriksa Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dalam kasus wisma atlet dan Hambalang, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar dalam kasus suap dana DPPID, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam kasus Pekan Olahraga Nasional (PON). Selain itu, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar juga diperiksa KPK.

Namun dalam kenyataannya, hingga saat ini, para menteri masih belum berubah statusnya sebagai saksi. Padahal, kasus yang terkait dengan nama-nama menteri itu, sebagian telah berakhir masa persidangannya. Seperti kasus wisma atlet serta kasus suap dana PPID di Kemnakertrans.

Dalam fakta persidangan, nama-nama menteri tersebut sempat disebut-sebut oleh saksi maupun para terdakwa. Peran para menteri tersebut, sebagaimana fakta persidangan, cukup beragam. Hingga saat ini, para menteri telah menjadi saksi baik di KPK maupun di Pengadilan Tipikor. Rencana KPK yang memberi sinyal akan menetapkan menteri aktif dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB II) perlu diuji keberaniannya.

Yang terbaru, menetapkan Siti Hartati Murdaya sebagai tersangka dalam kasus suap Bupati Buol terkait izin Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit. Hartati merupakan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, ia juga dikenal dekat dengan keluarga Cikeas. Publik menunggu kejutan berikutnya dari lembaga antikorupsi itu. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS