Menjaga Keutuhan NKRI dengan Konektivitas

Loading

Oleh: Efendy Tambunan

ilustrasi

ilustrasi

KEKACAUAN distribusi paket soal ujian nasional bagi siswa SMA/SMK sederajat, akhir-akhir ini, menyadarkan kita betapa parahnya konektivitas di Indonesia sebagai negara kepulauan. Menguaknya permasalahan distribusi ini mengusik keutuhan Indonesia sebagai bangsa yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Indonesia sebagai negara kepulauan membutuhkan sistem transportasi yang memadai. Ironisnya, jaringan jalan darat, kereta api pelabuhan, dan bandara tidak terintegrasi dengan baik. Dampak negatifnya adalah jarak tempuh dan biaya perjalanan menjadi lama dan mahal.

Dalam angkutan logistik, jarak tempuh hanyalah salah satu variabel penentu harga. Perhitungan biaya angkut logistik juga dipengaruhi oleh efisiensi pelayanan di lokasi transit antarmoda, dinamika lalu lintas pada jaringan jalan, frekuensi, tonase, dan jaminan ketersediaan barang pulang-pergi.

Pada umumnya, biaya pengiriman barang ke Kawasan Indonesia Timur relatif mahal. Faktor-faktor yang menyebabkan mahalnya biaya angkut barang adalah distribusi pusat produksi lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sehingga kapal yang berlayar ke Kawasan Indonesia Timur selalu pulang tanpa muatan. Alhasil, biaya operasional kapal pulang-pergi dibebankan ke pemakai jasa angkutan. Demikian juga waktu pengiriman barang dengan moda laut selalu tidak tepat waktu, karena kapal selalu menunggu muatan hingga penuh.

Masalah transportasi di Kawasan Indonesia Timur tidak hanya pada masalah angkutan logistic, tetapi juga pada mobilitas penduduk melalui moda udara. Hingga saat ini tidak terdapat penerbangan langsung antarprovinsi di Kalimantan. Jika penduduk Kalimantan bepergian dari satu ibu kota provinsi ke ibu kota provinsi lain selalu transit di Jakarta. Alhasil, biaya naik pesawat antarprovinsi di Kalimantan menjadi mahal.

Demikian juga buruknya infrastruktur transportasi di Kalimantan dan Sulawesi turut memengaruhi waktu tempuh dan biaya mobilitas penduduk dan barang. Kondisi jaringan jalan nasional di Kalimantan (Transkalimantan) hanya 50 persen yang relatif baik. Penulis pernah melakukan penelitian dari Samarinda hingga Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim. Kondisi jalan dari Samarinda hingga ke Bontang relatif baik, tetapi kondisi jalan nasional dari Bontang melalui Sanggatta hingga ke Muara Wahau, relatif buruk.

Jalan permanen di Provinsi Kaltim hanya terdapat pada jalan nasional, provinsi, dan kabupaten. Jalan ke wilayah pedalaman banyak yang tidak permanen. Penulis pernah juga melakukan penelitian di wilayah pedalaman di Kecamatan Busang, Kutai Timur. Jarak tempuh dari Samarinda ke Busang hanya 150 kilometer, tetapi waktu tempuh perjalanan sekitar 8 jam. Lamanya waktu tempuh, karena jalan dibangun tidak permanen dan ketika musim hujan tiba, kondisi jalan sepanjang puluhan kilometer berubah menjadi kubangan.

Kondisi Geografis

Provinsi Papua adalah potret buram dari konektivitas fisik di Indonesia. Permasalahan di Papua tidak hanya buruknya sistem transportasi, tapi juga mahalnya biaya transportasi penumpang dan barang dari luar wilayah Papua. Pada umumnya, sebagian besar bahan bangunan dan bahan makanan dipasok dari luar Papua, sehingga harga barang di Papua, khususnya di wilayah pedalaman, sangat mahal.

Pada umumnya, kondisi geografis Provinsi Papua relatif bergunung. Karena itu, sistem jaringan jalan provinsi tidak terbangun hingga ke wilayah pegunungan tengah (pedalaman). Akses ke pegunungan tengah hanya dapat dicapai melalui transportasi udara sehingga transportasi udara sangat memegang peranan strategis di Propinsi Papua.

Bandara di kabupaten-kabupaten Pegunungan Tengah hanya bisa melayani pesawat berukuran kecil. Selain penumpang, pesawat ini juga mengangkut bahan bangunan dan kebutuhan rumah tangga dari Bandara Sentani Jayapura ke wilayah pedalaman.

Bandara Sentani adalah bandara yang berfungsi sebagai pusat distribusi barang dari Jayapura ke wilayah Pegunungan Tengah (pedalaman) Papua. Selain pusat distribusi barang, Bandara Sentani menjadi hub (penghubung) dari luar provinsi ke wilayah pedalaman Papua. Karena berfungsi sebagai pusat distribusi barang dan hub, Bandara Sentani mempunyai peran yang sangat strategis dalam sistem transportasi udara di Provinsi Papua.

Permasalahan utama pada sistem transportasi udara di Provinsi Papua adalah masalah frekuensi penerbangan, volume angkutan moda udara, cuaca dan tarif penerbangan. Pada umumnya, penerbangan ke wilayah Pegunungan Tengah tidak terjadwal, kecuali ke Kabupaten Wamena. Keadaan cuaca di wilayah pegunungan sering berubah, sehingga jadwal penerbangan dengan pesawat kecil sering pula berubah. Alhasil, harga tiket pesawat, bahan bangunan, dan kebutuhan rumah tangga di wilayah pedalaman, relatif mahal.

Bagaimana mendukung mobilitas penduduk dan barang yang efisien dari Sabang sampai Merauke, menjadi pekerjaan rumah pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta. Selain pemerataan kesejahteraan yang berkeadilan, konektivitas yang baik menjadi jaminan keutuhan NKRI.

Terobosan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan konektivitas pulau-pulau di Indonesia, antara lain, membangun jaringan jalan permanen hingga ke pedalaman, meningkatkan biaya pemeliharaan jalan nasional, provinsi dan kabupaten, meningkatkan kapasitas pelabuhan dan bandara, menambah hub penerbangan dari masing-masing maskapai penerbangan di Kawasan Indonesia Timur, dan memberikan subsidi kepada penerbangan perintis. ***

Penulis adalah Dosen Teknik Sipil UKI dan Direktur Toba Borneo Institute

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS