Diduga, Dana Sosial Bantuan Sapi Dikorupsi

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

BOGOR, (TubasMedia.Com) – Kejaksaan Negeri Cibinong kini tengah mendalami dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial Sarjana Membangun Desa (SMD) dari Dirjen Peternakan dan Pertanian sebesar Rp 325 juta yang diduga dilakukan kelompok tani budidaya ternak Tumeka III di Desa Ciderum, Kecamatan Caringin , Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

“Kami menemukan fakta berdasarkan laporan kemajuan usaha kelompok tani Tumeka III yang dibuat Sarjana Membangun Desa berinisial DF dan ketua kelompok berinisial DS adalah Fiktif” kata Kajari Cibinong, Mia Amiati kepada TubasMedia.Com, pekan lalu.

Didampingi Kasi Intelijen Bayu Adhinugroho, Kajari menjelaskan bantuan yang bergulir pada tahun 2010 itu dia endus setelah ada laporan hasil evaluasi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Dugaan laporan keuangan fiktif itu diperkuat dengan ditemukan sejumlah fakta .

Tersangka DF dan DS pada 1 Maret 2011 bersepakat membagi dana bantuan untuk keperluan pribadi masing masing. Ini tidak sesuai dengan RUK (Rencana Kerja Kegiatan). Kajari mengungkapkan yang menikmati uang tersebut tidak hanya DF dan DS, sejumlah anggota kelompok tani Tumeka III di Desa Ciderum juga ikut menyicipi uang yang dibagi-bagi itu.

“Jadi uang bantuan itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya semua laporan fiktif, hanya satu yang dilakukan yaitu pembayaran honor kepada pengelola sebesar Rp 18 juta. Kami menemukan adanya tindak pidana korupsi sehingga kami menaikannya ketahap penyidikan” kata Mia.

Menurut Mia SMD dan kelompok Tani Tumeka III seharusnya membeli sejumlah ekor sapi dengan harga Rp 82 juta, sesuai RUK. Dana tersebut harus dibelikan sapi betina bunting dan sapi pejantan. Setelah di cek Dinas Peternakan dan Perikanan, mereka baru membeli sapi tetapi tidak sesuai dengan yang tertera di RUK.

Dalam menjalankan aksinya para Sarjana Membangun Desa dan kelompok tani Tumeka III tidak melibatkan pejabat daerah setempat. Dinas Peternakan dan Perikanan hanya memfasilitasi bantuan tersebut. Mereka murni menerima lansung bantuan dana dari pusat melalui proposal. “Kami menyayangkan seorang sarjana yang ditunjuk untuk membangun desa malah mengecewakan” katanya.

Tim penyelidik juga menemukan adanya mark up harga pembelian 19 ekor sapi senilai Rp 205 juta. Berdasarkan temuan tim penyelidik di lapangan, tambah Mia jumlah sapi hanya 17 ekor dengan alasan dua ekor sapi mati, tapi tidak didukung bukti kematian seperti hasil visum dari dokter hewan.

Disamping itu tersangka DF dan DS membuat kwitansi pembelian 9 ekor sapi senilai Rp 106 juta padahal faktanya biaya sebenarnya yang dikeluarkan hanya Rp 82 juta sehingga ada kelebihan harga atau mark up senilai Rp 24 juta. (syamsul)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS