Apakah Anda Bangga Jadi Penduduk Jakarta?

Loading

Oleh: Anthon P. Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

MEMASUKI usia 484 tahun atau hampir empat setengah abad bagi sebuah kota seperti Jakarta, yang dimulai dari status kotapraja hingga Daerah Khusus Ibukota, setingkat provinsi seperti sekarang ini, adalah pengalaman yang amat panjang. Ibarat membaca catatan harian, mungkin harus berminggu-minggu, karena sudah berjilid-jilid. Apakah Jakarta punya catatan harian? Apakah Anda sudah bangga sebagai penduduk Jakarta? Inilah juga pertanyaan yang memang patut dipertanyakan.

Soalnya, bila ada catatan harian, pasti ada konsistensi dan kesinambungan. Kita ambil contoh pembangunan fisik. Tampaknya, setiap tahun mempunyai programnya sendiri, dan begitu berakhir tahun anggaran, maka diadakanlah tutup buku dan berakhir pulalah program yang dilaksanakan. Ini terlihat dari hasil pembangunan fisik yang silih bangun dan bongkar, bahkan ada kesan asal jadi untuk menghabiskan anggaran.

Apabila ada konsistensi dan kesimbambungan, pasti akan tercipta suatu bangunan yang monumental yang bisa bertahan dalam gaya arsitektur, maupun usia pakai puluhan tahun dan bahkan ratusan tahun. Ia tidak usang dari segi gaya dan tidak lekang oleh perubahan zaman.

Lihat contoh, berbagai bangunan di zaman Belanda, yang masih tetap dibanggakan hingga saat ini. Gedung-gedung tua, rel kereta api dengan bangunan stasiunnya, pelabuhan Sunda Kelapa, dan lain-lain, masih tetap eksis dan meninggalkan kesan mengagumkan.

Selain bangunan monumental, berbagai permasalahan yang dihadapi warga kota seharusnya kian tahun semakin ringan.

Misalnya, penyelesaian masalah banjir lokal dan banjir kiriman. Demikian pula mengatasi masalah kemacetan lalu lintas lokal maupun akibat serbuan kendaraan, khususnya kendaraan berat dan truk-truk besar dari luar Jakarta. Dan yang menjadi keluhan berat adalah soal pengadaan angkutan publik untuk memperlancar mobilitas penduduk untuk bekerja, menjual jasa dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, guna menekan akumulasi biaya hidup yang tinggi.

Maka, dalam memasuki tahun ke-484 kota Jakarta sudah waktunya menata Jakarta agar menjadi kota monumental, indah, nyaman dan lebih dicintai warganya. Hari Ulang Tahun (HUT) kota Jakarta yang jatuh pada tanggal 22 Juni nanti, harus dijadikan momentum bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperbaiki kondisi dan situasi kota Jakarta. Selain menata lingkungan yang lebih sehat, nyaman dan bergengsi, juga menumbuhkan kembali kebanggaan rakyatnya sebagai penduduk Ibukota Jakarta. Antara lain memiliki infrastruktur yang baik, angkutan yang lancar dan fasiltas umum yang memadai.

Puncak kebanggaan warga kota Jakarta dengan simbol “Jaya Raya”-nya terjadi sejak tahun 1967 hingga tahun 1973, yakni saat perubahan Jakarta dari kota kumuh atau kampung besar menjadi kota modern. Banyak fasilitas umum dibangun seperti Gelanggang Remaja, Taman Ismail Marzuki, Taman Impian Jaya Ancaol, serta infrastruktur yang terus diperbanyak dan diperbaharui. Namun, kebanggaan mulai pudar dan bahkan merosot, sejak tahun 1974 bertepatan dengan peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari) dengan tumbuhnya rasa ketidaknyamanan dan rusaknya berbagai infrastruktur kota.

Berbagai utilitas kota tidak mampu lagi mengimbangi pertumbuhan properti kota. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tidak seimbang dengan pertambahan jalan. Pembangunan infrastruktur, sanitasi dan drainase tidak bisa mengimbangi pesatnya bangunan-bangunan tinggi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS