Bonus Demografi, Peluang atau Ancaman?

Loading

Oleh: Efendy Tambunan

ilustrasi

ilustrasi

KUALITAS tenaga kerja Indonesia kalah dengan Malaysia, Singapura dan Thailand padahal Indonesia salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk usia produktif terbanyak di dunia. Akankah bonus demografi negara Indonesia menjadi peluang atau ancaman menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN?

Pada saat ini, struktur penduduk Indonesia pada usia 0-14 tahun adalah 68.596.720 jiwa (28,87%), umur 15-64 tahun sebanyak 156.982.218 jiwa (66,06%) dan diatas usia 64 tahun adalah 11.980.698 jiwa (5,04%). Dalam struktur ini, usia produktif jauh lebih banyak dari usia tidak produktif. Berbanding terbalik dengan negara-negara maju, usia produktifnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan usia non produktif (tua).

Jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih dari 237 juta jiwa dan bermukim di antara 16.000 pulau besar dan kecil. Penduduk Indonesia terdiri dari 150 suku bangsa dengan sub budaya, bahasa dan aksaranya serta agama yang berbeda-beda pula. Hal ini menggambarkan betapa luar biasanya keaneka ragaman bangsa Indonesia dan betapa beratnya tantangan untuk mencerdaskan anak bangsa.

Kondisi geografis dan demografis Indonesia menyadarkan kita bahwa upaya meningkatkan kualitas dan memeratakan kesempatan belajar berdasarkan prinsip-prinsip berkeadilan membutuhkan energi besar dan strategi yang tepat. Model pendidikan konvensional tidak efektif lagi dan tidak tepat sasaran mengingat wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar membutuhkan model pendidikan berbasis budaya.

Salah satu strategi untuk mengejar ketertinggalan dan meningkatkan daya saing Indonesia adalah menerapkan model pendidikan non konvensional berbasis budaya dan ICT (information and communication technologies). Ilmu pengetahuan dan ketrampilan dapat disebarkan melalui internet broadband (fastnet) dan Very Small Aperture Terminal (VSAT) satellite technology bagi masyarakat yang bermukim di wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar.

Penulis pernah melakukan survey tentang manfaat internet sebagai media pembelajaran pada sejumlah warga Kota Jakarta yang mempunyai usaha konveksi dalam skala kecil. Hasil survey menunjukkan bahwa mereka memperoleh banyak manfaat dari internet broadband sebagai media belajar untuk meningkatkan ketrampilan dalam mendisain dan membuat pakaian.

Ketika penulis melakukan survey ke wilayah terpencil (pedalaman) di Papua Barat dan Kalimantan Timur, masyarakat di wilayah ini pada umumnya tidak mempunyai ketrampilan khusus seperti masyarakat yang bermukim di wilayah perkotaan. Penyuluh pertanian yang tersedia di wilayah tersebut jumlahnya sedikit dan kualitasnya rendah. Akses internet tersedia tetapi kecepatannya lambat dan tidak stabil.

Upaya untuk menambah jumlah penyuluh pertanian dan trainer di bidang teknik yang berkualitas di wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar menemui banyak hambatan. Penyuluh pertanian dan trainer yang berkualitas akan cenderung menghindari wilayah tersebut karena sulitnya akses transportasi dan tidak ada hiburan. Padahal, penduduk yang bermukim di wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar sangat mendambakan pelatihan yang berkualitas.

Infrastruktur ICT

Peningkatan kualitas SDM di wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar dapat disiasati dengan membangun akses internet boradband. Masyarakat dapat memanfaakannya sebagai media belajar menggantikan tenaga penyuluh pertanian dan trainer di bidang teknik. Jika kualitas SDM usia produktif meningkat, kemungkinan besar Indonesia berpeluang menjadi negara besar.

Para Operator Seluler berupaya meningkatkan fasilitas Base Transceiver Station (BTS) mereka hingga wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar. Mereka mendukung program layanan internet masuk desa (3G masuk desa). Dengan kehadiran Teknologi 3G di wilayah terpencil, masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut dapat mengakses internet lebih cepat sampai dengan 21 Mbps berbasis teknologi HSPA+.

Hingga saat ini, jumlah BTS 3G semua Operator Seluler di Indonesia sebanyak 23.071 BTS. Pembangunan BTS 3G hingga wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar akan memungkinkan masyarakat menggunakan layanan internet broadband untuk memperoleh informasi dan meningkatkan ketrampilan. Kebijakan pembangunan BTS 3G hingga wilayah pedesaan memerlukan pengorbanan dan membutuhkan investasi yang cukup besar.

Pada saat ini, Perusahaan Telekomunikasi Indonesia juga mencanangkan program Indonesia Digital Network (IDN) untuk pembangunan fasilitas 1 juta wifi di seluruh Indonesia. Wifi memberikan solusi internet berbasis jaringan tetap yang berkecepatan tinggi dan stabil. Selain program tersebut, PT. Telkom memberikan fasilitas akses jaringan wifi.id atau hotspot Speedy Instan yang prabayar.

Selama ini, banyak pemakaian dana APBN dan APBD yang tidak tepat sasaran dan alokasi penggunaannya kurang menyentuh akar persoalan masyarakat seperti pemberantasan kemiskinan dan rendahnya kualitas SDM menuju MEA. Dana APBN dan APBD yang tidak tepat sasaran dapat dialihkan untuk meningkatkan kualitas SDM, salah satunya dengan pembangunan infrastruktur ICT berbasis internet broadband hingga ke wilayah terpencil dan pulau-pulau terluar. ***

(penulis adalah Dosen Teknik Sipil UKI dan Direktur Toba Borneo Institute)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS