Bangun Pabrik Otomotif Sebelum Serbuan Mobil Luar

Loading

Laporan: Redaksi

Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Budi Darmadi

Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Budi Darmadi

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Apa yang tersembunyi di balik maksud terbitnya PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM)?

Dari sudut pandang Kementerian Perindustrian, penerbitan PP itu upaya membangun pabrik kendaraan bermotor atau otomotif sebelum datang serbuan mobil murah dari negara lain, termasuk dari Thailand menyusul diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 mendatang.

“Sebab kita tidak bisa menahan lagi laju informasi dari luar. Oleh karena itu, kami minta kepada pabrikan untuk mengimbau dan memberikan sedikit daya tarik agar mereka mau berinvestasi,” kata Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Budi Darmadi, dalam seminar nasional bertajuk ‘Mobil Murah dan Kemacetan di Jakarta, serta Keseimbangan Infrastruktur dan Moda Transportasi Nasional’ di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Budi, mereka yang telah mau berinvestasi adalah Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki, dan yang menyusul nanti Datsun. Mereka melihat bahwa potensi pasar di dalam negeri sangat luar biasa.

“Kami di Perindustrian selalu berpikir bahwa pasar domestik ini adalah milik kami, bukan milik orang luar. Jadi segala daya upaya harus kita lakukan agar pasar domestik kita miliki,” kata Budi lagi.

Artinya, kita harus membuat kendaraan itu di dalam negeri. Apa pun kesulitannya kita harus bersaing dengan luar. Sedangkan di pasar domestik kita harus bersaing dengan produk luar. Kalau nanti basis produksi kita dari LCGC ini sudah kuat, selanjutnya kita akan melakukan ekspor. Seperti Suzuki juga sudah akan mengekspor Karimun. Daihatsu juga sudah akan diekspor.

Jadi, selain kebutuhan di dalam negeri kita tutupi, kita juga akan melakukan ekspor. Kalau kita tidak bisa mengekspor, paling tidak kita tidak mengimpor. “Itu yang ingin diselamatkan dengan program LCGC,” tutur Budi.

Persyaratan

Apa saja persyaratan sebagai peserta program LCGC atau KBH2? Budi menjelaskan, antara lain, harus berinvestasi di dalam negeri, wajib melakukan kegiatan manufaktur dalam negeri terhadap kelompok komponen utama kendaraan bermotor, yaitu engine, transisi, dan transaxle.

Rencana manufaktur dan penggunaan komponen lainnya buatan dalam negeri tersebut dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu lima tahun. Ada 105 item/komponen yang harus dibuat di dalam negeri. Semuanya diatur dalam Permenperind Nomor 33/M-IND/7/2013 dan Perdirjen Nomor 25/IUBTT/7/2013.

Sedangkan persyaratan teknis KBH2 adalah, harus diproduksi di dalam negeri, memenuhi ketentuan konsumsi bahan bakar, volume silinder 980 – 1.200 cc, cetus api dan 1.500 cc diesel dengan konsumsi bahan bakar _> 20 km/liter, serta memenuhi ketentuan radius putar dan ground clearance.

Para peserta program LCGC/KBH2 juga diharuskan membuat rencana dan merealisasikan penggunaan komponen otomotif buatan dalam negeri dari tahun ke-1 sampai tahun ke-5 yang meliputi: motor pengerak /engine (empat kelompok produk), transmisi (4 komponen), komponen lain motor penggerak (25 kelompok), komponen lain transmisi (5 kelompok), clutch system (6), body and chassis ((9), steering system (9), brake system (8), suspension (3), dan komponen universal (40).

Sekjen Gaikindo Juwono Ardianto mengungkapkan, pangsa pasar seluruh LCGC hanya 10% dari total penjualan mobil nasional. Sedangkan pendapatan Pemprov DKI dari sector otomotif sebesar Rp 9 triliun. Kendaraan bermotor hemat energi ini hanya 10% dari total penjualan mobil nasional. Berdasarkan data Gaikindo, distribusi LCGC/KBH2 memang terbanyak di kawasan Jabodetabek 28%, Jawa 27%, dan DKI 15,93%. (sabar)

TAGS

COMMENTS