Kampung- kampung dalam Kota Terancam Kekuatan Ekonomi Besar

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

MUNGKIN tidak terlalu lama lagi, kampung-kampung permukiman dalam kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), akan terancam menjadi deretan bangunan-bangunan komersial, karena dikuasai oleh kekuatan ekonomi besar. Khusus untuk Jakarta, bukan hanya perkampungan lama yang terancam alih fungsi, tetapi permukiman baru pun seperti kawasan Tebet, Kebayoran Baru, Pondok Indah sudah banyak diincar pemodal besar untuk dibangun pusat-pusat bisnis dan perdagangan.

Belum lama ini, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Perumahan yang Layak, Raquel Rolnik dalam siaran persnya, meminta pemerintah (Indonesia tentunya-Red) memberikan perhatian serius pada persoalan lonjakan harga tanah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Lahan perkotaan yang mulai langka dan harga tanah perkotaan yang meroket, menyebabkan kampung-kampung dalam kota menghadapi ancaman kekuatan ekonomi yang besar. Bukan mustahil, para pemukim di kampung-kampung rela atau terpaksa pindah lokasi dan setuju alih fungsi, karena tergiur oleh tawaran harga tanah yang tinggi.

Kenyataannya, akhir-akhir ini bangunan ritel dan komersial sudah banyak mengelilingi kampung-kampung di dalam kota di Jabodetabek, tetapi pemerintah kota jarang menyertakan atau memprioritaskan kampung dalam rencana pembangunan. “Tidak ada ruang bagi masyarakat miskin di kota, karena tingginya harga lahan dan perumahan. Padahal, hak atas perumahan yang layak, merupakan suatu hak universal dan bukan hanya hak orang kaya,” tegas Rolnik dalam siaran persnya di Jakarta, baru-baru ini.

Memang, kalau kita amati belakangan ini, pertumbuhan bangunan-bangunan komersial, pusat-pusat niaga dan perkantoran mewah, cukup pesat di kota-kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Daerah yang semula perkampungan, tampaknya dalam waktu singkat sudah disunglap menjadi lokasi komersial berupa deretan bangunan tinggi dan mewah. Tidak jarang orang bisa keliru mencari alamat, karena patokan sudah hilang dan tata ruang sudah berubah. Sama seperti hasil pengamatan Raquel Rolnik, tidak jarang ada bangunan ritel dan komersial mengelilingi kampung-kampung, yang bahkan akses jalan untuk suatu kampung tertentu, menjadi tertutup, seperti pernah terjadi di daerah Bintaro dan Serpong, Tangerang Selatan.

Ada tendensi kawasan-kawasan yang strategis dalam kota di Jabodetabek, menjadi perebutan pemodal besar untuk dikuasai. Sehingga, daerah permukiman yang dekat- dekat dengan pembangunan lokasi komersial, hendaknya siap-siap untuk hengkang, karena secara lambat-laun akan diincar oleh pemodal besar yang lain. Sebagai contoh di Jakarta, ingat dulu perkampungan di daerah Senayan, antara Jln Jenderal Sudirman hingga daerah Mampang, yang dengan segala cara dilakukan oleh para pemodal besar untuk menguasai, hingga sekarang ini bisa dikenal sebagai kawasan SCBD Sudirman. Demikian juga kawasan segitiga Kuningan, kawasan Setiabudi, kawasan Taman Anggrek, Citraland, kawasan Agung Podomoro, dll.

Protes Warga Pondok Indah

Penguasaan daerah perkampungan atau lokasi permukiman penduduk ini, seperti yang dirilis Pelapor Khusus PBB untuk Hak Perumahan yang Layak tersebut, memang kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah kota. Tingginya harga lahan justru diatur oleh para pemodal besar yang menguasai kawasan-kawasan strategis, sehingga tidak ada lagi ruang bagi masyarakat, terutama warga miskin untuk bermukim di dalam kota. Alih fungsi peruntukan ini, sangat berdampak bagi kemacetan lalu lintas, ongkos hidup yang semakin tinggi, dan kesemrawutan tata ruang yang hanya diatur menurut kepentingan pemilik modal.

Hal ini pulalah yang dikhawatirkan warga Pondok Indah, sehingga mereka melakukan protes atas rencana pembangunan Pondok Indah Town Center Superblock. Kawasan Pondok Indah yang semula dikembangkan hanya sebagai kawasan perumahan di Kebayoran Baru, dikhawatirkan lama-lama berkembang menjadi kawasan bisnis dan perdagangan. Jalan Metro Pondok Indah yang semula hanya jalan utama perumahan, namun kini menjadi jalan arteri padat dan bahkan menjadi jalur khusus bus transjakarta dari selatan Jakarta ke pusat kota.

Warga menilai pembangunan di kawasan Pondok Indah sudah tak terkendali. Beberapa sekolah atau bangunan umum dibangun, tanpa daya dukung parkir dan akses jalan yang memadai. Jalan lingkungan perumahan dijadikan jalan umum. Hunian berubah menjadi tempat usaha. Kasus Pondok Indah hendaknya dijadikan pelajaran bagi semua pemangku kepentingan, terutama bagi pemerintah kota untuk melindungi perkampungan dan permukiman penduduk. Tata ruang kota selama ini menjadi rusak, karena banyak ditentukan oleh kepentingan swasta pemilik modal. ***

CATEGORIES
TAGS
OLDER POST

COMMENTS