Konsekwensi Hidup dalam Sistem Ekonomi Terbuka

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

TEMA ini adalah catatan kecil dari sebuah realita bagi sebuah negara yang hidup dalam lingkungan ekonomi yang sudah sangat terbuka yang proses interaksinya menuntut berlangsung secara efisien dan tepat waktu akibat kemajuan teknologi informasi. Indonesia adalah menganut sistem ekonomi terbuka, liberal dan mengadopsi perdagangan bebas tanpa persiapan yang “matang”.

Kalau prinsip ini dianut, maka kondisi yang wajib dipenuhi untuk bisa hidup dalam lingkungan ekonomi yang terbuka, liberal dan menganut rezim perdagangan bebas, sistem ekonomi nasionalnya harus efisien dan produktifitasnya harus tinggi. Syarat ini hingga sekarang belum berhasil dipenuhi oleh Indonesia dan karena itu daya saing ekonomi nasional sangat rentan dan mudah bergejolak oleh pengaruh eksternal maupun internal.

High cost economy tetap menjadi ancaman yang bersifat laten. Hal demikian sudah diketahui. Ancaman defisit neraca berjalan terus berlangsung, nilai tukar tidak pernah bisa stabil dan cenderung melemah. Inflasi tinggi, suku bunga tinggi akibat infrastruktur yang buruk. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan/regulasi dan progam hampir tidak pernah terjadi sehingga banyak proyek pembangunan tidak cepat dapat dieksekusi.

Sudah tahu penyakit dan penyebabnya, tetapi tidak bisa mengobatinya. Olok-olok orang awam sering mengatakan bahwa apa dokternya yang “bodoh” atau karena penyakitnya sudah bertumpuk-tumpuk sehingga para dokternya bingung dibuatnya sendiri dari mana dan bagaimana cara mengobati penyakit ekonomi yang dihadapi negara ini.

Kalau anda jadi petinggi di negara ini dan dipercaya mengurus bidang ekonomi pasti akan galau dan resah karena sudah capek bekerja siang malam, jumpalitan putar otak tapi terkesan hasilnya tidak ada. Artinya, sistem ekonomi nasional tetap tidak efisien, daya saingnya lemah akibat high cost.

Ini adalah problem yang laten. Menjadi sangat paradoks manakala di fora internasional, negara ini ikut masuk sangat mendalam ke dalam sistem perdagangan bebas yang liberal tanpa basis kebijakan dan strategi yang jelas dan terukur, sementara itu basis logistiknya di dalam negeri sangat tidak efisien dan rendah produktifitasnya.

Hitung-hitungannya secara makro, Indonesia dalam posisi merugi karena kondisi internalnya tidak berhasil dikelola dengan baik dan efektif. Orang bijak mengatakan bahwa Indonesia adalah kaya tapi sejatinya miskin. Agak berat untuk mengatakan bahwa Indonesia tidak berhasil menjadi bangsa dan negara yang melakukan proses pembelajaran untuk memperbaiki sistem ekonominya agar menjadi sistem yang unggul.

Kita bangga para petinggi yang mengurus bidang ekonomi sering menyampaikan ucapan yang penuh misteri, yaitu fondamental ekonomi masih cukup kuat karena pemerintah mampu mengelola kebijakan makro ekonomi yang prudent. Di bidang kebijakan moneter harus diakui banyak hal yang sudah dikerjakan dan hasilnya terasa dalam mengendalikan overheating economy.

Tapi di bidang kebijakan fiskal, kita belum mendapatkan suatu manfaat langsung yang bisa ikut berkontribusi terhadap upaya menekan overheating economy karena arah dan sasaran kebijakaan fiskal lebih banyak menghasilkan bias daripada efektif. Hal ini akibat tata kelola yang buruk dan kebijakan fiskal tidak pernah bersifat independen, alias tidak bebas nilai.

Kalau kebijakan makro ekonomi yang pilarnya moneter dan fiskal harusnya kedua instrumen itu harus dikelola secara independen. Pelaksanaan kebijakan fiskal nasional fokusnya terlalu melebar dilihat dari fungsi alokasi dan distribusi karena semua sektor menganggap dirinya penting dan prioritas pada skala nasional.

Belum lagi didistorsi habis-habisan oleh perilaku korup sehingga terjadi dis-orientasi pembangunan tanpa pernah ada upaya serius untuk mengatasinya bahkan cenderung terkesan ada pembiaran secara politik anggaran. Di sektor mikro atau sektoral terjadi dis-integrasi kebijakan dan progam lebih masif karena sistem perencanaan nasional gagal mewujudkan konsep yang integratif baik di tingkat perencanaan maupun pelaksanaannya. ***

CATEGORIES

COMMENTS