Pengrajin Ulos Batak Menjerit, Harga Benang Naik 100%

Loading

Laporan: Redaksi

Merdi Sihombing - Ulos Batak

Merdi Sihombing sedang mempersiapkan mesin untuk memproduksi tekstil corak Ulos Batak

MEDAN, (Tubas) – Pelaku industri Ulos Batak kini menjerit menyusul naiknya harga benang tenun yang besaran kenaikannya di atas seratus persen. Jeritan itu semakin kencang mengingat harga jual Ulos Batak tidak bisa disesuaikan mengikuti kenaikan harga bahan baku.

Wartawan tubasmedia.com yang melakukan safari ke beberapa sentra tenunan industri Ulos Batak di Medan, Pematang Siantar, Balige dan Tarutung merekam komentar yang senada dari para pengrajin industri Ulos Batak. Bahkan ada suara dari mereka yang mengatakan, kalau usaha mereka terancam tutup.

Pasalnya, kata Amrin Panggabean, pemilik alat tenun bukan mesin (ATBM) di desa Lapangan Bola, Pematang Siantar, jika produksi terus dijalankan dengan harga benang yang terus “menggila”, bisa-bisa biaya produksi tidak akan bisa lagi ditutupi dengan harga penjualan produk.

Kenaikan harga benang tenun kata Amrin sudah berlangsung sejak lima bulan lalu. Jika sebelumnya mereka membeli benang dengan harga Rp 20.000 per kilo, kini naik menjadi Rp 40.000 per kilo. Itupun, kata Amrin yang pernah belajar industri di Jepang, barangnya sulit ditemukan.

“Harus pesan dulu. Kalau mendadak kita mau beli benang, jangan diharap seketika itu kita bisa memperolehnya. Tidak! Lain dengan suasana sebelumnya dan kami tidak tahu apa penyebabnya,” kata Amrin.

Tidak Mampu

Hal senada diungkapkan Oppu Rio Situmorang boru Marpaung saat ditemui di lokasi pabriknya yang mengoperasikan alat tenun mesin (ATM) di Balige. Nenek berusia 78 tahun ini mengaku heran, mengapa harga benang bahan baku Ulos Batak bisa melambung begitu tinggi.

“Kalau begini terus, kami lebih baik tutup saja karena tidak mampu lagi membiayai produksi sebab harga jual kami tidak bisa naik,” kata wanita yang sudah membuka usaha pertenunan Ulos Batak sejak tahun 1972 ini.

Katanya, benang 20 S yang selama ini mereka beli dari Bandung dengan harga Rp 4,2 juta per ball, sejak empat atau lima bulan lalu melejit naik menjadi Rp 9.000.000 per ball. “Kenaikannya itu kan di atas seratus persen,” ia menjelaskan. Demikian juga katanya, harga cat benang ikut naik.

Menjawab pertanyaan, Oppu Rio mengatakan seharusnya pemerintah segera turun tangan mengatasi kenaikan harga benang yang tidak wajar tersebut. Selain itu menurutnya, kenapa pemerintah tidak berusaha memperpendek jaringan perdagangan benang Ulos Batak, kenapa mereka yang dari Balige atau Tarutung dan Siantar harus beli benang dari Bandung.

Semestinya, lanjut Amrin dan Oppu Rio, benang sebagai bahan baku industri Ulos Batak disediakan di Medan agar semuanya lebih efisien, baik biaya transportasi maupun waktu.

Menurut mereka, tidak ada alasan pemerintah untuk menunda pembukaan jaringan perdagangan benang Ulos Batak di Medan yang jarak jangkauannya dari sentra-sentra industri Ulos Batak lebih dekat sehingga tidak perlu membuang-buang biaya yang akhirnya sia-sia.

Usul lain dari para pengrajin adalah sebaiknya pemerintah juga tampil menjadi pemeran pengadaan bahan baku industri Ulos Batak. Pemerintah menyediakan bahan baku tersebut lalu pengrajin membeli dari pemerintah sehingga manakala terjadi situasi seperti saat ini di mana harga benang melejit dan barangnya sulit ditemukan, para pengrajin tetap bisa eksis berproduksi dan tidak kesulitan lagi karena sudah ditangani pemerintah.

Tekstil Ulos Batak

“Saya kira usul kami ini bisa dipertimbangkan pemerintah,” tutur Oppu Rio yang memproduksi sedikitnya 300 lembar Ulos Batak setiap bulan dengan karyawan 40 orang.

Sejumlah pengrajin tenun Ulos Batak di Tarutung juga menyuarakan permintaan yang sama. Jaringan perdagangan bahan-bahan baku pertenunan Ulos Batak sebaiknya diperpendek dengan tujuan mengefisienkan segala biaya dan waktu. “Jadi kami tidak akan kesulitan lagi, mohon perhatian pemerintah,” kata para pengrajin tenun Ulos Batak.

Sementara itu, Merdi Sihombing, desainer Ulos Batak terkemuka saat ini saat ditemui di Medan mengatakan sebaiknya, Ulos Batak dikembangkan menjadi komoditi umum, bukan lagi hanya komoditi adat. Maksudnya, corak Ulos Batak sebaiknya dimodifikasi dan dijadikan tekstil dengan corak Ulos Batak.

Jika masih terus mempertahankan corak Batak hanya di atas lembaran Ulos Batak, pasar dan peminatnya terbatas hanya komunitas Batak dan tidak akan bisa berkembang. Untuk itu, Merdi kini sedang mempersiapkan diri dan teknologi serta peralatan untuk memproduksi tekstil dengan corak Ulos Batak.

Tekstil corak Ulos Batak diharapkan bisa menembus pasar umum bahkan hingga ke mancanegara. Ke depan katanya, bahan tekstil corak Ulos Batak bisa dari berbagai jenis, seperti sutera, katun dan apa saja sehingga semua pihak bisa mengenakan tekstil corak Ulos Batak. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS