Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

JUDUL tulisan ini persis sama dengan judul Bab XIV UUD 1945, dan amanatnya diatur dalam Pasal 33 dan 34. Judul ini pula yang akan dijadikan tema pada debat capres 15 Juni 2014. Tentu menarik mengikuti debat tersebut, karena rakyat diharapkan dapat mendapatkan penjelasan langsung tentang konsepyang akan disampaikan oleh kedua calon presiden.

Kalau dilihat sekilas, komitmen kedua pasangan capres/cawapres tentang tema “pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial” ada kemiripannya, tapi tidak sama dan sebangun. Strategi kubu Prabowo-Hatta melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan serta membangun kedaulatan pangan dan energi. Sedangkan kubu Jokowi-JK, isu yang diangkat adalah berdikari di bidang ekonomi dalam rangka mewujudkan kedaulatan di bidang ekonomi.

Dari sisi pengembangan sektor riil, penulis berpendapat, ada tiga sektor yang harus menjadi prioritas. Pertama, pemberdayaan Industri Kecil dan Industri Menengah, termasuk pengembangan lembaga koperasi. Kedua, pengembangan industri pengolahan yang mengolah sumber daya alam strategis. Ketiga, industrialisasi pertanian dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas.

Jika pemerintah serius mengembangkan ketiga sektor tersebut, maka fondasi ekonomi Indonesia akan kokoh. Sektor tradable akan mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat akan signifikan, karena pengangguran dan kemiskinan semakin berkurang. Dalam konteks yang lebih luas, jika ketiga sektor utama tersebut tumbuh dan berkembang secara efisien, dengan tingkat produktivitas yang tinggi, maka daya saing internasional akan meningkat dan dengan begitu akan berdampak langsung terhadap penguatan struktur posisi neraca transaksi berjalan, yang selama ini rentan defisit.

Kita harapkan pemerintah mendatang dapat membuat berbagai kebijakan dan program yang berkualitas, baik pada level kebijakan yang bersifat makro maupun pada tingkat kebijakan yang bersifat mikro. Catatannya adalah selama ini kebijakan yang bersifat makro sudah cukup baik,namun sangat memprihatinkan kondisinya ketika kita melihat postur kebijakan di tingkat mikro. Yang sudah sering kita dengar, koordinasi antarsektor dan antarwilayah sangat buruk. Dampaknya merugikan dalam pembangunan ekonomi, karena berakibat terjadi banyak trade off dan komplikasi, sehingga di lapangan banyak proyek pembangunan bidang ekonomi tidak dapat dieksekusi. Kalaupun dapat direalisasikan ongkosnya terlalu mahal karena high cost.

Disharmonisasi Regulasi

Situasi lain yang menjadi penghambat, terjadi disharmonisasi regulasi di pusat maupun daerah. Hal itu terjadi akibat sistem legislasi nasional tidak pernah berhasil melakukan harmonisasi sejak awal perencanaan hingga tahap penyusunannya. Ada semangat arogansi sektor dan kewilayahan dalam proses legislasi nasional, sehingga produk perundangan yang dihasilkan spektrum pengaturannya tidak dalam semangat membangun sistem konektivitas, tetapi lebih kuat membangun semangat yang berorientasi strukturalis, dalam pengertian hanya memperkuat basis sistem kelembagaan.

Hal lain yang bersifat strategis adalah pembangunan infrastruktur yang sejak era Reformasi tidak pernah berhasil dibangun secara masif. Pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial adalah satu paket isu kebijakan yang kita nanti-nantikan, karena sudah diamanatkan oleh konstitusi. Tema ini sekaligus harus dibangun dalam kerangka untuk mewujudkan pola pembangunan ekonomi yang bersifat inklusif dalam pemahaman, memberdayakan masyarakat sebagai aktor pembangunan ekonomi menjadi titik sentralnya. Kerangka kebijakan yang dikembangkan harus berorientasi pada peningkatan kemampuan inovasi bangsa, karena kita hidup dalam era persaingan yang ketat di antara sesama bangsa di dunia.

Semangat nasionalisme yang harus dibangun dalam kerangka membangun kemandirian ekonomi sebaiknya ditempatkan dalam posisi untuk membangun daya saing bangsa, karena memang ini yang kita butuhkan. Kita berharap agar tema pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial tidak hanya berhenti pada retorika politik yang kaya konsep dan miskin eksekusi, karena ketika telah duduk di singgasana kekuasaan, mereka yang terpilih lupa diri, terjebak oleh pengaruh kerja para invisible hand yang hanya bekerja untuk mengambil manfaat bagi peningkatan kesejahteraan diri sendiri, keluarga, dan para kroninya yang ujungnya adalah masuk kembali dalam perangkap crony capitalism.

Kita tunggu konstruksi kebijakan dan progam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosialnya akan diformat seperti apa oleh kedua capres yang berdebat pada 15 Juni 2014. Mudah-mudah cukup realistis dan rasional. Kita tidak berharap yang akan muncul adalah program yang bersifat charity dalam menerjemahkan visi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan social, sebagaimana diamanatkan konstitusi. ***

CATEGORIES

COMMENTS