Dinas Perindag Taput Olah Serat Nenas Jadi Benang Tenun

Loading

Kepala Dinas Perindag Taput, Gibson Siregar (berkemeja putih) saat diwawancarai wartawan di ruang kerjanya

 

TARUTUNG, (tubasmedia.com) – Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Pemkab Taput) melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Taput berniat mengolah serat nanas menjadi benang tenun.

Untuk mewujudnyatakan niat tersebut, Dinas Perindag Taput telah mengirim empat unit mesin pengolah serat nanas ke Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara.

Kepala Dinas Perindag Taput, Gibson Siregar menyatakan hal itu kepada wartawan di kantornya di Tarutung, kemarin.

Keempat mesin pengolah serat nanas menjadi benang tenun, kata Gibson  masih merupakan uji coba kendati sebelumnya telah dilakukan penelitian secara ilmiah ke Kecamatan Sipahutar. Bahkan sudah pernah dilakukan pelatihan sekitar dua tika kali dengan pelatih yang didatangkan dari Bandung, Jawa Barat.

Hasil penelitian tersebut, terang Gibson menunjukkan hal positif ditambah lagi Kecamatan Sipahutar adalah merupakan kecamatan penghasil nenas terbesar di seputar Kabupaten Tapanuli Utara.

Diharapkan, jika usaha pengolahan serat nenas menjadi benang tenun memperlihatkan hasil positif seperti yang diharapkan, maka kesulitan penenun kain ulos untuk mendapatkan benang jenis 100 seperti yang terjadi selama ini, akan dapat teratasi.

Sulit Mendapatkan Benang

Sebelumnya sekelompok penenun ulos yang ditemui wartawan di Desa Hutanagodang, Kecamatan Muara, Tapanuli Utara menceritakan bagaimana sulitnya mereka mendapatkan benang jenis 100 dimaksud.

‘’Selain sulit, jika kebetulan benang dimaksud  bisa ditemukan, harganya-pun bisa melejit naik,’’ kata Ketua Kelompok Tenun Sayang, Desa Hutanagodang, Muara, Rohana Togatorop.

Kelompok Tenun Sayang ini mempekerjakan belasan kaum ibu sebagai penenun. Kelompok ini secara khusus menenun kain ulos yang disebut Harungguan yang merupakan ulos yang paling berkelas  bagi suku Batak.

Ulos Harungguan ini wajib memakai benang jenis 100 sehingga jika benang tersebut sulit ditemukan, belasan kaum ibu di kelompok itupun akan terganggu untuk melanjutkan pekerjaannya.

Menurutnya, benang 100 ini didatangkan dari Surabaya dan tiba di tangan para penenun setelah melalui para pedagang benang yang mereka juluki sebagai “mafia”. Benang itu sendiri kata mereka merupakan impor dari India.

Karena itu, untuk mengatasi kesulitan mendapatkan benang 100 tersebut, para penenun mengharap pemerintah turun tangan mencampuri lalulintas perdagangan benang agar bisa dengan lebih mudah tiba di tangan penenun dan lepas dari tangan-tangan pedagang yang memonopoli yang hanya merugikan masyarakat penenun. (sabar)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

CATEGORIES
TAGS