Jangan Biarkan Narkoba Menjadi Penyakit Kronis Masyarakat

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

NARKOTIKA dan obat-obat berbahaya (narkoba) kini menjadi penyakit kronis masyarakat. Perdagangan jenis barang yang memabukkan itu, memang cukup menggiurkan. Sehingga, banyak orang yang tergoda untuk menjadi pengedar. Sedangkan bagi pecandu narkoba sangat sulit melepas ketergantungannya, sehingga rantai supply and demand menjadi sulit untuk diputuskan.

Namun yang amat memprihatinkan, korban narkoba ini adalah kaum remaja yang sedianya diharapkan menjadi generasi penerus bangsa. Ternyata harapan bangsa menjadi pupus, karena efek negatif dari penggunaan narkoba ini adalah merusak mental, mengganggu sistem syaraf, menderita komplikasi penyakit, hingga kematian karena overdosis.

Menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna narkoba yang terungkap di Indonesia sebanyak 2,2% dari total penduduk atau sekitar 5 juta orang. Sebanyak 80% di antaranya adalah kaum remaja berusia 14-19 tahun.

Bahkan, menurut Kepala Subdirektorat Lingkungan Kerja dan Masyarakat BNN, Dik Dik Kusnadi, kemungkinan jumlah pengguna narkoba yang belum terungkap, sepuluh kali lipat dari data itu. Hal itu diutarakan dalam “Fokus Group Discussion” di gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Jakarta, baru-baru ini.

Salah satu penyebab pengguna narkoba ini meningkat, khususnya empat tahun terakhir, diduga karena kurangnya kepedulian masyarakat dan pemerintah dalam mengawasi dan memberi efek jera terhadap peredaran narkoba ini. Khususnya di lingkungan permukiman padat ditengarai menjadi lokasi peredaran narkoba, karena bandar narkoba mengincar anak muda yang tidak berpenghasilan tetap, untuk dipakai sebagai kurir atau pengedar. Namun dari semula hanya sebagai kurir atau pengedar, lama-lama menjadi ikut pengguna karena sekali mencoba akan bisa kecanduan. Sehingga pengguna narkoba semakin banyak jumlahnya.

Untuk itulah diharapkan kepedulian masyarakat untuk segera melaporkan anak-anak muda atau siapa saja yang dicurigai sebagai kurir,pengedar atau pecandu narkoba di lingkungannya, ke pos polisi terdekat.

Akan tetapi, BNN yang juga dari aparat kepolisian harus melindungi masyarakat yang melaporkan, serta dapat segera memilah-milah pengedar dan pemakai narkoba. Pengedar narkoba adalah pelaku kriminal yang melanggar UU, sedangkan pemakai narkoba adalah korban yang harus direhabilitasi. Tidak jarang pelapor menjadi ikut repot dan bahkan tidak jarang pula menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, masyarakat menjadi enggan melaporkan kasus-kasus yang berkaitan dengan narkoba.

Agar masyarakat lebih peduli dan bergairah melaporkan kasus-kasus narkoba, ada baiknya BNN menempatkan petugas khusus menerima laporan masyarakat di pos-pos polisi, yang terjamin melindungi dan merahasiakan pelapor. Ingat, pengedar narkoba adalah jaringan mafia yang bisa mengancam nyawa orang yang dianggap menghalangi kegiatannya.

Sementara itu, untuk menghindari keterlibatan anggota keluarga masyarakat dengan kejahatan narkoba, perlu perhatian dan komunikasi yang intens antara orangtua dengan anak-anak. Sehingga, kalau ada hal-hal yang mencurigakan atau pengaruh-pengaruh negatif dari luar keluarga, bisa terdeteksi sejak dini. Jenis narkoba yang banyak dikonsumsi, antara lain ganja, sabu, ekstasi, heroin dan kokain. Semuanya mengandung zat berbahaya yang bisa mematikan.

Sedangkan kepedulian yang dituntut dari pemerintah, adalah agar menegakkan aturan yang ketat dan tegas terhadap pengedar dan bandar narkoba. Perlu dikenakan hukuman yang maksimal dan bila perlu dijatuhi hukuman mati yang langsung dieksekusi seperti di negara tetangga, Malaysia. Kasus narkoba harus dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa seperti juga korupsi dan terorisme.

Razia-razia

Pelaksanaan razia-razia oleh BNN Provinsi DKI Jakarta, dibantu aparat Provos Polri dan POM TNI AD, maupun oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Mabes Polri ke berbagai kafe, klub malam, diskotek atau tempat hiburan malam di Jakarta, seperti dilakukan baru-baru ini, ada baiknya sering-sering dilakukan. Bukan rahasia umum lagi, bahwa di sanalah penyalahgunaan narkoba yang marak, yang seolah-olah petugas menutup mata selama ini.

Ini terbukti dari hasil razia Mabes Polri hari Sabtu (23/11) yang lalu, tidak kurang dari 119 orang pengunjung klub malam Crown di Jakarta Barat dan diskotek Eksotik di Jakarta Pusat, diperiksa urine dan positif
mengonsumsi narkoba. Mereka yang terkena razia ini terdiri atas 80 pria dan 39 wanita.

Yang paling mengagetkan lagi, tiga orang di antaranya adalah wakil rakyat atau anggota DPRD dari Kabupaten Sambas, Kaltim yang diharapkan jadi panutan memberantas narkoba, justru pecandu narkoba.

Selain itu, masih ada lagi dua anggota Polri yang positif mengonsumsi narkoba, satu dari Satpolair Banten dan satu lagi anggota Polsek Bekasi, yang terjaring dalam razia pukul 01.00 wib tersebut. Semuanya ini menunjukkan bahwa segala lapisan dan profesi masyarakat telah dirusak oleh kecanduan narkoba.

Narkoba memang erat kaitan dengan korupsi dan berbagai tindak kriminal, karena untuk membeli narkoba memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sehingga bagi pecandu narkoba, agar bisa membeli dan menikmati barang haram tersebut, didorong untuk melakukan korupsi, mencuri atau bahkan merampok uang rakyat atau milik orang lain.

Untuk menekan peredaran narkoba ini, memang tidak cukup hanya fokus terhadap pemberantasan, pencegahan, penyalahgunaan serta peredaran gelap narkoba, tetapi perlu juga upaya rehabilitasi dan terapi bagi para pecandu agar jumlah permintaan pasar narkoba menjadi berkurang. Namun, perlu pula diawasi agar penetapan rehabilitasi ini jangan sampai disalahgunakan oknum petugas. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS