Machiavelis

Loading

Oleh: Edi Siswoyo

ilustrasi

ilustrasi

BOHONG bukan lagi suatu keanehan di dalam masyarakat politik di Indonesia sekarang ini. Bohong sudah menjadi hal biasa. Saking biasanya, bohong sering menjadi bumbu penyedap permainan politik. Kekuasaan dan kebohongan sudah inherent (melekat) di dalam perilaku politik. Ungkapan kuno “politik menghalalkan segala cara” dari Nicolo Machiaveli bisa jadi masih tetap relevan.

Di panggung politik nasional perilaku politik machiavelis begitu sering dipertontonkan, sehingga di masyarakat berkembang ungkapan politik itu kotor. Sejatinya politik itu bersih dan baik, hanya perilaku para politisi yang kotor dan buruk. Kenyataan iu terliha jelas saat kampanye Pemilu dan realita setelah mendapatkan kekuasaan. Di panggung kampanye janjinya anti korupsi, kenyataanya malah korupsi. Semboyanya berjuang bersama rakyat eh malah berjalan sendiri-sendiri.

Musim kampanye Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 sudah tiba. Sebuah kesempatan bagi Partai politik (Parpol) kembali mengobral janji-janji manis. Saatnya bagi rakyat–pemilih–kembali terbengong-bengong mendengarkan, melihat, dan mencatat apa yang diucapkan dan dilakukan para politisi. Harap-harap cemas terbayang dalam penantian masa depan.

Harapan harus tetap ada. Termasuk harapan kepada politik sebagai seni dari suatu kemungkinan. Segala kemungkinan bisa terjadi dalam politik. Termasuk kemungkinan yang mengiringi langkah Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (Capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjunagan (PDIP) dalam Pemilu 2014. Banyak kemungkinan bisa terjadi, satu diantaranya spekulasi pemanfaatan popularitas Jokowi.

Selain menjadi Capres Gubernur DKI Jakarta itu juga juru kapanye nasional PDIP dalam Pileg 2014. Kehadiran Jokowi di panggung kampanye dispekulasikan hanya untuk mendulang suara dan mendongkrak perolehan kursi PDIP di DPRD dan DPR. Lho kok begitu? Ya, soalnya pencapresan Jokowi hanya berdasarkan mandat Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Mandat itu gampang dicabut oleh adanya pertimbangan kepentingan besar atau kepentingan pribadi setelah Pileg 9 April mendatang.

Hanya itu? Tentu saja tidak. Lihat catatan catatan sejarah, tak seorang pun presiden Republik Indonesia yang terbebas dari campur tangan kepentingan binis konglomerat dan kepentingan politik barat (Amerika Serikat) yang sudah menggurita di Indponesia. Masyarakat berharap, Megawati Soekarnoputri tidak berbohong dan PDIP tidak machiavelis! ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS