Sangat Tipis, Harapan Pemilu Jujur dan Adil

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

ilustrasi

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Harapan kita pada Pemilu (9/4/2014) mendatang untuk menentukan para legeslatif dan presiden berjalan baik serta jujur dan adil. Apakah ini bisa terlaksana? Tentu kalau satu persatu masyarakat dan para ahlinya ditanya, bisa dipastikan 60 persen akan menjawab tidak. Mencari alasannya tidak sulit.

Begitu kita melangkah ke luar rumah, pelanggaran yang dilakukan para caleg sudah terpampang dengan jelas di depan mata berupa penempelan atau penggantungan baleho yang menghiasi segala sudut mulai dari tiang listrik, pohon, tembok dan lain-lain.

Padahal, sesuai dengan aturan main yang disepekati bersama dan diatur oleh undang-undang, hal itu belum bisa dilaksanakan kecuali slogan-slogan sosialisasi tanpa ada unsur mengajak secara langsung para masyarakat.

Masalah ini bukan saja perhatian khusus sejak awal dengan harapan agar kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan pada Pemilu sebelumnya bisa dibenahi sesuai dengan perkembangan demokrasi di Indonesia.

Harapan untuk pelaksanaan Pemilu secara jujur dan adil semakin tipis dengan ulah para caleg yang sudah lama mencuri start kampanye dengan berbagai cara baik secara terselubung ataupun langsung di tempat-tempat tertentu pada moment-moment acara yang mengundang banyak massa.

Bukan hanya pada saat acara resmi pada acara hiburan-hiburan atau perayaan hari-hari besar saja. Termasuk pada acara pernikahanpun sudah dimanfaatkan oleh para caleg untuk mencari simpati dan masyarakat walaupun harus berkorban ikut berpartisipasi memberikan dana pada acara-acara tersebut.

Seperti pada peringatan Hari Ibu beberapa waktu yang lalu, beberapa caleg dari partai besar secara terang-terangan memberikan akomodasi yang kebetulan melakukan acara perlombaan di Gunung Pancar, Jawa Barat, asal mereka nanti memilih para caleg ini.

Bukan hanya sekedar akomodasi yang diberikan, masing-masing peserta yang berjumlah ratusan orang juga diberikan uang Rp100.000/orang sambil membisikan, “Jangan lupa, saya caleg nomor 4,” bisiknya sambil menyalamkan rupiah.

Wakil Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Girindra Sandino mengakui hal tersebut. Menurutnya, secara garis besar kerawanan ada di tiga level pelanggaran dan penyelewengan pada Pemilu nanti. Hal ini menyangkut pada pelaksana dan peserta caleg.

Ditingkat penyelenggaraan seperti KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), menyangkut pada saksi yang masalahnya belum selesai utamanya pembiayaan saksi parpol oleh Negara.

Permasalahan di level partai politik dan KPU, rekapitulasi angka akan menjadi penentu berapa jumlah kursi yang dimenangkan dan siapa politikus yang berhak mendapat jatah kursi. “Banyak kasus akibat masalah ini KPU di tingkat daerah bukan hanya dikecam bahkan diduduki massa,” kata Girindra.

Termasuk di arus bawah, permasalahan pada tingkat akar rumput ini sangat rawan konflik antar pendukung. Karena itu, pembagaian dan pengawasan zonasi kampanye menjadi sangat penting.

Girindra menyebutkan, beberapa wilayah rawan konflik terbuka berada di wilayah Papua, Maluku, Sulawesi dam Sumatera Selatan. Menurutnya, wilayah ini mempunyai kultur yang agak berbeda dengan wilayah lain.

Dijelaskan, penyelesaian masalah di tingkat atas harus segera diputuskan. Lambatnya penyelesaian akan berdampak hingga ke tingkat basis massa parpol dan kandidatnya di tempat pemungutan suara. “Ini sangat rawan bila dibiarkan. Konflik bisa menjadi bersifat laten,” katanya. (ben)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS