80% Lampu di Indonesia Masih Impor

Loading

Laporan: Redaksi

Ketua Umum Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), John Manoppo

Ketua Umum Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), John Manoppo

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Pasar lampu listrik masih luas. Terkait dengan itu, pemerintah diharapkan segera menerbitkan regulasi yang mendorong pengembangan industri lampu, terutama yang berbasis light-emitting diode (LED) dengan berbagai merek.

Pengembangan industri LED akan dapat meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor. Industri perlampuan listrik di Tanah Air mampu memproduksi LED dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang jauh lebih besar dari bahan baku impor.

Ketua Umum Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), John Manoppo, dalam wawancara khusus dengan Tubas di Jakarta, pekan lalu, mengemukakan, pilihan mengembangkan industri LED didasarkan pada beberapa pertimbangan, di antaranya, efektivitas, penyerapan tenaga kerja, ketersediaan bahan baku dalam negeri, dan terutama pasar yang amat luas. Menurut John, lampu LED, yang dipasarkan mulai 2013 dengan target 15 juta unit, lebih hemat energi, lebih terang, dan daya tahan lebih lama dari jenis lampu sebelumnya.

Ia mengatakan, di bidang perlampuan listrik, dunia sudah memasuki era LED yang dihadirkan melalui teknologi nano, menyusul lampu pijar, neon dan lampu hemat energi (LHE). Pengembangan industri LED terutama dengan sasaran untuk merealisasikan program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) guna mengurangi ketergantungan pada lampu impor. Masalahnya, hingga saat ini pasar lampu di Indonesia masih didominasi produk mancanegara.

Salah satu regulasi yang dimaksud, menyangkut konsistensi penggunaan produk dalam negeri oleh instansi pemerintah. Ia menyebut contoh, jika semua perkantoran pemerintah, mulai dari kelurahan hingga tingkat pusat menggunakan lampu buatan dalam negeri, maka hal itu menjadi pasar yang mampu mengembangkan industri dalam negeri.

John mengemukakan, hingga saat ini hampir 80 persen lampu kebutuhan di dalam negeri, terutama jenis LHE, dipasok dari luar negeri, sebagian besar dari China. Impor lampu itu tidak mungkin dihentikan, karena negara kita terikat dengan perjanjian dengan pihak luar negeri, yakni AFTA (Asia Free Trade Agreement), yang ditandatangani pada 2002.

Dengan bea masuk LHE nol persen, industri lampu di dalam negeri lebih beruntung mengimpor LHE, sehingga produk di dalam negeri kurang berkembang. Kini, yang memungkinkan dikembangkan di dalam negeri adalah industri LED. Pengembangan itu untuk menggelorakan peningkatan produksi dalam negeri sekaligus mempromosikan gerakan hidup hemat dan peduli lingkungan.

Dikemukakan, semua (30) anggota Aperlindo menyatakan komitmen untuk pengembangan industri LED, sebagai bagian dari cinta produk Indonesia. Yang dibutuhkan adalah regulasi yang memungkinkan anggota-anggota Aperlindo mengembangkan usahanya dengan tidak perlu khawatir terdesak barang impor. Jika berkembang dan produksi banyak, maka harga satuan akan dapat ditekan.

Peranan Aperlindo

John Manoppo menegaskan, pasar lampu litsrik di Tanah Air sangat besar. Berdasarkan penelitiannya, data tahun 2012 menunjukkan, pelanggan PLN mencapai 48 juta. Perinciannya, pelanggan rumah tangga 45 juta dan lainnya (industri, perkantoran, pelanan sosial 3 juta). Pelanggan rumah tangga dikelompokkan dua, yakni yang menggunakan listrik dengan daya di bawah 900 VA sebanyak 40 juta dan di atas 900 VA sebanyak 5 juta. Untuk konsumsi rumah tangga saja, jika setiap pelanggan rata-rata menggunakan 3 lampu, maka dibutuhkan 135 juta lampu.

Dikemukakan, dilihat dari data konsumsi lampu listrik di Indonesia, maka kecenderungan pemakaian LHE makin besar. Sebagai contoh, pada 2011 konsumsi lampu pijar 40 juta, neon 75 juta, dan LHE 260 juta. Pada 2012, konsumsi lampu pijar 40 juta, neon 75 juta, dan LHE 320 juta. Sedang perkiraan konsumsi tahun 2013, lampu pijar 25 juta, neon 75 juta, LHE 330 juta, dan LED 15 juta. Diproyeksikan, penggunaan LED, produk dalam negeri, juga meningkat seiring dengan peningkatan pembangunan rumah dan perbaikan pertumbuhan ekonomi.

John, yang menjabat Ketua Umum Aperlindo sejak 2003, dan kini memasuki periode ketiga kepemimpinannya, mengatakan, potensi pasar itu baru di Indonesia, belum termasuk ASEAN. Sementara di ASEAN, hanya dua negara produsen lampu listrik, yakni Indonnesia dan Vietnam. Dengan pengembangan industri LED, yang tidak masuk dalam kesepakatan AFTA, maka produk dalam negeri akan jauh lebih besar. Tinggal diperlukan regulasi yang mendukung industri LED.

Ia menegaskan, pengembangan industri lampu sangat penting, karena menyerap banyak tenaga kerja. “Ini industri padat karya, bukan padat modal,” katanya. Dengan demikian, jika kita ingin menjadi menguasai pasar di dalam negeri, maka pengembangan industri LED harus diperhatikan, agar kelak menjadi yang utama.

Aperlindo, katanya, akan terus memperjuangan pengembangan industri lampu listrik di dalam negeri. Termasuk merangkul importir agar tetap menjaga pasokan, sehingga kebutuhan lampu di dalam negeri tetap terjamin. Langkah lainnya, mendorong investor dari mancanegara untuk menanamkan modal di Indonesia.

Dikemukakan, peluang industri dalam negeri berkembang terbuka luas. Tinggal tersedianya regulasi yang memungkinkan pengembangan itu berlanjut. Usul sudah kita sampaikan kepada pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, Aperlindo menangkap isyarat, pemerintah mendukung usul pengembangan tersebut. Mudah-mudahan segera terealisasi, katanya. (ender/apul)

CATEGORIES
TAGS