Berharap Tender PLTGU Jawa 1 Menjadi Acuan

Loading

pltgu_20160613_132138ggg

Oleh: Enderson Tambunan

 

DUA anggota DPR memberikan pujian kepada PT PLN (Persero) terkait dengan penyelenggaraan tender proyek PLTGU Jawa 1, akhir September lalu. Kabarnya, pujian diberikan karena PLN memilih konsorsium yang mengajukan harga terendah untuk membangun proyek pembangkit listrik berkapasitas 2 x 800 mw dengan nilai investasi sekitar USD 2 miliar itu. Terlontar pula harapan agar proses tender Jawa 1 dapat menjadi acuan bagi tender-tender selanjutnya.

Anggota DPR memberikan apresiasi itu kepada PT Perusahaan Listrik Negara setelah merampungkan evaluasi yang berkaitan dengan aspek teknik, administrasi dan harga penawaran.

Informasi yang diperoleh anggota DPR, menyebutkan, PT Pertamina, yang menggandeng Marubeni dan Sojits, adalah konsorsium yang mengajukan harga paling rendah.  Perbedaan harga penawaran antara konsorsium Pertamina dan urutan kedua, konsorsium Adaro dan Mitsubishi, mencapai USD 2,3 – USD 2,4 miliar atau sekitar Rp 30 triliun, sepanjang masa kontrak.

Menurut anggota Komisi VII DPR, Hari Purnomo, Jumat (7/10/2016), terkait dengan penyelenggaran tender Jawa 1 kepada PLN harus diberikan apresiasi. Pemilihan konsorsium yang memberikan harga terendah jelas penghematan keuangan negara yang luar biasa.

Jika  PLN menunjuk konsorsium Pertamina sebagai pemenang, karena menawarkan harga terendah dengan spesifikasi memenuhi persyaratan, berarti tender tersebut dapat menjadi bench mark (standar) bagi  proyek-proyek PLN selanjutnya.

Ketua Komisi VII DPR, Gus Irawan, juga sependapat bahwa memilih konsorsium yang memberikan harga terendah  berarti penghematan luar biasa bagi PLN dan negara. Maka,   harga yang ditawarkan Pertamina itu bisa menjadi acuan PLN untuk tender proyek-proyek berikutnya.

Merujuk berita media massa, selain konsorsium Pertamina, tiga konsorsium lain  mengikuti tender PLTGU Jawa 1, yakni Adaro Energi-Sembcorp Utilities, Medco-Kepco dan Nebras, serta konsorsium Mitsubishi yang bermitra  dengan JERA, Rukun Raharja, dan PT Pembangkitan Jawa Bali, anak perusahaan PLN. Para peserta tender adalah nama-nama kondang dalam dunia bisnis.

Lantaran itu, pelaksanaan tender proyek pembangkit untuk  Program Pembangunan 35.000 mw menjadi perbincangan publik. Anggota DPR, pengamat energi, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memberikan pandangan dan penilaian mengenai proses tender.

Diluncurkan di Bantul 

Program pembangunan pembangkit yang seluruhnya berkapasitas 35.000 mw diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo di Pantai Samas, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 4 Mei 2015. Program ini adalah salah satu sasaran Nawacita, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis, antara lain, sektor kedaulatan energi.

Komitmen pembangunan 35.000 mw tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN periode 2015 – 2024 dengan 109 proyek. Di antaranya, pembangunan pembangkit 10.000 mw atau 35 proyek, ditangani langsung oleh PLN, sedang 25.000 mw atau 74 proyek) lagi  bagian dari pengembang swasta (Independent Power Producer-IPP).

Banyak perusahaan besar dari dalam dan luar negeri berupaya mengikuti tender proyek listrik 35.000 mw. Termasuk untuk PLTGU Jawa 1, salah satu proyek yang terbilang besar dalam jajaran proyek-proyek 35.000 mw. Tinggi pula perhatian berbagai kalangan terhadap proses tender proyek-proyek pembangkit ini.

Contohnya, ketika PLN menunjuk langsung PT Indonesia Power, anak perusahaannya,  untuk menangani proyek PLTGU Jawa 5, dengan alasan ada kejanggalan dalam proses tender sebelumnya, ramai pula sorotan di media massa.

Pelaksana Tugas Menteri ESDM, Luhut B. Panjaitan, ikut berkomentar dan meminta agar PLN kembali kepada peraturan, yakni menenderkan proyek Jawa 5.

Ramainya pendapat di media massa juga berlangsung ketika Dirut PT PLN Sofyan Basir memberikan keterangan bahwa konsorsium Jepang berpeluang memenangkan proyek PLTGU Jawa 1. Dirut PT PLN memang tidak menyebutkan nama perusahaan Jepang dimaksud, tetapi kemudian muncul di media massa bahwa perusahaan itu adalah Mitsubishi, yang  bersama anggota konsorsiumnya, sebelumnya sudah memenangkan dua tender proyek IPP, satu di Tanjung Priok dan satu lagi di Muara Karang.

Pengamat energi, anggota DPR, dan komisioner KPPU meminta agar PLN  bersikap adil (fair) dan transparan dalam menyelenggarakan tender. Inti komentar mereka supaya pemenang adalah konsorsium yang sungguh-sungguh dapat memenuhi persyaratan, baik teknis, administrasi, maupun harga terendah dengan tetap memenuhi spesifikasi.

Belakangan, pengamat energi juga meminta supaya  PLN memperhatikan mesin pembangkit yang ditawarkan konsorsium, apakah efisien (boros bahan bakar)  atau tidak. Sebab biaya bahan bakar amat menentukan dalam penetapan harga jual listrik. Makin efisien mesin pembangkit makin berkurang biaya operasional.

Kita sangat berkepentingan dengan lancarnya pembangunan pembangkit hingga 35.000 mw dalam upaya menerangi seluruh Indonesia dan menghilangkan pemadaman bergilir. Oleh karena itu, apresiasi dari DPR hendaknya dimaknai sebagai “pil manis” yang dapat mendorong penyelenggara tender tetap mengikuti peraturan.

Dalam konteks ini, usul DPR agar proses tender PLTGU Jawa 1 dapat menjadi acuan dalam penyelenggaraan tender-tender proyek listrik  berikutnya,  jika  PLN memilih pemenang tender yang memberikan harga terendah (terbaik), patut diimplementasikan. Apalagi proyek yang harus ditenderkan masih banyak.

Proses tender satu proyek saja, yang harus melalui beberapa tahap, memakan waktu lama. Apalagi dalam Program 35.000 Mw puluhan proyek harus ditenderkan, dapat dibayangkan betapa sibuknya panitia tender PLN dewasa ini. Kita pun berharap PLN memberikan apresiasi atas pujian DPR dengan memilih pemenang tender yang memberikan harga terendah dan memenuhi spesifikasi. (penulis adalah wartawan)       

 

 

CATEGORIES
TAGS