Kinerja Ekonomi Nasional

Loading

Oleh: Fauzi Azis

ilustrasi

ilustrasi

BERDASARKAN data resmi yang dirilis pemerintah, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,78% tahun 2013. Capaian ini banyak yang memberikan catatan bahwa meskipun ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas 5%, tapi pertumbuhan terrsebut dinilai kurang berkualitas.

Pertumbuhan yang dihasilkan belum mampu mengubah postur struktur PDB dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yang nyaris konstan posisinya. Sumbangan pengeluaran konsumsi tetap dominan pada kisaran 55%. Konsumsi pemerintah juga tidak ada perubahan, yakni berada pada kisaran 9%.

Pembentukan modal tetap bruto sama saja, yakni berada pada level 30% sumbangannya terhadap PDB dan sumbangan sektor perdagangan internasional mandeg pada posisi antara 23-25%. Capaian kinerja semacam ini masih dapat diberikan catatan-catatan kritis yang lain. Di antaranya adalah: 1) Instrumen kebijakan dan progam yang dijalankan oleh pemerintah, ibarat obat belum mampu menyembuhkan penyakitnya karena transformasi ekonomi yang kita harapkan dalam 10 tahun berjalan tidak menghasilkan perubahan secara struktural.

Harusnya ketika ekonomi Indonesia sudah berhadapan langsung dengan rezim perdagangan bebas di kawasan dan global, porsi sumbangan pembentukan modal tetap bruto dan perdagangan internasional masing-masing seharusnya sudah bisa mencapai sekitar 40% dan di atas 50% seperti yang terjadi di negara Asean lainnya.

Tidak bijaksana kalau kita menyebut pemerintah tidak bekerja secara maksimal. Barangkali lebih tepat kalau disebut hanya kurang fokus saja pemerintah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. 2) Nyaris tidak ada kebijakan dan progam yang bersifat terobosan atau out of the box karena banyak faktor regulasi yang sulit “dijebol” akibat diatur dalam undang-undang.

Kalaupun bisa memerlukan waktu yang cukup panjang karena harus dibahas dengan DPR. Belum lagi yang diatur dalam banyak perda propinsi maupun kabupaten/kota. Trade off semacam ini yang banyak menimbulkan hambatan dalam menjalankan roda perekonomian di negeri ini. Sampai ada candaan bahwa ekonomi Indonesia itu yang menggerakkan adalah prosedur dan rekomendasi atau sarat dengan muatan aturan main yang sebagian diantaranya barangkali tidak dibutuhkan.

Bisa juga disebut kegiatan ekonomi yang berbasis regulasi. Tidak salah kalau semangat regulasi yang dikembangkan memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian berusaha,bukan malah sebaliknya menimbulkan ketidak pastian dan berbiaya tinggi. 3) APBN Indonesia tiap tahun jumlahnya kian membesar,yang pada tahun 2014 mencapai Rp 1.800 triliun lebih.

Namun kalau kita dalami,yang terjadi adalah pemerintah terlalu boros membelanjakan APBN dan juga APBDnya yang dikelola pemerintah daerah akibat pos pengeluarannya bersifat konsumtif. Akibatnya,fungsi APBN sebagai mesin pertumbuhan ekonomi tidak berdampak besar terhadap pembentukan PDB. Manajemen APBN untuk bisa menggerakkan roda ekonomi terhambat oleh oleh sistem yang berlaku,dimana APBN secara ekspisit dinyatakan dalam Undang-undang nomor 17/2003 tentang keuangan negara berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan pemerintah pusat dan penyelenggaraan perimbangan keuangan daerah yang selama ini kita kenal dengan istilah transfer cash ke daerah dalam bentuk DAU/DAK.

Akibat sistemnya seperti itu, pendekatan alokasi budget yang dilakukan tiap tahun lebih menitik beratkan pada pendekatan kementrian/lembaga, bukan lagi pendekatan progam. Renstranya-pun disebutnya sebagai renstra kementrian/lembaga, bukan renstra progam. Progamnya tetap ada di masing-masing kementrian/lembaga yang nomen klaturnya sesuai bidang tugasnya masing-masing. ***

CATEGORIES

COMMENTS