Banjir Terus Berulang, Jangan “Kebakaran Jenggot” Sewaktu Tiba Bencana

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

SETIAP akhir tahun dan awal tahun berikutnya, ancaman banjir senantiasa berulang di Jadetabek (Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi). Untuk itu, tuntaskan semua proyek penanggulangan banjir, jangan “kebakaran jenggot” sewaktu tiba bencana.

Sekarang ini, tercatat dampak banjir di Jakarta melanda puluhan kawasan permukiman di 18 kecamatan, di Depok 1 kecamatan, di Tangerang 8 kecamatan dan di Bekasi 5 kecamatan. Di Jakarta sendiri, tercatat 2.600 orang lebih warga harus mengungsi. Bahkan, di Kabupaten Bogor yang merupakan sumber banjir kiriman, ada pula daerahnya yang terkena dampak banjir.

Berbagai upaya penanggulangan dampak banjir memang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Pekerjaan Umum, guna menyelamatkan Jakarta sebagai Ibukota Negara. Seperti pembersihan saluran-saluran air, gorong-gorong, pengerukan waduk-waduk, sungai-sungai, dan perbaikan pompa-pompa air. Badan-badan penanggulangan bencana dan parma telawan juga telah melakukan penyelamatan korban. Bahkan, modivikasi cuaca juga sudah dilakukan guna menghadang hujan. Tetapi hujan yang berproses secara alami, tidak bisa terbendung. Siklus alam dan cuaca ekstrem, tetap juga menunjukkan kuasanya.

Walaupun musibah bisa terjadi karena keteledoran dan keserakahan manusia, tetapi musibah bisa juga merupakan otoritas alam. Sebagai manusia, kita tidak berdaya menghadapi otoritas alam, yang bisa kita lakukan hanyalah mencegah secara maksimal dan menyikapinya searif mungkin. Kita harus menerima musibah ini apa adanya. Karena, melihat kondisi sekarang, sungai-sungai belum dinormalisasi, waduk-waduk pun belum berfungsi penuh, kita hanya boleh berdoa semoga musim hujan segera berakhir.

Namun, sebagai makhluk yang diberi Tuhan kelebihan akal budi, hendaknya kita membuat persiapan untuk mengantisipasi ancaman banjir. Tentu tidak perlu membuat rumah di atas perahu, atau membangun hunian seperti perahu Nabi Nuh untuk mengantisipasi air bah yang akan tiba. Tetapi harus bisa menarik pelajaran dari musibah yang kita alami.

Khusus di daerah langganan banjir, perlu memikirkan perlengkapan rumah tangga yang tidak mudah rusak oleh resapan air dan harus dipilih yang gampang dievakuasi. Demikian pula konstruksi bangunan agar diusahakan dari bahan yang tahan rendaman air, minimal di lantai dasar dan kalau bisa ada tempat penyelamatan harta benda di tempat yang lebih tinggi.

Bagi instansi pemerintah daerah provinsi sampai kecamatan, perlu memperbanyak tempat evakuasi yang lebih nyaman bagi para korban banjir dengan perlengkapan penunjang yang lebih memadai. Kalau bisa di bangunan tertutup atau tenda besar yang tertutup, serta disediakan bantal dan alas tidur. Demikian juga fasilitas air bersih, air minum, tempat buang hajat dan pertolongan pertama bagi berbagai macam penyakit, harus sudah tersedia. Dapur umum, susu dan perlengkapan untuk bayi dan anak balita, juga harus ada persiapan logistik yang cukup.

Melihat potensi banjir yang terjadi akhir-akhir ini, memang diperparah oleh penggundulan hutan dan pemanfaatan lahan resapan untuk bungalo dan vila pribadi oleh orang yang berkecukupan di daerah hulu. Untuk itu perlu ada upaya konservasi dan kepedulian kita terhadap sesama. Artinya, kita perlu mengkaji perbuatan kita, apakah menyebabkan kerugian bagi orang lain.

