Ramai-ramai Mengklaim Diri Sebagai Partai Wong Cilik Tapi Citra-nya Hanya Slogan Kosong

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, menilai, jargon “partai wong cilik” alias partai rakyat kecil yang belakangan banyak digunakan partai politik Tanah Air, tak lebih dari sekadar slogan.

Embel-embel itu dipakai untuk mencitrakan parpol sebagai yang paling dekat dengan rakyat kecil. Namun, di balik itu, ada misi meraup suara sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Tujuan akhirnya agar partai mendapat keuntungan dan kekuasaan.

“Partai wong cilik ini kan branding. Bagaimana usaha partai mendekatkan diri dengan konstituennya karena mau enggak mau di piramida populasi Indonesia paling besar ya ada di lapisan bawah atau wong cilik itu,” kata Kunto, Rabu (28/9/2022).

Kunto mengatakan, publik sesungguhnya dapat menilai, apakah label partai wong cilik ini sejalan dengan perangai parpol, atau hanya sekadar label belaka. Menurutnya, sejauh ini, slogan itu lebih banyak memberikan janji kosong.

“Dan kalau menurut saya, citra partainya wong cilik ini bisa jadi hanya slogan kosong dan sudah banyak masyarakat yang tidak percaya,” ucapnya.

Boleh jadi, citra partai wong cilik lantas diterjemahkan parpol melalui tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak dibenarkan dalam demokrasi. Misalnya, memanfaatkan situasi bencana atau krisis dengan memberikan bantuan ke masyarakat kecil, tetapi dibarengi kampanye kader partai. Dalam proses tersebut sangat mungkin terjadi politik uang (money politics), pembelian suara (vote buying), hingga pembagian uang atau barang berkedok politik (pork barrel) dari politisi ke masyarakat sipil. Sayangnya, kata Kunto, praktik-praktik ini masih langgeng di Indonesia lantaran banyak masyarakat yang merasa diuntungkan oleh pemberian si politisi.

“Ini sangat berbahaya bagi demokrasi. Namun, bagi warga ya itulah yang disebut sebagai partainya wong cilik, yang bisa menyediakan uang bantuan dalam waktu yang cepat ketika warganya sangat membutuhkan,” ucapnya.

Maka, lanjut Kunto, dengan adanya praktik-praktik ini, tidak heran jika pada akhirnya parpol-parpol yang melabeli diri mereka partai wong cilik lebih mendapat tempat di hati masyarakat.

“Kalau situasi ekonomi semakin buruk, sangat mungkin money politic ini sangat efektif nanti di 2024. Dan peluang partai yang mengaku wong cilik ya selama dia melakukan money politic menurut saya peluang untuk dipilihnya besar,” tutur dosen Universitas Padjadjaran itu.

Sebagaimana diketahui, belakangan, istilah partai wong cilik ramai dipakai oleh sejumlah partai politik, seperti PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra.

Dalam pertemuan elite PDI-P dan PKB, Minggu (25/9/2022), Ketua DPP PDI-P Puan Maharani menyebut partainya dan PKB sama-sama partai wong cilik. Buktinya, kata Puan, pertemuan para elite partai digelar di warung pecel, bukan tempat mewah.

“Jadi kalau biasanya pertemuannya itu di kantor, di rumah, ini kok malah di tempat pecel. Ya ini karena kami PKB dan PDI-P itu partainya wong sendal jepit, wong cilik. Di grassroot (akar rumput) itu kami selalu bersama. Memang begitu grassroot PDI-P dan grassroot PKB,” kata Puan di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu.

Gerindra juga mengeklaim julukan serupa. Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad bilang, partainya dan PKB terbuka untuk bekerja sama dengan PDI-P pada pilpres mendatang. Sebab, ada kesamaan antara ketiga partai, yakni sama-sama sebagai partai wong cilik.

“Semua secara simbolik merefleksikan sebagai partai kerakyatan. Ya Gerindra juga ada kesamaan, kan kami juga partai kerakyatan,” kata Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (26/9/2022). (sabar)

 

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS