“Formasi Angsa Terbang” Menuju Indonesia
Oleh Fauzi Aziz
PERGESERAN kekuatan ekonomi global dari arah barat menuju timur telah menjadi kenyataan. Di dalam laporan “Global Political Outlook Tahun 2010-2019 posisi Indonesia menjadi salah satu dari 13 pivotal state di mana pembangunan domestik dan eksternal dapat memberikan dampak yang sangat berarti bagi kawasan regional dan global.
Laporan ini memberikan secercah harapan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara berpengaruh. Wajar jika skenarionya seperti itu dan tidak salah jika hampir semua negara berkebutuhan untuk melakukan kerja sama di berbagai bidang pembangunan di negeri ini. Kita ingatkan lagi ada tiga kekuatan besar yang dimiliki Indonesia yang membuat sebagian besar negara berkebutuhan melakukan kerjasama dengan kita.
Pertama, populasi penduduk yang besar dengan daya beli makin meningkat dan perekonomian yang besar. Kedua, Indonesia merupakan sumber daya komoditas penting, dan sebagai the biggest country, yang memiliki kekayaan sumber daya hayati terbesar di dunia. Ketiga, lokasi geografis penting dan strategis, sehingga Indonesia memiliki peran penting dalam mewujudkan keamanan regional.
Bangsa Indonesia harus memahami potret ini dan percaya diri bahwa kesatuan politik, ekonomi, dan budaya nasional menjadi modal dasar bagi Indonesia sebagai adidaya baru ekonomi di Asia mengikuti Tiongkok, India, Jepang dan Korea Selatan. Modal dan teknologi kini mencari lokasi-lokasi baru di mana ‘formasi angsa terbang” yang dipimpin oleh Tiongkok untuk landing menanamkan modal di Indonesia.
Tahun 1960-an hingga 1980-an formasi angsa terbang tersebut dipimpin oleh Jepang yang membawa booming investasi Jepang di Indonesia yang ditopang oleh hadirnya UU tentang PMA tahun 1967, dan disusul lahirnya UU tentang PMDN tahun 1968.
Legacy-nya adalah Indonesia berhasil menjadi negara industri baru mengikuti macan Asia yang duluan muncul, yakni Hong Kong dan Singapura di Asia Timur. Sejarah ini perlu dicatat, betapa kebijakan ekonomi kala itu berhasil merespons kebutuhan investor regional dalam satu formasi angsa terbang yang membawa modal dan teknologi berhasil landing di Indonesia. Artinya, kebijakan ekonomi berhasil diselaraskan dengan kebijakan bisnis, sehingga investasi mereka di Indonesia booming.
Pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7 persen per tahun, dan pertumbuhan industri manufaktur rata-rata mencapai 12 persen per tahun. Krisis likuiditas Asia tahun 1998 memporakporandakan ekonomi Indonesia dan mengalami kontraksi sampai menjadi minus 13 persen. Reformasi yang dimulai 1998 hingga kini, Indonesia sedang menata kembali seluruh aturan main dengan tujuan agar formasi angsa terbang jilid kedua ini bisa kembali landing dengan baik di Indonesia, sehingga negeri ini akan menjadi pusat produksi dan pusat distribusi produk manufaktur di pasar regional dan global.
Fasilitas Investasi
Semua bergantung pada kita, apakah formasi angsa terbang tersebut akan mendarat di Indonesia atau justru mencari tempat pendaratan lain yang lebih kompetitif. Paket deregulasi jilid I-XII mudah-mudahan dapat memenuhi kebutuhan mereka yang akan menanamkan modal pada investasi portofolio maupun investasi langsung di sektor manufaktur dan lain-lain.
Sebagai fasilitator, pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama menyediakan fasilitas investasi yang mereka perlukan, baik berupa soft maupun hard infrastructure dalam posisi lokasi siap huni untuk pendirian pabrik-pabrik, sehingga populasinya akan bertambah setiap tahun.
Tahun 2015-2025 adalah periode kunci dan tahan menentukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sektor manufaktur dan sektor pertanian. Bank Pembangunan Asia memberikan warning bahwa negara-negara di Asia harus fokus mengembangkan sektor manufaktur.
Alasannya adalah tidak ada satu pun yang sanggup menjadi negara berpendapatan tinggi tanpa mencapai tahap industrialisasi. Done atau do action adalah pilihan tindakan yang tersedia bagi pemerintah pusat bersama pemerintah daerah sebagai fasilitator investasi dan peningkatan produksi nasional yang lumbung produksi dan produktivitasnya tersebar di Indonesia. Periode 2015-2025 adalah masa pertumbuhan dan akselerasi sehingga “do action” mampu mendaratkan formasi angsa terbang agar tidak terlalu lama hovering di udara, karena mencari tempat yang aman untuk landing.
Pusat dan daerah harus selaras melaksanakan tugasnya sebagai fasilitator investor nasional, regional, dan global yang sekarang membetuk satu formasi angsa terbang untuk mencari wilayah investasi yang paling aman dan menarik, termasuk jika Indonesia punya niat menetapkan semacam kawasan tax heaven di negeri ini. Malaysia mempunyai kawasan tax heaven di Labuhan untuk menjaring investasi masuk ke Malaysia, yang kemudian dananya bisa digunakan membangun infrastruktur maupun sektor manufaktur.
Semoga Indonesia dalam 10 tahun ke depan berhasil menjadi surga bagi investor nasional, regional, dan global mengkapitalisasi asetnya di Indonesia melalui investasi portofolio maupun investasi langsung. “Berhentilah” sementara berpacu membuat rencana dan segeralah bergegas melayani investor dengan sebaik-baiknya. Paket deregulasi XII semoga dapat segera dieksekusi untuk menekan cost doing business di Tanah Air.
(Penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan industri)