Jika Menderita, Carilah Tuntunan di Dalam Penderitaan Itu

Loading

Oleh: Markito

ilustrasi

ilustrasi

KIRANYA para pembaca telah mengerti dan telah pernah mengalami apa yang disebut dengan penderitaan. Rasa sedih menguasai jiwa kita. Suasana yang gelap meliputi angan-angan kita. Tidak jarang orang yang dalam keadaan demikian menjadi putus asa dan mengambil tindakan-tindakan yang tidak masuk akal. Tidak mau makan, tidak dapat tidur, tidak ada semangat untuk bekerja sudah merupakan hal yang biasa dialami oleh mereka yang sedang diliputi suasana sedih.

Mengapa orang menjadi menderita? Apa yang menyebabkan seseorang menderita dan apa pula akibat dari penderitaan itu? Dapatkah penderitaan kita hindari? Apabila sudah terlanjur mengalami penderitaan, bagaimana caranya keluar dari penderitaan itu? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita jawab.

Penderitaan itu adalah suatu bentuk dari perasaan kita yang negatif. Perasaan yang menolak, yang tidak dapat menerima terhadap peristiwa yang mengenai diri kita. Tidak dapat menerima karena peristiwa itu dianggapnya mengurangi “ego” kita (mengurangi “milik” sang ego, misalnya: mengurangi kekuasaannya, kekayaannya, kemampuannya, keagungannya dan lain sebagainya).

Sekarang timbul pertanyaan mengapa ada sebagian orang yang tidak dapat menerima peristiwa demikian itu? Sedangkan semua orang mempunyai nafsu meraih apa yang diinginkan “ego” yang cenderung untuk mempertebal rasa egois. Tetapi jangan dilupakan bahwa nafsu ini dapat berubah sifatnya dari nafsu yang mempertebal rasa egois (yang disebut egosentripetal) ke arah kekuatan yang menyebabkan tahan penderitaan (yang disebut egonetral).

Orang yang tidak dapat menerima peristiwa demikian itu adalah mereka yang belum dapat mengalahkan nafsu yang bersifat duniawi yang egosentripetal dan mengubahnya menjadi nafsu egonetral. Jadi, jelaslah sekarang bahwa penderitaan itu disebabkan karena kita belum dapat mengubah nafsu keduniawian yang sifatnya mempertebal rasa egois (yang egosentripetal) ke arah nafsu yang tahan penderitaan.

Dengan mengetahui sebab penderitaan itu, seharusnya kita dapat pula berusaha untuk menghindarinya. Cara menghindarinya ialah dengan berusaha mengalahkan nafsu keduniawian yang bersifat mempertebal rasa egois dan mengubahnya ke arah tahan penderitaan. Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengurangi keinginan makan, minum, tidur dan sahwat yang berlebihan dan berusaha selalu berbuat baik.

Apabila hal ini kita praktekkan setiap hari maka makin lama nafsu keduniawian kita makin bergeser ke arah sifat tahan penderitaan, hingga akhirnya kita tidak merasa lagi bahwa ego kita dikurangi “miliknya” oleh suatu peristiwa.

Apabila kita menderita, artinya merasa bahwa ego kita terkurangi oleh sesuatu peristiwa, hendaknya kita segera menyadari bahwa hal itu merupakan peringatan. Peringatan pada kita agar tidak berlarut-larut mengagung-agungkan ego kita. Hakikatnya, ini merupakan tuntunan dari Tuhan, tuntunan agar kita tidak terjerumus ke dalam tindak yang mengagungkan ego. Sebab mengagungkan ego itu akan menghalang-halangi proses meningkatkan budi pekerti kita.

Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha sadar sebagai hamba Tuhan dan menjalankan sembahyang/doa, agar tidak lupa untuk selalu mengagungkan Tuhan dan tidak keliru mengagungkan egonya sendiri. Berbudi pekerti luhur juga menyebabkan kita selalu ingat akan keagungan Tuhan dan karenaya juga mencegah kita mengagungkan ego. Jadi, untuk keluar dari penderitaan itu harus kita sadari akan tuntunan yang tersirat dalam peristiwa itu. Tuntunan yang membawa kita untuk selalu berbuat baik hanya karena Tuhan saja.

Sekarang bagaimanakah akibat penderitaan itu? Oleh karena perasaan kita menjadi negatif, yang berarti iklim jiwa kita suram, pikiran kita menjadi gelap. Dengan demikian, kita akan terjauh dari Tuhan. Terjauhnya kita dari tuntunan Tuhan akibatnya merosotlah derajat jiwa kita. Hal ini tampak dari luar sebagai penyakit jiwa. Jiwa yang sakit karena ego tidak dapat mencari jalan keluar dengan cepat dan tepat dari peristiwa/persoalan yang dialaminya. Tidak dapat mencari jalan keluar karena pikiran gelap. Dengan demikian kita harus segera sadar pada tuntunan itu agar dapat keluar dari penderitaan dan tidak menjadi sakit karena kehilangan arah.

Sebagai contoh seseorang yang telah memiliki budi pekerti yang luhur, yaitu orang yang telah dapat mengendalikan rasa egoisnya, ketika ia menderita suatu penyakit yang sulit diobati, ia malah bersyukur kepada Tuhan, karena masih diberi kekuatan menerima penyakitnya yang dianggapnya sebagai proses penebusan dosa. Ia menganggap semua penderitaan hidup di dunia adalah bentuk akibat dari sebuah perbuatan yang salah dalam hidup yang entah kapan dilakukannya.

Ia berserah kepada Tuhan, bertobat kepada-Nya, dan mohon kekuatan dari-Nya. Semua penderitaan diterima dengan tenang dan ketulusan hati, dengan demikian walaupun penyakit yang dideritanya berat, ia tidak pernah mengeluh. Hasilnya ia tidak merasakan sakit dan dapat melaksanakan tugas hidup bermasyarakat dengan baik, menghibur orang lain yang juga menderita tanpa orang lain mengetahui bahwa ia juga sedang menderita. Hal inilah yang mengakibatkan orang itu dapat memiliki daya tahan atau kekuatan dan mendapatkan tuntunan dari penderitaannya. ***

CATEGORIES
TAGS