Bangsa Ini Sudah Berantakan

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

MENYAKSIKAN tayangan salah satu stasiun televisi swasta Selasa malam pekan silam, membuat kita yang sempat menontonnya pusing tidak kepalang tanggung. Acara rutin yang selalu dipandu presenter Karni Ilyas tersebut seperti biasa menampilkan sejumlah tokoh dan pelaku hukum serta para pemain politik.

Sungguh teramat “hangat” perdebatan malam itu. Masalah yang dibahas cukup banyak, khususnya menyangkut politik dan hukum. Misalnya soal pemalsuan surat penghitungan suara pada pemilu 2009 yang membuat politisi Hanura, Dewi Yasin Limpo melaju ke Senayan menjadi anggota DPR kemudian surat itu diketahui palsu dan akhirnya kursi Dewi Yasin Limpo diberikan kepada Mestariani Habie, politisi Gerindra yang memang berhak atas kursi itu.

Berkaitan dengan pemalsuan surat itu, banyak suara menyebut-nyebut nama Andi Nurpati mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kini menjadi pengurus di DPP Partai Demokrat dan Arsyad Sanusi (mantan hakim Mahkamah Konstitusi-MK). Terungkap dalam dialog itu kalau seluruh masalah yang dibahas patut diragukan keabsahannya. “Bangsa ini sudah berantakan,” kata Karni Ilyas berulang-ulang setelah satu persatu soal tersebut dibahas.

Kenapa disebut berantakan, karena Andi Nurpati mengatakan dirinya tidak melihat surat itu karena yang menerima surat adalah supirnya saat dirinya berada di JakTV. Anehnya lagi, menurut Andi Nurpati, surat dinas itu diantar seorang kurir MK yang lebih dulu menghubungi Andi Nurpati melalui telepon genggam. Surat itu pun diantar bukan ke kantor Andi Nurpati tapi ke JakTV ketika Andi Nurpati hendak talkshow di stasiun TV swasta dimaksud. “Masa surat dinas tidak diantar ke kantor ibu. Ibu kan pejabat,” tanya Karni.

Memang patut dicurigai jika sebuah surat dinas diantar seorang kurir langsung kepada nama si penerima bukan ke kantor bersangkutan, melainkan saat yang bersangkutan berada di luar kantor dinasnya. Yang aneh lagi, saat didesak, Andi Nurpati mengatakan kalau surat yang disebut-sebut palsu itu, dialamatkan bukan kepada dirinya. Karena itu kata Andi Nurpati, surat itu diserahkan saja kepada supirnya.

Menyaksikan perdebatan yang menyangkut masa depan negeri ini, rasanya sangat dongkol. Begitu gampangnya Andi Nurpati memberi jawaban sekitar surat berharga dimaksud. Jangankan mengenai surat dinas negara, surat setingkat arisan kampung saja, tampaknya tidak wajar dan tidak sopan serta tidak tertib jika lalu lintas surat itu begitu gampangnya.

Masa kurir dari MK mengantar surat kepada pejabat KPU ke salah satu stasiun TV kemudian yang menerima hanya seorang supir dan akhirnya nasib surat berharga yang menentukan masa depan negeri itu diserahkan saja kepada sopirnya. “Masa ada supir yang mengatur sang nyonya,” kata Permadi nyeletuk.

Arsyad Sanusi pun membantah terlibat dalam pembuatan konsep surat putusan MK terkait calon legislatif Dewi Yasin Limpo. Namun sebelumnya dia mengakui dia pernah didatangi seorang tamu sembari membawa laptop ke rumahnya. Tapi Arsyad membantah pula kalau tamunya yang membawa laptop bukan kaitan dengan pembuatan surat palsu dimaksud.

Apapun kata Arsyad dan Andi Nurpati seputar surat-surat penghitungan suara pemilu, itu adalah haknya untuk memberi jawaban. Akan tetapi sebegitu gampangnyakah mengelola negeri ini? Rasanya para pemangku kepentingan sudah harus siap dan berani untuk membersihkan negeri dari orang-orang kotor yang bisa merusak masa depan bangsa kita.

Khusus kepada para penegak hukum, beranikanlah dirimu menegakkan supremasi hukum dan janganlah takut kepada manusia, tapi takutilah Tuhan-mu. Anda-anda yang sedang atau gemar “memainkan” hukum, cepat atau lambat, anda akan memanennya sendiri, bahkan anak cucu anda yang suka memperjualbelikan keadilan, baik berupa uang maupun jabatan, akan menerima sanksi hukumnya kelak. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS