Kemiskinan Dapat Membuat “Kejahatan” Merajalela

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

MISKIN harta, miskin pendidikan dan kesehatan, miskin harkat martabat dan moralitas, serta miskin kesempatan, adalah kompleksitas permasalahan kemiskinan di negara manapun. Oleh sebab itu, PBB meluncurkan progam Millennium Development Goals, yang pelaksanaannya tertatih-tatih dan dinilai kurang berhasil.

Progam ini harusnya rampung 2015, namun karena berbagai alasan, diperpanjang dengan berbagai penyempurnaan. Di setiap negara, ada program jaring biasa yang disebut pengaman sosial (social safety net) dan anggaran negara sebagian dipakai untuk mendukung jalannya program tersebut.

Indonesia harus menjalankan program itu karena diamanatkan oleh UUD 1945. Ketika kemiskinan bermuara pada ranah isu soal ketidak adilan, maka berbagai situasi bisa terjadi. Pembunuhan, perampokan, dan pemerkosaan terjadi di mana-mana. Masyarakat menjadi anarkis. Kalau melihat pemberitaan di media cetak dan televisi peristiwa semacam itu sepertinya telah terjadi di mana-mana di negeri yang kita cintai ini.

Kemiskinan sepertinya berkorelasi positif dengan peristiwa pembunuhan, perampokan, dan pemerkosaan. Peristiwa Cebongan sempat memunculkan fenomena di masyarakat berlakunya hukum rimba. Sementara itu, rakyat miskin yang hidup di gubuk reot saban hari menonton dan melihat dengan mata kepala sendiri sebagian oknum pejabat dan politisi hidup dalam kemewahan. Berita KKN masuk ke telinga mereka.

Sebagai manusia yang hidupnya serba kekurangan, nuraninya mudah terusik manakala jiwanya sedang gundah untuk bisa bertahan hidup.Sistem kapitalisme liberal menjadi salah satu faktor yang melahirkan masalah ketidakadilan Kiranya, kita tidak perlu berargumentasi tentang statistik angka kemiskinan, baik absolut maupun relatif, dengan ukuran apapun, karena dalam kondisi apa pun, kemiskinan pasti akan tetap ada.

Kondisi yang terjadi di negeri ini, faktor penyebabnya tidak tunggal. Berbagai situasi mengakumulasi dalam satu sikap yang akhirnya melahirkan situasi buruk, seperti digambarakan di atas. Kesungguhan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah hal yang penting. Komitmen untuk mengurangi kelompok masyarakat miskin harus ditunjukkan secara nyata oleh pemerintah dan juga masyarakat yang hidupnya berkecukupan.

Almarhum Hugo, Presiden Venezuela disenangi dan dicintai rakyatnya, karena dia dianggap berhasil mengatasi masalah kemiskinan.Di negaranya, sebelum dia meninggal dunia, angka kemiskinan jauh di bawah 10%. Pertumbuhan ekonomi tidak akan pernah berhasil mengentaskan kemiskinan, karena pertumbuhan hanya bisa diakses dan dinikmati oleh sekelompok masyarakat pemodal dan sekelompok masyarakat lain yang relatif mengenyam pendidikan dengan baik.

Kemiskinan tidak cukup hanya dibantu dan diatasi dengan BLT atau sejenisnya. Atau tidak cukup dengan progam bagi-bagi sembako. Kelompok masyarakat miskin butuh juga keberlanjutan hidupnya, dan secara manusiawi, mereka tidak mau selama hidupnya menjadi bergantung pada orang lain. Mereka juga butuh eksis sebagai warga negara dan pasti juga ingin ikut menikmati kemajuan peradaban.

Wajib Dimajukan

Sesuai perintah konstitusi, kelompok masyarakat miskin memang wajib dimajukan kehidupannya, diperbaiki kesejahteraannya dan dipedulikan pendidikan dan kesehatannya. Program pemberdayaan kelompok masyarakat miskin sejatinya sudah cukup banyak dibuat dalam berbagai model pendekatan. Hanya, pelaksanaannya kurang serius, tidak sinambung dan cenderung business as usual. Masyarakat yang merupakan para penggagas dan pelaksana progam social entrepreneur, sebenarnya banyak yang berhasil melakukan pemberdayaan masyarakat miskin. Mereka bergerak di berbagai bidang, baik ekonomi maupun pendidikan dan yang lain-lain.

Mereka boleh miskin, tapi pada dirinya pasti banyak talenta dan bakat yang dimiliki oleh masyarakat miskin. Supaya efektif, anggaran program pengentasan kemiskinanan tidak disebar ke berbagai kementrian, atau lembaga seperti yang selama ini dilakukan oleh pemerintah. Tetapkan saja menjadi tanggung jawab kementrian/lembaga tertentu.

Pelaksanaannya tidak harus dikerjakan sendiri oleh lembaga yang bersangkutan, tapi dapat bekerja sama dengan NGO yang kompeten, seperti para penggiat progam social entrepreneur dan lembaga pengabdian masyarakat di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Model dan pendekatannya disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Program semacam ini harus berkelanjutan dan pada dasarnya dilakukan dengan semacam inkubasi. Jangan pernah berpikir instan untuk melaksanakan progam pengentasan kemiskinan. Mereka para penggiat tadi ditunjuk langsung oleh pemerintah, tidak harus ditender.Yang penting, penggunaan anggarannya harus transparan dan akuntable. Pendekatannya by design di setiap wilayah di republik ini, sehingga keberhasilan atau kegagalannya dapat cepat diketahui oleh publik.

Secara keuangan negara, BPK atau BPKP, ditugasi untuk mengawasi, dan dalam pelaksanaanya, media dapat dilibatkan untuk mengawal agar tidak belak-belok dan benar-benar bermanfaat bagi warga binaan. Mekanisme semacam ini mungkin tepat dipakai sebagai referensi dalam kehidupan masyarakat yang makin terbuka. Akhirnya, problem kemiskinan dapat membuat kejahatan merajalela, akibat pemerintah dan para pemimpinnya tidak dekat dengan rakyat. Dekat hanya pada saat mereka memerlukan, seperti jelang pemilihan bupati, wali kota, gubernur, presiden, dan pemilihan anggota legislatif. Habis manis sepah dibuang. Selesai semua bentuk perhelatan tadi, rakyat “dilupakan”.

Orang-orang jahat hidup bebas (termasuk para koruptor). Kemiskinan membuat kejahatan merajalela. Inilah kisah nyata yang terjadi di abad lampau, di mana kegelapan menutupi seluruh Eropa, karena para pemimpin dan penguasanya tidak pernah memikirkan kehidupan dan kesejahteraan rakyatnya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS