Perlu Transparansi APBD DKI Jakarta

Loading

Oleh : Anthon P. Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang jumlahnya cukup besar selama ini, perlu ada transparansi penggunaannya kepada masyarakat. Hal ini sangat diharapkan oleh masyarakat dari pemimpin baru DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Selama ini, DPRD DKI Jakarta yang seharusnya berperan membukakan hal itu kepada warga Jakarta yang diwakilinya, ternyata ikut juga berkolusi dengan pihak eksekutif dan sengaja menutup-nutupi, karena mungkin anggaran mereka juga tidak kalah signifikan besarnya.

Kesempatan untuk transparansi APBD tersebut, kini terbuka dengan dimulainya rencana pembahasan RAPBD DKI untuk tahun 2013 nanti. DPRD DKI pekan lalu telah memberikan waktu sepekan kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, untuk merevisi Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Perhitungan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) RAPBD tahun 2013 sesuai misi dan visi mereka sebagai pimpinan baru di DKI Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta yang lama, Fauzi Bowo sebelumnya telah mengajukan RAPBD DKI Jakarta untuk tahun 2013 sebesar Rp 44 triliun. Jumlah itu meningkat 10 persen dari RAPBD DKI Jakarta tahun 2102 sebesar Rp 41,3 triliun. Jokowi dan Basuki sewaktu kampanye juga mempertanyakan penggunaan APBD DKI yang puluhan triliunan, tapi hasilnya kurang kelihatan. Diduga banyak pemborosan dan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran. Mungkin belanja birokrasi terlalu banyak, sehingga perlu transparansi.

Kita sangat mendukung apa yang dikemukakan oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro baru-baru ini, bahwa pemerintah baru yang dipimpin Jokowi-Basuki harus membukakan uraian APBD DKI Jakarta kepada publik, untuk mencegah peluang penyalahgunaan anggaran. Karena dengan membuka ke publik, maka masyarakat mengetahui penggunaannya, dan bisa ikut mengawasi pelaksanaannya.

Sebagai peneliti, Siti Zuhro tentu membuat seruan ini atas fakta dan data yang patut diperhatikan Jokowi-Basuki, sebagai pemimpin baru yang bersih dan jujur. Mesin birokrasi di DKI Jakarta, memerlukan pelumas baru untuk menghilangkan karat-karat yang menggerogoti tubuh aparat Pemda selama ini.

Sebaiknya APBD DKI tahun 2012 yang sedang berjalan sekarang ini, mau pun APBD DKI tahun 2013 setelah disahkan nanti, ditempelkan di kantor-kantor pemerintah daerah sampai tingkat kelurahan, atau diumumkan melalui media cetak atau elektronik atau pun media mana saja. Sehingga, masyarakat ikut memantau kemungkinan penyalahgunaan anggaran, serta mengetahui program yang tengah dilaksanakan, termasuk belanja birokrasi dan alokasi anggaran pembangunan.

Seperti dugaan Siti Zuhro, langkah transparansi ini mungkin akan sulit dilakukan pada awalnya, terutama menghadapi penolakan dari pihak-pihak yang resisten terhadap persoalan anggaran. Akan tetapi, inilah pesan yang tersirat dari pemilihan kepala daerah DKI Jakarta yang baru tanggal 22 September lalu, karena warga Jakarta sudah sangat ingin pembaruan. Siapa yang resisten terhadap pembaruan, silakan berhadapan dengan koalisi rakyat Jakarta. Pemimpin petahana lama yang didukung partai politik-partai politik besar, tidak dipilih lagi, karena dinilai masyarakat telah terkontaminasi oleh birokrasi “mandor kawat” (kerja kendor korupsi kuat), seperti sinyalemen pakar sejarah dari Universitas Indonesia, JJ Rizal.

Namun, dengan sikap Jokowi yang rendah hati dan mudah dekat dengan berbagai kalangan, pihak-pihak yang resisten akan bisa dirangkul dan diluluhkan hatinya, sehingga transparansi program dan alokasi anggaran yang diharapkan masyarakat bisa menjadi kenyataan. Apabila perlawanan ini datang dari DPRD atau Badan Anggarannya, yang memang masih didominasi oleh pendukung “rezim lama”, biarkan saja nanti diperhadapkan dengan masyarakat, dan bila perlu, buka saja rumah dinas Gubernur di Taman Suropati, sebagai pendopo pengaduan koalisi rakyat yang mendukung pembaruan.

Proyek BKT dan Ciliwung

Namun, sebagai langkah ambisi positif dari pemimpin baru, Jokowi-Basuki perlu menjadikan proyek Banjir Kanal Timur (BKT) dan Kali Ciliwung sebagai ikon Jakarta yang mudah diingat masyarakat sepanjang masa. Kalau Bang Ali dikenal dengan Proyek Ancol, Bang Jokowi akan dikenal dengan Proyek BKT dan Ciliwung.

Proyek BKT yang sudah menelan triliunan rupiah itu harus segera diselesaikan, serta ditata ulang sebagaimana tujuan semula, sebagai sarana transportasi air dari tengah kota ke pantai Marunda, menjadi obyek pariwisata, dan menjadi taman terbuka hijau dan sarana olahraga pesepeda yang bebas polusi sepanjang kanal. Sehingga, proyek berbiaya besar itu dapat dirasakan manfaatnya oleh hampir seluruh warga kota Jakarta, dan khususnya sebagai pelipur lara bagi masyarakat yang tergusur dari tempat ini dan ikut menikmatinya.

Selain BKT, Kali Ciliwung yang sebenarnya merupakan anugerah Tuhan yang tak ternilai karena keberadaannya membelah kota, bisa juga dijadikan ikon Jakarta yang lain. Dengan pembersihan dan perluasan sungai, maka segala kegiatan kreatif yang berkaitan dengan air bisa diciptakan. Apalagi ada rencana Jokowi membangun rumah susun bagi warga bantaran sungai.

Semua bangunan harus diwajibkan menghadap sungai, sehingga citra Kali Ciliwung sebagai jamban terpanjang di dunia bisa dilenyapkan. Udara panas Jakarta pun bisa sedikit didinginkan oleh aliran sungai, dan perilaku kekerasan serta niat tawuran antarkampung, mau pun antarpelajar, kelak bisa disejukkan oleh desah air mengalir Kali Ciliwung. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS