Penyimpangan dalam Penerimaan Siswa Meningkat

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ombudsman mengimbau agar masyarakat waspada terhadap penyimpangan pada proses Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Juni 2014. Pasalnya, jumlah penyimpangan dari tahun ke tahun terus meningkat.

Menurut laporan yang diterima Pos Pengaduan PPDB 2012/2013, Ombudsman menerima sebanyak 50 aduan masyarakat. Angka tersebut meningkat pada PPDB 2013/2014 hingga mencapai 388 laporan.

“Ada tiga substansi laporan terbanyak, yaitu permintaan uang, barang dan jasa, penyimpangan prosedur dan tidak memberikan layanan,” kata Anggota Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, Selasa (24/6).

Budi menjelaskan, aduan terbanyak merupakan penyimpangan dalam bentuk permintaan uang, barang, dan jasa sebanyak 183. Kemudian, penyimpangan prosedur sebanyak 78 aduan dan tidak memberikan layanan sebanyak 43 aduan.

Berangkat dari fakta tersebut, Budi mengimbau instansi terkait agar dapat memperketat proses pengawasan PPDB 2014/2015. Jika terjadi penyimpangan, sanksi tegas harus segera diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Budi menjelaskan, Pos Pengaduan PPDB 2014 Ombudsman tersebar di 33 provinsi Indonesia. Masyarakat dipersilakan melapor jika menemukan adanya penyimpangan.

“Lokasi pos pengaduan itu ada di 32 kantor perwakilan dan satu kantor pusat di Jakarta. Pengaduan melalui situs resmi Ombudsman juga bisa dilakukan dengan cara mengakses www.ombudsman.go.id atau melalui pesan singkat di 08119899031,” paparnya, seperti dberitakan media massa.

Koordinator Bidang monitoring pelayanan publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menambahkan, ICW juga membuka 35 jaringannya di daerah-daerah termasuk Jakarta. “ICW menerima pengaduan dari penerimaan siswa baru di sekolah dan juga penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri,” ujar Febri.

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil menerima banyak pengaduan dari masyarakat terkait penerimaan siswa dan daftar ulang di sekolah-sekolah. Menanggapi hal itu, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Haryono Umar, mengingatkan agar sekolah tidak menjadikan masa penerimaan didik baru sebagai ajang bisnis.

Biaya-biaya yang dibebankan kepada siswa baru harus wajar dan sekolah dilarang mengkoordinir pembelian perangkat sekolah yang dipakai siswa. Sebab, perangkat sekolah itu merupakan jenis kebutuhan individu siswa.

“Dikhawatirkan pengkoordiniran ini menjadi kewajiban, kemudian memberatkan siswa dan menguntungkan pihak-pihak tertentu di sekolah,” katanya kemarin. (red/ris)

CATEGORIES
TAGS