Selain itu, bagi kita di daerah hilir, mari kita saling mengingatkan agar tidak berbuat tindakan yang mungkin merugikan orang lain, seperti mengurangi fungsi bantaran sungai dan saluran-saluran penghubung dengan bangunan liar atau membuang sampah rumah tangga dengan sembarangan. Saluran-saluran air di depan rumah harus kita jaga jangan sampai tersumbat oleh lumpur dan sampah.

Bagi Pemda-Pemda kabupaten/kotamadya seputar DKI Jakarta, perlu juga ada komunikasi dan koordinasi yang padu tentang penggunaan tata ruang pembangunan dan ruang terbuka hijau, karena masalah banjir bukan semata-mata bencana hidrologis. Mungkin diperlukan satu otoritas dari pemerintah pusat untuk mengaturnya.

Ancaman Air Laut

Geografis Jakarta yang tidak hanya dikerubungi oleh aliran 13 sungai yang besar dan puluhan anak sungai dari hulu, juga terancam air laut pasang dari hilir, karena sebagian permukaan tanah Jakarta lebih rendah dari permukaan laut.

Informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga menyebutkan, pada awal-awal tahun 2014 ini, masih perlu mewaspadai air pasang laut. Pada saat pasang air laut, kalau tidak ada luapan sungai atau intensitas hujan yang lebat, maka akan terjadi rob (luapan air laut) di sepanjang daerah pantai Jakarta. Sungai-sungai pun terhambat mengalir ke laut. Akan tetapi, kalau bersamaan dengan turunnya hujan lebat yang meningkatkan volume sungai-sungai dan saluran-saluran, apalagi ada banjir kiriman dari Puncak, maka limpasan banjir di daratan Jakarta akan semakin luas.

Selain ancaman pasang air laut sebagai kelanjutan periode bulan purnama pertengahan Januari hingga hari raya Imlek mendatang, analisis BMKG juga memperkirakan mulai pertengahan Januari ini hingga pertengahan Februari nanti, masih memasuki masa puncak hujan di Jabodetabek. Demikian pula antisipasi perkiraan pihak Kementerian Pekerjaan Umum, bahwa intensitas banjir di Jakarta masih akan semakin besar, karena kondisi cuaca yang semakin ekstrem akibat pemanasan global. Pemanasan global yang disebabkan produksi gas rumah kaca yang tinggi, tidak bisa terhindarkan karena gas rumah kaca muncul dari kegiatan manusia sehari-hari.

Bila disimpulkan dari semua perkiraan ini, maka hingga pertengahan Februari nanti, dan bahkan hingga awal Maret, korban dampak banjir di Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi, terutama di wilayah DKI Jakarta, belum bisa tidur lelap untuk mengumpul tenaga guna memulai pemulihan kehidupan baru. Anomali cuaca semakin sulit diprediksi akhir-akhir ini.

Yang menyedihkan lagi, dampak banjir di Jakarta saat ini tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga korban jiwa. Karena, menurut catatan Polda Metro Jaya, di Jakarta sendiri hingga Selasa (14/1) lalu, ada lima warga yang korban tewas. Yakni Zulfikar (22), warga Jl Prumpung Sawah, Cipinang Besar, Jakarta Timur yang tenggelam terbawa arus Sungai Ciliwung. Asep (25) warga Jl Mawar, Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan yang diduga terpeleset ke Sungai Pasanggrahan. Hidayat (35), warga Kelurahan Kampung Melayu, dan Haji Masri (76), warga Kelurahan Bidara Cina, menjadi korban banjir yang juga berdiam di daerah aliran Sungai Ciliwung, Jakarta Timur. Sedangkan korban tewas kelima adalah seorang ibu rumah tangga, Fatimah binti Mulyadi, warga Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat. Untuk itu, sekali lagi, Pemerintah Pusat dan Daerah perlu menuntaskan semua proyek penanggulangan banjir, jangan “kebakaran jenggot ” sewaktu tiba bencana. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS