Megawati Luncurkan Peringatan Keras kepada Jokowi
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dinilai telah memberikan peringatan keras kepada Presiden Jokowi melalui tulisan opini di harian Kompas Senin 8 April 2024.
Selanjutnya, opini Megawati Soekarnoputri tersebut menjadi perhatian publik. Banyak yang menilai tulisan berjudul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” itu adalah kritikan yang disampaikan Megawati kepada pemerintah pimpinan Presiden Jokowi.
Pengamat politik, Muslim Arbi bahkan menyebut melalui tulisan itu Megawati memberikan peringatan keras kepada Jokowi akan terjadinya guncangan politik dan pemerintahan.
Muslim menuturkan kebersamaan PDIP dan Jokowi pecah sejak keduanya mempunyai jagoan yang berbeda pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Jokowi menjagokan Prabowo-Gibran sedang PDIP mengusung Ganjar-Mahfud.
Oleh karena itu Direktur Gerakan Perubahan ini yakin kritik Megawati soal lupa etika ditujukan kepada Jokowi.
“Koalisi dukungan pemerintah menjadi pecah, karena berbagai kritik yang dilontarkan Megawati kepada pemerintah Jokowi sepertinya tidak digubris, bahkan terlihat Jokowi bangun permusuhan dengan Megawati sehingga di internal PDIP, Jokowi dikritik sebagai malin kundang,” katanya.
Muslim menduga Jokowi merasa sudah sangat kuat setelah hampir 10 tahun berkuasa. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun seolah tidak lagi membutuhkan PDIP dan Megawati.
Lua Daratan
“Sehingga mantan Gubernur DKI Jakarta itu seperti lupa daratan dengan agenda-agenda sendiri. Nampaknya Jokowi ingin menjadi King Maker juga, padahal itu membahayakan sisa kekuasaannya,” ucapnya.
Muslim meyakini Megawati menyadari hal tersebut sehingga membuat tulisan bernada kritik keras kepada Jokowi.
“Patut diperhatikan betul dan serius oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Jika MK karena di bawah tekanan tertentu sehingga tidak memutus sesuai fakta-fakta persidangan Mahkamah, bisa jadi tulisan Megawati dengan tulis tangan tinta merah itu menjadi alarm keras, akan menjadi goncangan politik dan pemerintah,” pungkas Muslim.
Untuk diketahui, Megawati Soekarnoputri dalam opini yang berjudul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” itu, Megawati menyebut dirinya sebagai “seorang warga negara Indonesia” menyinggung sejumlah hal terkait politik.
Menurut Megawati, hakim Mahkamah Konstitusi mesti bersikap negarawan karena bertanggung jawab terhadap terciptanya keadilan substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal yang paling utama.
Megawati menyatakan, keadilan dalam perspektif ideologis harus dijabarkan ke dalam supremasi hukum. Budaya hukum, tertib hukum, institusionalisasi lembaga penegak hukum dan keteladanan aparat penegak hukum menjadi satu kesatuan supremasi hukum.
Lebih Mendalam
“Sumpah presiden dan hakim Mahkamah Konstitusi menjadi bagian dari supremasi hukum. Namun, bagi hakim Mahkamah Konstitusi, sumpah dan tanggung jawabnya lebih mendalam dari sumpah presiden,” katanya.
Megawati juga menyampaikan, presiden adalah pihak yang wajib bertanggung jawab mempraktikkan etika dalam bernegara.
“Presiden memegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan yang sangat besar. Karena itulah penguasa eksekutif tertinggi tersebut dituntut standar dan tanggung jawab etikanya agar kewibawaan negara hukum tercipta,” ucap Megawati.
Megawati menyatakan Presiden berdiri di atas semua golongan dan bertanggung jawab atas keselamatan seluruh bangsa dan negara.
“Segala kesan yang menunjukkan bahwa presiden memperjuangkan kepentingan sendiri atau keluarganya adalah fatal. Sebab presiden adalah milik semua rakyat Indonesia,” tulis Megawati.
Megawati selanjutnya mengatakan, pengerahan aparatur negara dalam Pemilu buat kepentingan pihak tertentu terjadi sejak 1971. Praktik itu, kata Megawati, berlangsung sampai 2024 yang menurutnya puncak evolusi kecurangan.
“Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM),” ujarnya.
Junjung Tinggi Kebenaran
Megawati menyampaikan, dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 juga diwarnai dengan motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan Presiden.
“Nepotisme ini berbeda dengan zaman Presiden Soeharto sekalipun karena dilaksanakan melalui sistem pemilu ketika Presiden masih menjabat dan ada kepentingan subyektif bagi kerabatnya,” kata Megawati.
Ibu kandung Ketua DPR RI Puan Maharani ini juga mengingatkan supaya para Hakim Konstitusi yang menangani sengketa hasil Pilpres 2024 selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
“Oleh karena itulah, belajar dari putusan Perkara Nomor 90 di Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial, saya mendorong dengan segala hormat kepada hakim Mahkamah Konstitusi agar sadar dan insaf untuk tidak mengulangi hal tersebut,” papar Megawati.(sabar)