Membangun Kesejahteraan Dunia

Loading

Oleh: Winarso Suryolegowo

Ilustrasi

Ilustrasi

LAMA rasanya bangsa ini merindukan kedamaian, keadilan dan kemakmuran yang sebanding dengan kekayaan dan keterlimpahan yang dianugerahkan Tuhan kepada tanah air dan bangsa kita ini. Di manakah sesungguhnya letak kunci permasalahanya?

Dunia besar kita, apakah itu keluarga, masyarakat, bangsa maupun Negara, bahkan alam semesta, sesungguhnya sangat terikat pada tertibnya dunia kecil (manusia) yang menghuni di masing-masing habitatnya. Sebenarnya keadaan dunia kecil (manusia) yang runtut akan menambah serta memberi kesejahteraan dunia besar, sebab dunia besar dikuasai dunia kecil pula, karena itu rusaknya dunia kecil, artinya tidak tertib dan tidak susilanya dunia kecil, merusak/menggangu tata tenteram dunia besar pula (ref. Sasangka Jati).

Jadi, kata kuncinya adalah runtutnya tindakan manusia. Dalam kamus Javanese English Dictionary, runtut adalah : belonging together saling memiliki; atut-runtut : living together in harmony – hidup hormat menghormati, penuh kasih sayang (dalam dunia besar).

Marilah kita renungkan sejenak kata kunci runtut ini. Kita dituntut untuk secara runtut melaksanakan kehidupan ini sampai ke dalam sanubari yang dalam. Runtutnya gerak raga dan angan-angan lewat ucapan harus selaras dengan kehendak Tuhan. Runtut merupakan terbabarnya kebijaksanaan yang membuat manusia tertib dan susila.

Apabila kita serba tergesa serta kurang sabar, kadang memaksa diri untuk segera membuat loncatan tanpa mengingat keruntutan yang harus kita laksanakan dalam melaksanakan tugas-tugas kita di dunia, maka tidak akan pernah mendapat keharmonisan antara dunia besar dan manusia.

Runtut atau disiplin ternyata bukanlah merupakan tindakan yang mudah. Ketekunan, kesabaran, dan pelepasan rasa ego, sungguh diperlukan sekali untuk membuat raga dan jiwa kita menjadi runtut, harmonis dan selaras dengan kehendak Tuhan. Karena itu membangun keharmonisan raga dan jiwa pada setiap individu, merupakan syarat mutlak buat tercapainya kesejahteraan dunia besar kita.

Sebagai penutup, marilah kita nikmati sejenak sebuah rangkaian puisi yang terukir pada sebuah makamdi Westimenster tahun 1100 sebagai berikut :

Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia.
Seiring dengan tumbuhnya usia dan kearifanku, kudapati dunia tidak kunjung berubah.
Maka cita-cita itu pun kupersempit, lalu kuputuskan untuk mengubah negeriku.
Namun tampaknya hasratku itu pun tiada hasilnya.

Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa.
Kuputuskan untuk mengubah keluarguku, orang-orang yang paling dekat denganku.
Tetapi celakanya mereka pun tidak mau diubah.

Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari:
Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku, maka dengan menjadikan
diriku panutan, mungkin aku akan bisa mengubah keluarga,
lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku pun bisa memperbaiki negeriku.
kemudian siapa tahu, … aku bahkan bisa mengubah dunia.
***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS