UU Perindustrian Menjawab Paradoks Sektor Rill

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

PEMERINTAH dan DPR telah mensahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Lahirnya undang-undang ini memberikan landasan hukum dan sekaligus harapan baru bagi para pemangku kepentingan untuk melaksanakan pembangunan industri di Indonesia.

Proses industrialisasi ke depan diharapkan makin memberikan perspektif kepastian hukum, di mana kontribusi sektor industri bagi penguatan struktur perekonomian nasional semakin besar. Saat ini sumbangan sektor industri terhadap PDB sekitar 21% dan pertumbuhannya pada lima tahun terakhir (2009-2013) rata-rata hanya mencapai 5,4%.

Industrialisasi bukanlah tujuan akhir dari pembangunan ekonomi suatu bangsa, melainkan sebagai salah satu jalur yang harus dilalui oleh hampir semua negara untuk mencapai pendapatan per kapita yang tinggi. Oleh sebab itu, dengan cara memberikan arah dan fokus yang tepat, pembangunan industri di masa yang akan datang pascalahirnya undang-UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian diharapkan berbagai aneka persoalan mendasar, seperti kemiskinan, pengangguran, serta produktivitas angkatan kerja, akan bisa dicarikan jalan keluar. Demikian pula sangat diharapkan keberhasilan pembangunan industri akan dapat menjawab tantangan paradoks sektor riil di Indonesia.

Menurut A. Prasetyantoko, paradoks sektor riil di Indonesia ditunjukkan oleh gejala tidak tumbuhnya sektor-sektor yang justru menyerap banyak tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, selama lima tahun terakhir (2009-2013), rata-rata pertumbuhan sektor tradable, yakni pertanian dalam arti luas hanya tumbuh 3,52%. Sektor pertambangan dan penggalian hanya tumbuh rata-rata 2,3%.

Sementara itu, sektor industri pengolahan non-migas rata-rata tumbuh 5,4%. Sektor non- tradable yang relatif sedikit menyerap tenaga kerja, seperti perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, mampu tumbuh lebih tinggi. Pada kurun waktu yang sama, ketiga sektor non-tradable tersebut rata-rata tumbuh masing-masing sebesar 6,72%, 12,34%, dan 6,61%.

Ke depan, dengan berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2014 ada harapan baru bahwa sektor industri pengolahan non-migas mampu tumbuh di atas 7% dan kontribusinya terhadap PDB ekonomi kian membesar, yakni bisa mencapai 30% lebih. Hilirisasi industri sebagai arus utama strategi pembangunan industri untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri diharapkan pula dapat berjalan sesuai dengan arah yang akan ditempuh.

Langkah ini tepat sebagai upaya antisipasi adanya kecenderungan untuk terus-menerus mengeksploitasi komoditas primer guna menghasilkan devisa, namun di lain pihak menimbulkan dampak merugikan bagi pengembangan industri di dalam negeri, karena bahan baku dan energi yang berasal dari sumber daya alam, diekspor yang nilai tambahnya sangat kecil.
Undang-undang tentang Perindustrian lahir pada saat yang tepat, karena menurut Kepala Bappenas, periode 2015-2019 dan berlanjut pada 2020-2025 merupakan periode kunci dalam melaksanakan tahapan pembangunan. Periode ini yang akan menentukan apakah Indonesia mampu keluar atau tidak sebagai negara berpendapatan menengah-bawah. Industrialisasi pertanian, pengembangan industri pengolahan, termasuk industri padat karya harus dilaksanakan, karena kita mempunyai problem pengangguran terbuka yang masih tinggi. ***

CATEGORIES

COMMENTS