Buruknya Pelayanan Angkutan Umum

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta harus membenahi angkutan umum di Jakarta agar menjamin rasa aman bagi penumpangnya. Sudah saatnya Pemprov DKI memperbaiki mutu pelayanan angkutan umum yang sangat buruk selama ini.

Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta sebagai regulator hanya bertindak sebagai instansi pemberi izin trayek, yang bukan rahasia umum – justru izin trayek cenderung diperjualbelikan oleh oknum-oknum di instansi tersebut. Sedangkan pengawasan dipatuhi atau tidaknya izin trayek tersebut di lapangan, praktis tidak pernah dilakukan.

Salah satu bukti angkutan kota (angkot) yang mengorbankan mahasiswi Annisa Azwar (20 th) baru-baru ini, dalam kaca angkot tertulis trayek Pademangan, sementara menurut sopir, ia mengangkut penumpang ke jurusan Tanah Pasir. Lalu izin trayek yang benar, yang mana? Berarti petugas Dinas Perhubungan DKI lalai melakukan pengawasan. Ini menjadi bukti, karena izin trayek bisa “dibeli”, maka si pembeli bisa saja menggunakan seenaknya. Demikian pula pengabaian aturan-aturan lain seperti yang diamanatkan oleh UU, hanya macan kertas.

Selama ini, banyak penyimpangan dan kecurangan-kecurangan trayek angkutan umum terjadi di lapangan. Ada angkot yang beroperasi tidak sesuai dengan trayek, menunggu penumpang (ngetem) sembarangan, tanpa memikirkan kepentingan penumpang yang ingin cepat sampai ke tujuan kantor atau sekolah, menaikkan atau menurunkan penumpang di tengah jalan hingga balik arah, karena sepi penumpang atau karena terjebak kemacetan. Bahkan, ada yang seenaknya menyuruh penumpang pindah ke angkot lain, karena sopirnya mau istirahat atau mau balik ke pangkalan (pool) atau balik lagi ke terminal semula. Ini semua ulah sopir.

Sedangkan untuk kepentigan pengusaha angkutan, Ketua Umum DPP Organda Indonesia, Eka Sari Lorena Surbakti mengatakan baru-baru ini, pemerintah selaku pemberi izin trayek harus bertangung jawab terhadap perusahaan yang diberikan izin trayek. Antara lain ada pembinaan agar pemilik izin bisa tetap hidup dan memberikan pelayanan yang baik bagi penumpang. Dia menilai, angkutan umum sudah mengalami pembiaran yang cukup lama, sehingga pembenahan harus dilakukan mendasar, bukan hanya sekedar mengancam cabut izin trayek.

Memang melihat kondisi selama ini, harus dicari akar penyebab, mengapa layanan angkutan umum itu jelek dan bahkan ada yang memberi peluang pada tindakan kriminalitas. Sudah banyak pengalaman pahit yang dialami penumpang angkutan umum selama ini, sehingga mendorong orang untuk memiliki kendaraan pribadi, seperti mobil atau paling tidak sepeda motor dll. Padahal, banyaknya kendaraan pribadi ini menyebabkan macet di jalan raya.

Meninggalnya Annisa, mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan UI itu setelah loncat dari angkot, menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo, bukan hanya sekedar dugaan ada kejahatan di angkutan umum, akan tetapi akar masalah adalah tidak adanya pembinaan dari pemerintah dan pengelolaan angkutan umum yang tidak pernah beres. Sudah kesekian kali ada korban, tetapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah sebagai regulator yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap semua pengelola atau operator angkutan umum.

Seleksi Ketat Pengemudi

Untuk mengurangi pelayanan yang buruk dari angkutan umum, salah satu akar masalah adalah perlu seleksi yang ketat terhadap para sopir atau pengemudinya. Sebab, para pengemudilah yang menjadi ujung tombak pelayanan di lapangan. Sistem setoran pada angkutan umum perlu diawasi pemerintah dengan persyaratan dan sanksi yang mengikat. Pemilik angkutan umum, dalam bentuk perusahaan PT atau dalam bentuk perhimpunan atau koperasi, tidak hanya sekedar menerima setoran dari pengemudinya, tanpa ada tanggung jawab pengawasan pelayanan yang baik terhadap penumpang.

Umumnya pengemudi beralasan berbuat ugal-ugalan di jalanan, karena mereka harus mengejar setoran. Bagi perusahan angkutan umum dalam bentuk perhimpunan pengusaha atau koperasi, lebih bebas lagi pengemudinya seperti “raja sendiri”. Mereka juga dengan enteng bisa melakukan subkontrak kepada pengemudi lain atau sopir tembak, yang penting bisa memenuhi setorannya. Di sinilah memberi peluang berbuat apa saja, termasuk tindak kriminalitas. Sekalipun ada kewajiban sopir berpakaian seragam dan punya kartu pengenal, hanya diperlukan sewaktu-waktu ada razia.

Akar masalah lainnya selain sopor, haruslah ditegakkan penerapan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 yang mewajibkan setiap angkutan umum dikelola badan hukum, bukan perorangan. Organisasi angkutan umum juga harus memiliki pool sendiri, bengkel dengan standar khusus dan sopir dengan SIM sesuai aturan.

Selain itu, harus juga mematuhi Keputusan Menteri Perhubungan No 35/2003 yang menetapkan perusahan angkutan umum harus ikut bertangung jawab atas kerugian yang diakibatkan orang yang dipekerjakan,yakni sopirnya. Ini tugas Jokowi-Ahok lagi untuk memecut Kepala Dinas Perhubungan DKI untuk bertindak cepat. Bila tidak bisa membenahi angkutan umum, silakan mundur saja seperti Kepala Dinas Perumahan DKI yang beralasan sakit karena tidak bisa mengikuti ritme pelayan publik yang benar. ***

CATEGORIES
TAGS