Kampung Arab di Cisarua Bogor, Langgar Hukum
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ombudsman Republik Indonesia menemukan sejumlah potensi mal-administrasi pada penataan kawasan Kampung Arab di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mal-administrasi dimaksud berupa tindakan pembiaran dan pengabaian kewajiban hukum.
Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala menjelaskan, berdasarkan hasil investigasi, tidak ditemukan data mengenai jumlah imigran, pekerjaan informal yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA).
Begitu pula dengan data status kepemilikan aset tanah, izin mendirikan bangunan dan tempat usaha yang tidak sesuai, serta status dan administrasi anak hasil perkawinan campuran.
“Berdasarkan beberapa temuan tersebut, pemerintah Kabupaten Bogor harus segera mengambil langkah pembenahan. Jika tidak, maka dapat berpotensi mal-administrasi yaitu tindakan pembiaran,” sebut Adrianus, dalam konferensi pers daring pada Kamis (30/7).
Selain itu, lanjut dia, Pemkab Bogor dinilai belum melaksanakan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 mengenai penanganan imigran. “Hal ini juga dapat berpotensi mal-administrasi berupa tindakan pengabaian kewajiban hukum,” lanjut dia.
Adrianus sampaikan, belum ada data jumlah imigran yang ada di Kampung Arab Cisarua Bogor. Pasalnya, aparat setempat juga mengaku kesulitan melakukan pendataan dikarenakan para imigran yang sering berpindah-pindah tempat.
Ombudsman juga menyoroti dugaan penyelundupan hukum, dimana aset berupa tanah yang dijadikan tempat usaha, khususnya vila diduga dimiliki oleh orang asing dan dikelola oleh penduduk lokal. Secara administratif nama yang tertera di sertifikat adalah nama penduduk lokal, namun pemilik sebenarnya adalah WNA.
Langgar Ketentuan
Tak hanya itu, Ombudsman menemukan terdapat WNA di kawasan Kampung Arab Cisarua melakukan pekerjaan di sektor informal. Seperti berdagang di pasar, menjadi tukang pangkas rambut, penjual parfum dan sebagainya.
“Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai penggunaan tenaga kerja asing,” lanjut dia.
Ombudsman juga menemukan terdapat papan reklame bertuliskan Arab di sepanjang ruas jalan wilayah Desa Tugu Selatan. Hal tersebut dikhawatirkan terdapat penyebutan yang tidak sesuai dan berkesan menyesatkan.
“Belum terdapat Perda yang mengatur mengenai penggunaan bahasa Indonesia, sebagaimana telah diatur dalam UU No. 63 tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia,” ujar dia.
Lebih jauh Adrianus mengatakan, imigran yang telah lama menetap di Indonesia, tidak menutup kemungkinan menikah dengan warga sekitar dan memperoleh anak. Berdasarkan investigasi Ombudsman, hingga saat ini belum terdapat pembuatan akta kelahiran, Kartu Identitas Anak (KIA), dan administrasi kependudukan lainnya untuk anak hasil perkawinan campur.
“Berdasarkan hasil kajian tersebut, Ombudsman menyampaikan sejumlah saran perbaikan kepada Bupati Bogor agar memerintahkan Camat dan Kepala Desa untuk pengawasan terkait keberadaan WNA, serta melakukan pendataan dan pelaporan setiap bangunan dan tempat usaha yang terindikasi dimiliki orang asing,” lanjut dia.
Selain itu, Bupati Bogor disarankan berkoordinasi secara aktif dengan Kantor Pertanahan Bogor. Koordinasi untuk mengetahui perkembangan terkait status kepemilikan tanah yang terindikasi dimiliki orang asing yang melakukan pelanggaran.
Terkait keberadaan imigran, Ombudsman memberikan saran agar Bupati Bogor melakukan pendataan para pencari suaka/imigran secara terpadu. Tujuannya untuk memudahkan pengawasan dan mengetahui kepastian jumlah imigran. Serta, koordinasi secara aktif dengan instansi pusat yang terkait dengan penanganan imigran.
“Pemkab Bogor agar segera melokalisir dan menyediakan tempat penampungan bagi para imigran sebagaimana amanat Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari luar negeri,” pungkasnya. (sabar)