Pengembangan Kewirausahaan dan Start-Up Capital

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

INDONESIA yang berpenduduk besar rasanya belum memiliki kebijakan pengembangan kewirausahaan dan start-up capital. Kalau programnya memang ada, sebagian dilakukan oleh beberapa kementrian dalam rangka pembinaan UMKM, sebagian lagi dilakukan perguruan tinggi dan sebagian lagi dikerjakan NGO dan komunitas penggiat.

Semuanya dilakukan atas dasar kesadaran masing-masing. Di pemerintah basisnya “proyek” APBN/APBD melalui kegiatan diklat yang durasi waktunya pendek. Di perguruan tinggi basisnya adalah melakukan proses transformasi keilmuan agar dapat mengejawantah dalam dunia wirausaha melalui proses inkubasi.

Prosesnya boleh dikata dimulai dari nol dan by design. Di komunitas penggiat pada umumnya dilakukan dalam berbagai pendekatan dan pada umumnya di dukung oleh fondation melalui progam CSR dll.

Progam semacam itu dalam pelaksanaannya ada yang berhasil tapi ada yang tidak. Salah satu sebabnya karena belum ada suatu lembaga start-up company yang secara profesional menggeluti usahanya untuk menyediakan dana yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan yang baru berdiri pada awal memulai operasionalisasi kegiatan usahanya.

Kalau mengakses ke sistem perbankan, pasti akan menghadapi persoalan persyaratan bankable. Dan para new comers cenderung akan mengalami kesulitan mendapatkan dana perbankkan. KUR bukan skema yang tepat untuk bisa dikategorikan sebagai instrumen start-up capital karena KUR pada dasarnya adalah skema pendanaan untuk mendukung progam pemberdayaan masyarakat miskin.

Yang paling tepat adalah venture capital untuk memberikan dukungan pembiayaan awal. Di masa lalu, tiap daerah propinsi memilki usaha yang bergerak di venture capital. Ada Jabar venture capital, Jateng venture capital dll. Tapi sayang tidak berlanjut hingga sekarang,dan yang muncul lembaga perbankan biasa seperti Bank DKI, Bank Jabar dll.

Dewasa ini dalam pengembangan, kewirausahaan cukup berkembang dengan pesat dan makin banyak kalangan remaja/kawula muda yang lebih tertarik untuk menggeluti membuat usaha sendiri dan atau bergabung dengan rekan-rekannya. Arahnya cukup positif dan rasanya pemerintah harus menumbuhkannya dengan dukungan kebijakan.

Progamnya sudah banyak dilakukan, tetapi dukungan kebijakannya malah belum ada. Pengembangan kewirausahaan pada dasarnya sejalan dengan semangat pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Dan tidak salah kalau pemerintah dan DPR sebaiknya membuat UU tentang Pengembangan Kewirausahaan agar progam yang dilaksanakan memiliki landasan hukum yang kuat.

Pemerintah harus menyediakan lingkungan yang kondusif bagi wirausaha dan tempat persemaian bakat baru muncul dan berkembang. Kebijakan ini konsep besarnya adalah memberdayakan masyarakat yang punya bakat dan kreatifitas sebagai kunci untuk mendorong kemajuan masyarakat di berbagai bidang dan sektor.

Kewirausahaan di sektor hotikultura pasti akan menarik kalangan muda kalau didukung oleh kebijakan yang baik. Demikian pula di bidang industri, bisnis waralaba dll. Kebangkitan kewirausahaan telah menjadi sebuah keniscayaan dan sekaligus kebutuhan di zaman modern dewasa ini. Jutaan orang akan bisa dientaskan dari belenggu kemiskinan dengan adanya progam kewirausahaan yang berhasil karena iklimnya diciptakan.

Dengan demikian setahap demi setahap perubahan akan terjadi bukan dalam kerangka top-down, melainkan bottom up karena masyarakat mulai bisa melepaskan ketergantungannya kepada upaya pemerintah dan bisa mengatasi persoalannya sendiri.

Akhirnya, penulis menjadi ingat apa yang pernah dikatakan oleh almarhum PM Rajiv Gandhi, yakni “Better a brain drain than a brain in the drain. Semoga bermanfaat. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS