RUU Keamanan Nasional Membahayakan Demokrasi
Laporan: Redaksi
JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang ditujukan sebagai dasar perbaikan penyelenggaraan keamanan nasional memang dibutuhkan, karena faktanya satu dekade lebih sejak kejatuhan rezim Soeharto, reformasi sektor keamanan dan pertahanan belum menunjukkan kinerja yang optimal.
Sejumlah persoalan, seperti penataan bisnis militer, peningkatan profesionalisme TNI, Polri, peningkatan akuntabilitas kinerja keamanan, sinergi antar TNI-Polri, adalah argumen penting melanjutkan reformasi sektor keamanan. Akibat masalah-masalah tersebut, yang muncul ke permukaan sesungguhnya adalah kontestasi dalam rangka perebutan otoritas keamanan, sekuriti bisnis yang melebar dan terselubung dan penyelenggaraan keamanan yang tanpa koordinasi. Ketegangan antara Polri (sebagai pemegang mandat konstitusional bidang keamanan dan penegakan hukum) dan TNI semakin meruncing dalam banyak peristiwa gangguan keamanan.
Namun, banyak kalangan yang memberatkan kehadiran RUU Kamnas tersebut. Hendardi dari Lembaga Setara Insitutut misalnya menilai menghadirkan RUU Kamnas saat ini bukanlah waktu yang tepat.
Hendardi mengatakan, jelang Pemilu 2014 adalah waktu yang rawan terjadinya transaksi politik antara TNI yang terobsesi untuk mengembalikan supremasi TNI atas elemen lainnya dengan partai-partai politik (khususnya partai penguasa) yang berharap struktur komando TNI bekerja membantu pemenangan Pemilu.
Apalagi, lanjut dia, RUU Kamnas yang diajukan oleh pemerintah mengandung banyak masalah, over kriminalisasi, mengancam sistem peradilan demokratis dan bias skuritisasi dalam seluruh kehidupan warga. “RUU Kamnas juga secara serius mengancam eksistensi Polri sebagai aktor penyelenggara keamanan yang berpotensi dibonsai atas nama komando Dewan Keamanan Nasional,” ujar Hendardi kepada wartawan saat konferensi pers mengenai RUU Kamnas di Jakarta, Selasa pekan lalu.
Menurut Hendardi, masih ada isu utama lain yang penting untuk didorong saat ini daripada RUU Kamnas. “Isu itu adalah bagaimana memastikan reformasi di tubuh TNI terkait peradilan militer, batasan perbantuan militer dalam operasi selain perang dan penuntasan penataan bisnis TNI,” ujarnya.
Di tubuh Polri, kata Hendardi, soal profesionalisme dan akuntabilitas adalah tuntutan yang belum sepenuhnya dijawab. Sementara, kebutuhan koordinasi, yang menjadi argumen hadirnya RUU Kamnas, dapat dijawab dan diperankan secara optimal oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Hendardi menilai, memaksakan RUU Kamnas untuk dibahas saat ini hanya akan membuka perdebatan konstitusional baru, karena dalam Pasal 30 UUD Negara 1945 jelas disebutkan keamanan adalah kewenangan Polri. “Sedangkan TNI bertanggung jawab pada bidang pertahanan,” lanjutnya.
“Penjelasan soal bahwa (K)eamanan dalam arti luas mencakup juga aspek pertahanan, sementara (k)eamanan (dengan ‘k’ kecil) artinya keamanan yang menjadi domain Polri, adalah cara TNI memperluas spektrum otoritasnya atas seluruh penyelenggaraan keamanan dan pertahanan negara,” katanya.
Soal ini, lanjut Hendardi, tidak sederhana dan membutuhkan perdebatan konstitusional serius. “Karena itu, RUU Kamnas harus dikembalikan ke pemerintah dan ditunda pembahasannya, hingga ada perubahan UUD Negara RI 1945 sebagai landasan konstitusional penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara,” katanya. (stevie)