Indonesia Terancam Hancur Oleh Narkoba

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

YOGYAKARTA, (Tubas) – Pernyataan Menkumham Patrialis Akbar tentang tidak akan dipidananya pengguna narkotika di bawah satu gram baru-baru ini telah mengejutkan banyak pihak dan memunculkan silang-pendapat. Meski menuai banyak penolakan, ternyata pernyataan itu telah diperkuat dengan adanya nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). MoU itu menyebutkan pengguna narkotika di bawah satu gram, hanya akan dimasukkan ke panti rehabilitasi.

Sejumlah praktisi dan pengamat hukum di Yogyakarta menilai, langkah yang akan diambil dalam menangani kasus-kasus pemilikan atau penggunaan narkotika di bawah satu gram itu terkesan Kemenkumham dan BNN telah memandang sederhana persoalan penyalahgunaan narkotika di negeri ini.

Praktisi hukum Achiel Suyanto S, SH, MH, mengatakan, persoalan penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang di Indonesia sekarang ini sudah berada dalam tahapan sangat berbahaya. Karena itu penanganannya haruslah dilakukan dengan tepat dan cepat. “Jika penanganannya tidak tepat dan cepat, maka nasib bangsa ini terutama kaum mudanya akan benar-benar hancur dan rusak akibat narkoba,” ujarnya di Yogyakarta, Kamis (19/5).

Achiel Suyanto yang Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini memandang kebijakan Kemenkumham dan BNN yang akan membawa pengguna narkotika di bawah satu gram ke panti rehabilitasi itu sebagai salah satu langkah dalam penanganan persoalan penyalahgunaan narkoba.

Akan tetapi ia mengingatkan, kebijakan yang diambil itu jangan sampai melanggar Undang-Undang atau pun memunculkan langkah diskriminatif di dalam hukum. “Kemenkumham dan BNN memang bisa buat kebijakan. Tapi ingat kebijakan jangan sampai justru melanggar Undang-Undang atau bersikap diskriminatif di dalam hukum. Setiap orang yang melanggar hukum, apa pun bentuk pelanggaran hukumnya, ya harus dihukum atau dipidana. Apalagi di dalam UU Narkotika, sanksi pidananya tidak melihat pada jumlah,” tandasnya.

Menurut Achiel Suyanto, mekanisme hukum dalam penanganan kasus pengguna narkoba di bawah satu gram harus tetap dipertimbangkan. Langkah rehabilitasi terhadap pengguna memang bisa dilakukan. Tetapi itu semua itu haruslah tetap melalui proses pengadilan. “Biar hakim di pengadilan yang menentukan atau memutuskan sesuai ketentuan hukum, apakah si pengguna itu akan dipidana penjara atau dihukum dengan cara direhabilitasi di panti rehabilitasi. Jadi bukan BNN atau institusi lain yang langsung memutuskan mengirim ke rehabilitasi,” tegasnya lagi.

Proses Pengadilan

Praktisi hukum Deddy Suwadi Siregar SH juga melontarkan pendapat senada dengan Achiel Suyanto. Menurut mantan anggota DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini, hak rehabilitasi bagi pengguna narkoba memang diatur di dalam UU tentang Narkotika maupun UU tentang Psikotropika. Terutama bagi pengguna yang digolongkan sebagai korban dalam penyalahgunaan narkoba tersebut.

“Akan tetapi proses pemberian hak rehabilitasi terhadap pengguna narkoba itu tidaklah dengan serta merta begitu saja setelah mereka ditangkap. Semuanya tetap melalui mekanisme proses hukum di pengadilan. Hakimlah yang berhak memutuskan untuk itu. Jadi, keputusan untuk mengirim pengguna narkotika atau narkoba ke tempat rehabilitasi haruslah diputuskan hakim di depan sidang pengadilan. Bukan hanya berdasar kesepakatan antara Kemenkumham dan BNN saja,” ujar Deddy di hari yang sama. (s eka ardhana)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS