Melangkahlah yang Pasti

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

INDONESIA sebagai bagian dari komunitas regional dan global yang juga sudah ikut mengamini open market policy, maka pilihan tindakan yang patut untuk dilakukan adalah melangkah dengan pasti, tanpa keraguan sedikit pun.

Pandangan ini diperlukan, karena Indonesia harus bisa terus survive dan harus bisa memanfaatkan semua peluang dan kesempatan, baik di dalam maupun luar negeri. Semua kebijakan dan tindakan yang akan diambil oleh pemerintah harus terkonfirmasi bahwa arahnya sudah benar. Kualitas kebijakannya terukur dan kredibel, bahwa segala yang diputuskan akan menyelesaikan seluruh masalah fundamental yang dihadapi bangsa ini setahap demi setahap.

Momennya tepat waktu dan tepat sasaran agar tidak dibilang “muspro”.Tata kelolanya harus juga kredibel dalam arti seluruh instrumen yang dikuasai oleh pemerintah sebagai penyusun dan pemegang kendali kebijakan dapat berfungsi secara efektif untuk merespons dan sekaligus mengatasi berbagai isu masalah pembangunan di negeri ini.

Tanggal 23 Agustus 2013 pemerintah telah mengumumkan paket kebijakan ekonomi yang punya dua tujuan pokok,yakni menstabilkan nilai tukar rupiah dan memperbaiki neraca transaksi berjalan. Apa yang terjadi pada 23 Agustus 2013 baru tahap pengumuman.

Kita belum tahu bentuk-bentuk keputusan administratif dan teknisnya seperti apa, di empat wilayah utama dari kebijakan ekonomi yang diambil. Semua masih wait and see. Buktinya, sesudah paket kebijakan diumumkan, nilai tukar rupiah tetap melemah dan IHSG malah turun. Memang, krisis ini tidak menimpa Indonesia saja. Kondisi serupa juga dialami oleh negara lain di kawasan Asia.

Katanya, sekitar USD 1,5 triliun milik investor asing di negara berkembang terbang kabur dan kembali ke AS akibat The Fed mengumumkan akan mengurangi pembelian obligasi yang dimaksudkan untuk memberikan stimulus perekonomian AS pada Mei 2013.

Magnitude ekonomi AS tampaknya tetap tinggi dan cukup berwibawa. Buktinya, hanya dengan mengumumkan akan mengurangi pembelian obligasi saja telah mengakibatkan aktivitas pasar uang dan pasar modal di beberapa kawasan langsung ke sedot habis likuiditasnya.

Otoritas Moneter

Tanpa bermaksud apa-apa, akhirnya yang paling sibuk dibuatnya adalah otoritas moneter di negara-negara kawasan. Produk kebijakan yang bakal banyak keluar pasti dari lingkungan bank sentral masing-masing. Untuk Indonesia, dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Keputusan-keputusan yang lain masih harus diuji kesahihannya di tingkat implementasi, karena ini yang selalu muncul di lapangan.

Masalah pokok kita dibandingkan dengan negara lain di ASEAN secara diametral berbeda. Mereka jauh lebih efisien, sementara itu, ekonomi Indonesia sangat tidak efisien, high cost dan banyak distorsinya di dalam negeri. Proses pengambilan kebijakan penting di negeri ini cenderung lamban, baik di pusat maupun daerah. Responsibilitasnya selalu lambat seperti ada perasaan takut salah melangkah.

Apalagi terhadap kebijakan yang bersifat terobosan atau out of the box. Akibatnya, kebijakan itu begitu keluar hanya dinilai oleh sebagian kalangan kurang bisa direspons positif oleh pasar. Rasanya kita harus menyadari bahwa dengan situasi, Indonesia suka tidak suka harus melakukan reorientasi dalam kebijakan ekonomi untuk menghasilkan fundemental yang lebih nyata, tidak semu karena ketika menganut open market policy, para pengambil kebijakan ekonomi di negeri ini sok tahu, tapi lupa membangun sektor riil dan sektor jasanya secara efisien, sehingga hasilnya tidak berdaya saing, karena serba high cost. Neraca transaksi berjalannya pasti bermasalah.

Namun, apa pun kondisinya, Indonesia adalah milik kita. Karena itu, melangkahlah dengan pasti ke depan dan terus berbenah agar ekonomi Indonesia secara fundamental betul-betul kuat dalam arti yang sebenarnya. Ke depan kualitas kebijakan dan progam di bidang ekonomi harus makin kredibel. Dan ini hanya bisa dicapai bila pemerintahnya juga kredibel dan tata kelola pemerintahannya baik. ***

CATEGORIES

COMMENTS