Tersangka Korupsi diborgol Tidak Melanggar HAM

Loading

Oleh: Marto Tobing

buah-bibir2

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai pemborgolan terhadap tersangka korupsi bukan suatu pelanggaran terhadap HAM.

Menurut Ketua Komnas, Siti Noor laila, korupsi itu kan kriminal jadi tersangka tindak kriminal itu kenapa diborgol, untuk membatasi ruang gerak ditakutkan melarikan diri atau melakukan perlawanan. “Kalau yang melanggar HAM itu kalau hukuman mati,” ujarnya.

Siti menjelaskan pelanggaran HAM terjadi jika melakukan penganiayaan, kekerasan baik fisik mau pun non fisik atau pun hukuman mati. “Kalau soal itu kewenangannya pada KPK, Polisi dan Kejaksaan,” katanya.

Diborgol atau tidak itu kontekstual sebab memborgol tentu saja ada tujuannya. Pemborgolan bukan merupakan fenomena baru dalam kasus tindak pidana. Pemborgolan merupakan hal biasa yang tentu aparat memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk melakukannya

Masih ingat zaman perbudakan tempo doeloe…? Manusia bisa dipatok seharga penjualan untuk dijadikan budak sesuka hati keperluan kaum borjuis. Namun, bila menyangkut kepentingan penguasa pemerintahan feodal, otomatis tidak diberlakukan transaksi jual-beli bagi yang diperbudak.

Kaum yang dimarjinalkan itu akan digiring kerja paksa di area pembangunan suatu proyek demi eksistensi birokrat pemerintahan kala itu berkarakter monarchi. Tentu saja gerak langkahnya tidak dalam keadaan bebas. Saat digiring kedua kaki budak itu dalam keadaan dirantai secara berkesinambungan dengan sesama. Mereka bukan pelaku kriminal tapi tetap saja diborgol bahkan dirantai.

Bersyukur, seiring perputaran waktu ratusan tahun, sistem perbudakan itu akhirnya dipunahkan oleh nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Wujudnya melekat pada aspek keseimbangan perilaku sosial dan norma-norma hukum yang berlaku serta mengikat. Lalu bagaimana sebaiknya para tersangka korupsi diperlakukan atas kejahatan mereka yang luar biasa itu?

Senada Komnas HAM, pegiat anti korupsi menyambut baik usulan agar setiap tersangka korupsi diborgol sebagaimana yang menjadi prosedur dalam tindak pidana umum dan perlu diformulasikan dalam undang-undang (UU) tindak pidana korupsi (Tipikor). “Bagusnya malah komprehensif dengan revisi UU Tipikor yang seharusnya diprioritaskan. Di situ dimasukkan sanksi tambahan sekaligus borgol itu tadi,” ujar Pegiat Anti Korupsi itu menanggapi tubasmedia.com, di gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Rabu (28/1/15).

Untuk tindak pidana umum seperti pencurian dan perampokan sangat lazim bila penegak hukum melakukan pemborgolan terhadap tersangka lalu muncullah usulan agar prosedur serupa dilakukan juga untuk tersangka korupsi kejahatan luar biasa itu.

“Jangan dibedakan perlakuan terhadap koruptor dengan pelaku kriminal umum. Kalau pencuri dikawal dengan senjata bahkan disuruh jongkok. Harusnya koruptor diperlakan seperti itu,” jelas Koordinator Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok menanggapi tubasmedia.com menyarankan.

Menurut Jamil, tidak ada aturan yang melarang penegak hukum untuk memborgol tersangkanya. Pemborgolan dilakukan dengan pertimbangan keamanan agar si pelaku tidak lari. “Memang selama ini belum ada tersangka korupsi yang kabur dari tangkapan petugas, tapi namanya potensi itu kan bisa saja,” tandasnya.

Penyidik KPK sudah beberapa kali melakukan pemborgolan terhadap tersangka dari operasi tangkap tangan. Namun prosedur tersebut tidak rutin dilakukan. Kalangan pegiat anti korupsi mendorong KPK tak hanya mengenakan baju tahanan orange itu pada tersangka korupsi tapi juga pemborgolan.***.

CATEGORIES
TAGS