Tugas Pemerintah Sebagai Fasilitator, Bisakah Adil
Oleh: Fauzi Azis
DALAM ranah publik sering kita kenal istilah pemerintah bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Acap kali juga kita dengar istilah pemerintah sebagai pelayan publik. Secara bahasa, regulator berarti pembuat peraturan, fasilitator bermakna pemberi/penyedia fasilitas dan pelayanan publik bisa difahami sebagai pemberi layanan kepada publik/masyarakat.
Terkait dengan peran pemerintah sebagai fasilitator, kalau dilihat dalam prakteknya sering bias karena tidak semua masyarakat bisa menikmati faslitas yang disediakan oleh pemerintah. Contoh paling kongkrit adalah pemberian dana bailout kepada Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, dimana bailout hakekatnya adalah fasilitas dana talangan yang disediakan oleh pemerintah untuk menyelamatkan bank yang bersangkutan dari kebangkrutan.
Sementara itu, fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada para nasabahnya kurang mendapatkan perhatian penuh dengan berbagai alasan. Bandingkan dengan kerja pemerintah dan BI ketika berusaha menyelamatkan Bank Century cukup menyita waktu panjang dan menggunakan man hour yang sangat tinggi siang malam tiada henti.
Ada kesan tidak adil dalam cara penyelesaiannya, buktinya hingga sekarang banyak simpanan nasabah yang nilainya ratusan miliar belum dapat terselesaikan. Saat ini, BI dan pemerintah sudah disibukkan lagi dengan agendanya yang lain untuk melakukan divestasi Bank Century (sekarang bank Permata).
Dari contoh tersebut, sulit untuk menyatakan bahwa fasilitasi yang diberikan oleh pemerintah dapat berlaku adil dan cenderung lebih memberikan manfaat sepihak dari seluruh pihak yang terkait. Peran pemerintah sebagai fasilitator sangat berpotensi mendatangkan perburuan rente dan moral hazard, khususnya dari pihak yang berkepentingan.
Inilah yang terjadi tatkala kasus Bank Century ditangani sampai akhirnya pemerintah memberikan dana bailout sebesar Rp 6,7 triliun, diduga sarat dengan persoalan perburuan rente dan moral hazard. Fasilitas tax holiday, fasilitas penyediaan lahan untuk penyediaan infrastruktur juga sangat berpotensi terjadinya perburuan rente dan moral hazard, karena fasilitas yang semacam itu jelas yang bisa menikmati hanya kalangan investor tertentu saja.
Kepentingan masyarakat kurang mendapatkan perhatian dan cenderung dikorbankan. Tidak heran kemudian terjadi persoalan konflik agraria, konflik sosial, yang celakanya posisi pemerintah berada pada pihak yang cenderung menguntungkan pihak investor. Rakyat dipandang menghambat jalannya roda pembangunan.
Dalam kasus silang sengketa kewenangan antara Polri dan KPK, ternyata pemerintah juga tidak berhasil menjadi fasilitator yang baik untuk menyelesaikan sengketa kewenangan tersebut. Apa yang terjadi sekarang kenyataannya masing-masing pihak (Polri dan KPK) masih terus bekerja sesuai keyakinannya masing-masing dan sikap arogansinya terus menampakkan di ranah publik.
Oleh karena itu, yang lebih tepat digunakan untuk melabeling peran pemerintah dalam suatu negara adalah pemerintah sebagai regulator dan pelayan publik tanpa harus menyebutnya lagi sebagai fasilitator, bahkan ada juga ditambah perannya yang lain sebagai katalisator. Sebagai regulator, maka pemerintah selain sebagai pembuat peraturan, dia juga harus dapat bertindak menjadi penegak hukum dan ketertiban di masyarakat yang harus bersikap obyektif, adil dan tidak memihak.
Sebagai pelayan publik, maka pada dirinya melekat peran dan tanggung jawabnya sebagai abdi rakyat yang harus bisa mengayomi, melayani dan melindungi masyarakat tanpa kecuali agar harmoni kehidupan masyarakat dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. Sekali pelayanan yang diberikan tidak adil dan memihak, maka saat itu pula pemerintah telah membuka ruang terjadinya konflik.
Adil dalam hal ini tentu proporsional tidak seperti membelah ketupat. Berat memang menjadi petugas negara, karena itu, semua pihak selalu mengingatkan dan memberikan catatan kritis agar siapapun yang menjadi petugas negara harus berintegritas tinggi, berilmu, dedikatif dan independen.
Petugas politik ketika perannya menjadi petugas negara maka mereka harus melaksanakan peran dan tanggung jawabnya sesuai syarat-syarat tersebut. Sebagai negara yang demokratis dan menempatkan kedaulatan rakyat di atas segala-galanya maka pemerintah harus selalu mengupayakan agar dalam membuat regulasi dan melaksanakan regulasi melalui pelayanan publik harus lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan sekelompok masyarakat tertentu.
Para pengusaha dan para investor sebenarnya juga tidak menuntut macam-macam kepada pemerintah asal pemerintah dapat memberikan pelayanan yang cepat dan efisien untuk urusan mereka, pasti mereka akan merasa nyaman berinvestasi di negeri ini.
Hal lain yang dituntut oleh pengusaha juga tidak neko-neko, yaitu yang penting ada kepastian hukum dan kepastian berusaha. Law and order dapat dijalankan sesuai regulasi yang ada. Kalau dipalakin, diperas dan dipersulit pasti mereka juga bisa berteriak. Jadi, kedepan yang kita butuhkan adalah strong goverment yang mampu menghasilkan regulasi yang dapat menjamin kepastian hukum dan penegakkannya.
Di sisi yang lain, pemerintah baik di pusat/di daerah harus bisa memberikan pelayanan publik yang baik, cepat, tepat, transparan dan akuntabel kepada seluruh masyarakat dalam berbagai keperluannya sesuai dengan koridor hukum.***