Tiap Ajaran Baru Membuat Orang Tua Bingung

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

SETELAH sibuk mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi ujian nasional, orang tua kini dibuat bingung untuk mempersiapkan anak-anaknya untuk memasuki sekolah dasar atau melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Pemerintah mencanangkan wajib belajar, artinya setiap anak wajib disekolahkan, dan teorinya seluruh biaya ditanggung pemerintah. Namun, dalam praktiknya, setiap tahun ajaran baru, membuat bingung orang tua. Tidak hanya memikirkan biaya untuk ongkos-ongkos dan pakaian seragam kelak, tetapi untuk memilih sekolah yang bisa menerima pun masih harus memutar otak.

Khusus di Jakarta, Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, mulai tahun ini akan menerapkan sistem zonasi dalam pendaftaran calon siswa baru, baik SD, SMP maupunSMA. Hal ini sebenarnya bukan hal yang baru, karena pada masa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, sudah lama menerapkan prinsip zonasi tersebut, yang waktu itu dikenal sebagai sistem rayonisasi.

Sistem rayonisasi ini adalah untuk mengatasi kemacetan lalu lintas kendaraan, maupun lalu lintas orang. Anak-anak yang orang tuanya di Jakarta Timur, misalnya, tidak perlu diantar ke sekolahnya di Jakarta Pusat atau Jakarta Selatan, dan demikian pula sewaktu pulang sekolah sebaliknya. Atau siswa-siswa dari Jakarta Timur tidak harus menjejali armada angkutan umum untuk sekolah ke Jakarta Pusat atau Jakarta Selatan, dan demikan pula saat pulang sekolah sebaliknya.

Hal ini juga sangat membantu orang tua, tidak perlu khawatir dan mudah mengontrol, karena sekolah anaknya tidak jauh dari rumah. Orang tua pun tak perlu menyediakan ongkos angkutan umum yang lebih besar, setara dengan jarak jauh-dekat rumah ke sekolah. Belum lagi efisiensi waktu bagi anak-anak sewaktu berangkat dan pulang sekolah.

Yang paling utama lagi adalah menghilangkan sekolah-sekolah favorit, dengan mengupayakan kesetaraan pendidikan di semua wilayah atau rayon. Adalah sangat aneh bagi sekolah pemerintah, ada yang dipelihara sekolah favorit dan ada sekolah yang tidak favorit, alias sekolah gembel. Padahal, guru-guru dan perlengkapan sekolah, sumbernya dari pemerintah yang sama. Yang bisa menjadi fovorit adalah sekolah swasta, karena mereka bisa bebas berkompetisi memberikan pelayanan dan fasilitas yang lebih unggul. Sekolah negeri seharusnya berlomba-lomba menjadi unggulan, karena pemerintah cukup kaya SDM dan anggaran besar dari APBN/APBD.

Tak Membuat Bingung

Sekalipun demikian, kita tidak mengecilkan upaya Pemprov DKI Jakarta mulai tahun ini menerapkan sistem zonasi tersebut, asalkan tidak menambah kesulitan dan membuat bingung orang tua siswa. Ketidak setaraan mutu pendidikan di sekolah-sekolah pemerintah pun, turut membuat kesulitan bagi orang tua, karena menghasilkan anak-anak yang nilai rata-rata sekolahnya yang berbeda-beda. Sehingga, orang tua tidak mudah mendaftarkan anaknya ke sekolah yang dekat dengan rumahnya, karena nilai rata-rata sekolahnya yang rendah. Mudah-mudahan penerapan sistem zonasi ini akan mendorong standar mutu pendidikan yang setara di semua sekolah pemerintah.

Menurut Taufik Yudi Mulyanto, sistem zonasi untuk pendaftaran siswa baru sekolah dasar diberlakukan di tingkat kelurahan, untuk sekolah menengah pertama diberlakukan di tingkat kecamatan, dan untuk sekolah menengah atas merupakan gabungan beberapa kecamatan. Pendaftaran dibuka secara on line tanggal 6-9 Juli 2013 dengan kuota 45 persen bagi siswa yang mendaftar melalui sistem zonasi.

Hasilnya diumumkan 10 Juli. Sebanyak 45 persen lagi kuota bagi pendaftar siswa umum, yakni ke sekolah yang diinginkan (bukan zonasi). Sedangkan kuota 5 persen lagi untuk siswa dari luar DKI Jakarta, dan 5 persen lagi untuk siswa yang berprestasi. Pendaftaran bagi siswa umum, siswa luar DKI dan siswa berprestasi, dibuka lebih awal secara on line tanggal 18-25 Juni. Hasilnya diumumkan 26 Juni.

Taufik menyarankan, agar orang tua jeli memilih tiga sekolah yang diperbolehkan, disesuaikan dengan nilai rata-rata sekolah yang diterima, jarak (zonasi) sekolah dan keinginan calon siswa. “Bagi yang memiliki nilai pas-pasan, sebaiknya melihat dahulu sekolah yang dipilih. Bagaimana minat pendaftar di sana, sehingga bisa menghitung kemungkinan bisa diterima atau tidak,” kata Taufik. Inilah yang membuat kebingungan orang tua. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS