Hakim Dilarang Terima Tamu Panitera Pengganti Berperan Ganda
Oleh: Marto Tobing
HAKIM dilarang terima tamu Panitera Pengganti (PP) Pengadilan jadi berperan ganda. Pada setiap kesempatan, kerangka kunjungan kerja di Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) di seluruh Indonesia, Bagir Manan pada masa kepemimpinannya selaku Ketua Mahkamah Agung (MA) selalu memperingatkan hakim, agar tidak menerima tamu sepanjang ada kaitannya dengan perkara yang bakal dan sedang disidangkan. Pengecualian, diperbolehkan menerima tamu hanya jika para pihak yang berhadapan dalam perkara datang bersamaan di hadapan hakim, misalnya pihak pelapor dan terlapor, pihak penggugat dan tergugat atau pihak korban dan terdakwa.
Peringatan Bagir Manan itu oleh Ketua MA penerus yakni, Harifin Tuppa dipertegas lagi dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) ke seluruh pengadilan. “Surat Edaran tersebut sampai saat ini masih tetap berlaku dan belum pernah saya cabut,” tegas Ketua MA saat ini Hatta Ali, saat dimintai konfirmasi menanggapi Tubas di ruang kerjanya pekan lalu. Dalam pengamatan Tubas, larangan menerima tamu dimaksud kelihatannya sungguh ditaati para hakim yang bertugas di PN. Jakpus, PN. Jakbar, PN. Jaktim, PN. Jakut, PN. Bekasi, PN. Depok dan PN. Cibinong.
“Jangankan pihak yang berperkara, pengacara bahkan jaksa sekalipun kita akan tolak. Siapa pun itu yang menjadi tamu yang ada kaitannya dengan perkara pasti kita tolak,” tandas Humas PN. Jakut, Antonius SH menanggapi tubasmedia.com saat dimintai konfirmasinya di ruang kerjanya, Jum’at (29/8). Namun bagi orang “cerdik” bak kata pepatah “Tidak satu jalan ke Roma” tentu saja akan ditabrak semulus mungkin sehingga keberadaan SE itu tidak lebih hanya sekedar pajangan belaka. Silahkan SE itu dipajang di tempat-tempat strategis ditempelkan di tembok dinding bangunan pengadilan namun tetap saja nggak ngaruh di kalangan para hakim yang “cerdik” dan bermental rapuh.
Berbagai arah “jalan menuju Roma” akan ditempuh. Caranya, tentu saja sangat mulus. Silahkan hakim dibatasi untuk tidaknya menerima tamu, tapi larangan itu bisa saja diterobos. Caranya, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) PP itu akan dikondisikan berperan ganda. Sesuai Tupoksi, peranan tunggal PP sesungguhnya hanya sebatas mencatat seluruh peristiwa fakta persidangan untuk kemudian oleh hakim dijadikan sebagai acuan pertimbangan pembuktian ke arah memori putusan (vonis). Namun sejalan SE dimaksud, nyatanya terjadi pergeseran atas Tupoksi sebagai pedoman tunggal PP. Juru catat persidangan ini tidak lagi sekedar mencatat fakta persidangan melainkan telah berfungsi ganda merangkap peran sebagai mediator perkara untuk dikomunikasikan kepada hakim bersangkutan.
Faktanya, pihak berperkara diberi ruang keleluasaan memanfaatkan PP yang telah berfungsi ganda sebagai mediator perkara. Apa maunya pihak berperkara tersalurkan atas peran PP sebagai mediator hakim bersangkutan. Maka, pada akhirnya tak terbantahkan, lagi-lagi betapa sulitnya memberantas mafia peradilan di lembaga pencari keadilan ini jika PP sendiri berkarakter mediator perkara..? ***