Ahok Ungkap Keterlibatan Foke dalam Kasus Reklamasi Teluk Jakarta

Loading

ahok-bebi.jpg2

“Saya akan memberikan data terkait izin reklamasi yang dikeluarkan mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo jika diminta Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 9 September 2016.

Menurutnya, dia akan memberikan izin prinsip dan izin pelaksanaan yang dikeluarkan Fauzi Bowo untuk kemudian dibandingkan dengan izin yang dikeluarkan tahun 1997.

Ahok mengatakan, reklamasi diizinkan pada masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto. “Tujuannya adalah untuk membuat daratan baru, ekonomi baru,  sekaligus merapikan pantai utara Jakarta,” katanya.

Ahok mengatakan merapikan pantai utara Jakarta diterjemahkan ke Peraturan Daerah tahun 1995 yang berisi tentang pembangunan rumah susun, membuat danau, pompa dan jalan inspeksi.

Ahok berujar, pada tahun 1997, terdapat perjanjian yang dikeluarkan oleh mantan Wakil Gubernur Tubagus Muhammad Rais dengan PT Manggala Krida Yudha (MKY) terkait dengan izin reklamasi.

“Ketika itu, PT MKY dibebankan dengan tambahan kontribusi. Padahal, perusahaan itu dimiliki oleh anak kandung Soeharto, Namun, MKY bangkrut karena Pak Harto jatuh 1998 gitu loh. Dia jatuh, bukan berarti kontribusi tambahan dihilangkan loh,” ujarnya.

Sebelumnya, Ahok menantang majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk menghadirkan Fauzi Bowo alias Foke yang dituduhnya menghilangkan kata “kontribusi tambahan” dalam reklamasi Teluk Jakarta.

Menurut dia, Foke mengeluarkan izin prinsip proyek reklamasi tepat satu pekan sebelum Joko Widodo dan dirinya dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.

“Saya minta semua aparat hukum juga periksa Fauzi Bowo,” kata Ahok saat bersaksi untuk terdakwa bekas anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 5 September 2016.

Menurut Ahok, kontribusi tambahan muncul dalam Peraturan Daerah 1997. Namun, dalam perda tersebut tidak menyebutkan angka pasti soal besaran kontribusi tambahan. “Saya hanya ingin mengembalikan ke aturan semula,” kata dia.

Berikut kronologi proyek membuat pulau jadi-jadian di Teluk Jakarta, dikutip dari majalah Tempo edisi 17 Juli 2016.

2010

6 Agustus; Gubernur Fauzi Bowo menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau D, atau ketika itu Pulau 2A, kepada PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group.

2012

21 September; Gubernur Fauzi Bowo menerbitkan sejumlah izin reklamasi, antara lain

– Izin prinsip Pulau A dan Pulau B untuk PT Kapuk Naga Indah

– Izin pelaksanaan Pulau 1 dan Pulau 2B untuk PT Kapuk Naga Indah

2013

Agustus; Agung Sedayu mulai memasarkan properti di Pulau D. Padahal belum ada dasar hukum untuk mendirikan bangunan di kawasan itu.

2014

18 Maret; Basuki Tjahaja Purnama, ketika menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, menggelar rapat dengan empat perwakilan pengembang membahas soal “barter” proyek kontribusi tambahan dengan penerbitan izin prinsip dan pelaksanaan pulau reklamasi.

10 Juni; Basuki selaku pelaksana tugas Gubernur Jakarta menerbitkan surat perpanjangan izin prinsip Pulau G untuk PT Muara Wisesa Samudra dan Pulau I untuk PT Jaladri Kartika Pakci, dua perusahaan Podomoro; lalu perpanjangan izin prinsip Pulau F untuk PT Jakarta Propertindo.

23 Desember; Basuki menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G.

2015

Januari; PT Kapuk Naga Indah membangun Pulau C dan D. Padahal belum ada izin mendirikan bangunan karena belum ada dasar hukum rencana tata ruang di kawasan reklamasi.

Juli

Suku Dinas Tata Kota Jakarta Utara menerbitkan surat penyegelan dan perintah pembongkaran di Pulau C dan D. Namun pembongkaran tak kunjung terjadi dan pembangunan jalan terus.

16 November; Gubernur Basuki mengirim surat usulan rancangan perda tata ruang pantai utara Jakarta ke Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi. Rancangan ini akan menjadi dasar hukum mendirikan bangunan reklamasi.

Desember

Awal; Pembahasan mengenai raperda oleh tim pemerintah daerah dan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD Jakarta.

Pertengahan; Sejumlah pemimpin DPRD DKI Jakarta bertemu dengan Aguan dan Ariesman di rumah di Taman Golf Timur II/11-12, Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Mereka membahas percepatan pengesahan raperda tata ruang.

2016

Januari;

Mohamad Taufik mengaku ditelepon Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi, yang meminta penurunan nilai jual obyek pajak. Menurut Taufik, Prasetyo mengaku permintaan itu titipan Aguan.

15 Februari; Balegda DPRD Jakarta mengusulkan 15 persen kontribusi tambahan dikeluarkan dari raperda dan diatur dengan peraturan gubernur. Basuki setuju dengan usul ini.

Pertengahan Februari; Sanusi bertemu dengan Ariesman, Aguan, dan Richard Halim Kusuma (putra Aguan) di kantor Agung Sedayu di lantai 4 Pusat Pertokoan Harco Glodok Mangga Dua, Jakarta Pusat. Aguan diduga meminta Sanusi menyelesaikan pekerjaannya, yakni mempercepat raperda dan menghilangkan ketentuan 15 persen kontribusi tambahan.

22 Februari; Komisi Pemberantasan Korupsi hampir melakukan operasi tangkap tangan pimpinan DPRD DKI Jakarta dan kurir Aguan di dekat jembatan ITC Mangga Dua. Operasi itu batal karena tim KPK keburu disergap puluhan polisi. Polisi mengklaim salah paham.

1 Maret;Sanusi bertemu dengan Ariesman, Aguan, dan Richard di kantor Agung Sedayu di lantai 4 Pusat Pertokoan Harco Glodok Mangga Dua, Jakarta Pusat. Aguan dan Ariesman diduga meminta kepada Sanusi agar 15 persen kontribusi tambahan dihilangkan dari raperda.

3 Maret

Ariesman bertemu dengan Sanusi di Avenue Kemang Village, Jakarta. Ia mengatakan kontribusi tambahan 15 persen memberatkan perusahaannya dan berjanji akan memberi Rp 2,5 miliar kepada Sanusi. Ia meminta kontribusi tambahan maksimal menjadi 5 persen.

31 Maret; Sanusi ditangkap di Mal FX, Senayan, Jakarta, karena diduga menerima dana Rp 1 miliar dari utusan Ariesman.

1 April; Aguan dicegah bepergian ke luar negeri atas permintaan KPK. (red)

CATEGORIES
TAGS