Sudah Bisa Diduga, Postur APBN 2013 “Trade Off”

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

PEMERINTAH dan DPR dengan memalukan dan memilukan telah menyepakati APBN 2013. Memilukan dan memalukan, karena sidang paripurna tidak dihadiri oleh 200 lebih anggotanya. Suasana sepertinya serius, sangar, tapi habis itu, yo wis opo maneh. Yang penting nanti pelaksanaannya kita atur-atur lagi, lumayan buat persiapan 2014. Kita kan mau berjuang untuk kepentingan “rakyat” agar pada tahun itu bisa terpilih lagi.

Ini satu hal tentang suasana persidangan saat pemerintah dan DPR akan menyepakati RAPBN 2013 di gedung parlemen Senayan. Bagaimana postur anggarannya sendiri? Kiro-kiro yo podo wae. Trade off, tidak bergerak meski pun jumlahnya bertambah. Ruang fiskalnya tetap terbatas. Tahun 2013 pemerintah dan DPR menyepakati bahwa pertumbuhan ekonomi diasumsikan akan mencapai 6,8%. Tahun ini, 2012, berdasarkan proyeksi masih akan bisa tumbuh 6,3%.

It’s okay, ekonomi kita masih bisa tumbuh di kisaran 6%, sementara negara-negara lain, kecuali China, sebagian hanya mampu tumbuh jauh di bawah angka 6%. Seperti ekonomi Jepang, yang diperkirakan hanya akan tumbuh 1,2% dan Brasil 4%. APBN yang dalam sistem perekonomian merupakan salah satu faktor pembentuk PDB, tahun 2013 dari sisi penerimaan angkanya dipatok sebesar Rp 1.529,67 triliun dan di sisi pengeluaran jumlahnya mencapai Rp 1.683,01 triliun, yang berarti defisit fiskalnya hanya 1,65% terhadap PDB.

Suasana kebatinannya sangat prudent, trade off. Kalau di sepakbola istilahnya safety playing. Yang penting gawangnya “tidak jebol”, meski pun untuk bisa memenangkan pertandingan juga agak sulit, kecuali lawannya membuat gol bunuh diri, tapi itu jarang terjadi.

Dari total pengeluaran itu, pos belanja pegawai sebesar 14,33%, belanja barang 9,92%, belanja modal 12,84%, belanja subsidi 18,83%, pembayaran cicilan utang 6,73%, belanja sosial 3,77%, belanja lain-lain 1,19%. Total semuanya sekitar 97,32%. Ada sisa sekitar 2,68 % mungkin terpakai untuk dana Otsus Papua?

Sebagaimana sudah pernah disampaikan melalui opini di kolom ini, itulah sosok/postur APBN kita. Pembelanjaan sebesar itu paling banter hanya mencapai sekitar 18-19% dari total PDB nominal berdasarkan harga yang berlaku di tahun yang bersangkutan. Sulit diharapkan menjadi daya ungkit pertumbuhan ekonomi, dan mau tidak mau untuk bisa mencapai target pertumbuhan yang 6,8%, sekitar 80 persen harus ditopang oleh dana masyarakat untuk bisa berinvestasi, yang sumber dananya bisa berasal dari tabungan di dalam negeri, FDI, dan portofolio.

Kalau pemerintah masih mencoba menambah kekuatan APBN agar bisa membangun, maka harus menambah beban defisit anggaran, yang menurut UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, defisitnya masih bisa dinaikkan sampai batas maksimum 3% dari PDB. Pemerintah kalau mau berarti harus menambah utang baru, yang menurut ketentuan dalam UU yang sama masih boleh berutang sampai batas maksimum 60 % dari PDB.

Menambah Utang

Sekarang ini, posisi utang kita masih di bawah 30 % dari PDB. Secara politis, pasti akan terjadi penolakan habis-habisan, meski pun secara ekonomis masih bisa dimungkinkan untuk menambah utang baru dan menambah beban defisit fiskal. Trade off semacam itu akan terus berulang jika postur APBN seperti sudah digambarkan di atas.

Menata kembali untuk menghasilkan postur yang ideal bisa saja dilakukan asal pemerintah punya nyali dan DPR dapat memahami politik anggaran dengan baik dan benar. Punya nyali, antara lain, apakah pemerintah bisa mengurangi dengan signifikan pos pembelanjaan yang tumpang-tindih.

Nyali yang berikutnya adalah apakah Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sanggup memangkas kegiatan yang business as usual? Ini juga satu persoalan tersendiri yang harus dijawab oleh para PA dan KPA di masing masing K/L. Yang lebih mantap lagi, apakah kebocoran bisa ditambal dan para pembobolnya bisa ditindak, baik oleh aparat pengawas internal mau pun eksternal, dan juga oleh aparat penegak hukum?

Semuanya itu hanya bisa terjadi jika para penyelenggara negara tidak canggung dan bersikap tegas dan lugas untuk berbenah. Memperbaiki rumah gadang kita dan rumah masa depan milik Bangsa Indonesia dari segala bentuk kerusakan besar atau kecil adalah tanggung jawab para penyelanggara negara di republik ini.

Negeri ini memang betul butuh revolusi mental atau sebut saja revolosi budaya agar cara berpikir dan bertindaknya tidak jumpalitan, dan terbalik-balik kagak karuan. Tidak santun dan seperti menafikan nilai etika dan moral.

Walau pun demikian, masih ada secercah harapan. Salah satunya bertobat untuk tidak terus-terusan menggerogoti uang rakyat. Deliver ke rakyat dengan APBN sebesar itu agar rakyat terbebas dari kesulitan hidup, lebih produktif, tidak konsumtif, dan tidak malas. Sekarang, mari sama-sama berlomba dalam kebajikan dan bertunggang-langgang melucuti diri dari segala bentuk kezaliman. Indonesia is promising buat orang-orang bajik, bijak, pintar, dan bermoral. Semoga APBN 2013 dapat dilaksanakan sesuai dengan tuntunan perundang-undangan di negeri ini. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS