Tindakan Jokowi Makin Lama Makin Membahayakan

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ketua Dewan Guru Besar UGM, Profesor Koentjoro mengatakan, Petisi Bulaksumur merupakan gagasan dengan niat baik atas dasar rasa kasih yang berkeadilan. Petisi ini digagas oleh sivitas akademik, guru besar dan dosen yang memikirkan dan merenungkan kesalahan salah satu alumnus UGM, Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Mengingat Jokowi merupakan kakak dan adik dari mahasiswa UGM, jika dilihat dari perspektif almamater yang lahir dari ibunya, Universitas Gadjah Mada.

“Tindakan Jokowi makin lama makin membahayakan. Jokowi mencla-mencle atas ucapannya, mulai dari keterlibatan anaknya sampai masalah kampanye. Itu sikap mencla-mencle yang dilakukan Jokowi cenderung menabrak etika. Padahal, etika memberikan takhta pada rasa keadilan,” kata Koentjoro, 5 Februari 2024.

Muncul kemudian deklarasi tandingan yang menyanjung pemerintahan Jokowi. Salah satunya datang dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto atau UMP.

Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jebul Suroso mengatakan pujiannya itu wujud apresiasi atas kinerja Jokowi. Khususnya, kata dia, dalam menangani Covid-19, infrastruktur, dan pengadaan riset untuk perguruan tinggi.

‘Rektor Universitas Katolik Soegijapranata Kota Semarang, Ferdinandus Hindarto, bercerita diminta orang yang mengaku anggota kepolisian membuat rekaman video pernyataan tentang pemilihan umum dan kinerja pemerintahan Jokowi. Beberapa hari terakhir muncul video serupa dari sejumlah pimpinan perguruan tinggi.

Ia mengaku dihubungi anggota polisi tersebut pada Jumat siang, 2 Februari 2024. “Saya dapat pesan Whatsapp dari seseorang yang mengaku dari Polrestabes Semarang instruksi dari Polda,” kata Ferdinandus, Senin, 5 Februari 2024.

Pakar hukum tata negara, Feri Amsari mengatakan, “Sebagaimana yang diberitakan, tandingan-tandingan dari berbagai rektor itu dipaksa aparat,” katanya seperti dilansir Tempo.co, Rabu, 7 Februari 2024.

Feri Amsari kemudian membandingkan dengan pernyataan sikap yang dilakukan guru besar dan sivitas akademik dari puluhan kampus di Indonesia.

”Apa yang dilakukan guru besar dan sivitas akademika mempertanyakan tidak fair dan tidak jujurnya penyelenggaraan pemilu adalah figur-figur yang tampil dalam balutan akademik dan tentu saja memperjuangkan prinsip pendapat akdemik yang independen,” katanya.

Akademisi Universitas Andalas itu mengatakan mengenai dua perbedaan yang harus dilihat pada perkara itu sebagai hak konstitusional kebebasan sipil yang diatur Undang-undang Dasar.

“Apa yang disampaikan guru besar dan masyarakat sipil memperlihatkan hak konstituisonal yang mereka perjuangkan. Sementara apa yang disampaikan rektor-rektor terlihat bahwa kemerdekaan intelektual dan kemerdekaan sebagai masyarakat sipil mereka telah dibatasi,” kata Feri.(sabar)

CATEGORIES
TAGS