Tanaman Kopi di Tapanuli tak Lagi Hanya Sekedar Sigagar Utang

Loading

BALIGE, (tubasmedia.com) – Dulu kopi hanya dikonsumsi pada pagi hari di teras rumah. Namun saat ini dengan munculnya berbagai macam kedai kopi di berbagai sudut kota, orang-orang sudah makin terbiasa menjadikan kopi sebagai bagian dari kesehariannya.

Pendapat ini dilontarkan Hema Butarbutar, officer CD PT Toba Pulp Lestari,Tbk (TPL), Rabu(29/7/2020) di Parmaksian, Balige.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian pada 2018, produksi kopi Indonesia mencapai 674.636 ton. Secara umum, jenis kopi di Indonesia terbagi dua, yaitu kopi arabika dan kopi robusta dengan total produksi kopi Indonesia dimana kopi arabika menghasilkan produksi sebanyak 187.031 ton atau sekitar 28% dari total produksi.

“Adapun produksi kopi robusta sebanyak 487.604 atau sekitar 72% dari total produksi dan Kawasan Tapanuli menjadi salah satu dari sumber penghasil kopi arabika di Indonesia. Data Dinas Perkebunan Sumatera Utara Tahun 2018 menjelaskan  43.000 ton (22%) kopi arabika berasal dari Tapanuli,” sebutnya.

Menurutnya, harga kopi arabika sendiri berada di atas harga kopi robusta, Hal ini bisa disebabkan produksi kopi yang lebih sedikit karena kopi arabika hanya dapat tumbuh di dataran tinggi. Sementara areal kopi di Indonesia tercatat di Kementerian Pertanian tahun 2018 mayoritas berada di dataran rendah.

Data Kementerian Pertanian pada 2018, total luas lahan kopi adalah 1.259.136 ha. Seluas 919.500 ha (73 %) diantaranya lahan untuk kopi robusta. Sisanya lahan untuk kopi arabika,” terangnya.

Untuk komoditi kopi arabika di Tapanuli dianggap tidak dapat menjadi tulang punggung perekonomian para petani kopi karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan mengelola pertanian kopi menjadi salah satu kendala.

“Tanaman kopi ini identik hanya dikatakan sebagai “Sigarar Utang ”

(pelunas hutang ). Hasil kopi yang didapat para petani kopi digunakan untuk membayar pinjaman para petani terhadap pembelian pupuk yang digunakan untuk persawahan,” terangnya.

Marojahan Simangunsong petani kopi di Desa Siantar Utara Kabupaten Toba merasakan hal ini. Keterbatasannya akan pengetahuan membuat dirinya dan rekan petani kopi lain tidak menggeluti pertanian kopi sebagai tulang punggung perekonomian.

Pengetahuan Minim

Persawahan dan perladangan jagung menjadi yang utama, Kopi hanya sekunder. Pria yang pulang merantau dari Jambi pada tahun 2009 memulai pertanian kopi dengan pengetahuan minim dan mencoba mencontoh cara bertanam kopi yang dilakukan masyarakat di kampungnya.

Marojahan melakukan penanaman kopi dengan cara konvensional yakni menanam kopi dengan jarak tanam rapat ditujukan agar dilahan tersebut banyak tanaman kopi dengan harapan hasil yang semakin banyak juga.

“Sebagai petani sangat berterimakasih pelatihan yang diadakan PT. Toba Pulp Lestari,Tbk (TPL) dan Pusat Penelitian Kakao dan Kopi Indonesia ( Puslitkoka ) pada tahun 2018 sehingga tanaman yang digeluti sejak tahun 2009 kini sudah mampu merubah mindset tentang kopi,” ucapnya.

Dikatakan oleh Marojahan, budidaya kopi yang baik sesuai dengan Good Agricultural Practice (GAP) dari Puslitkoka melalui pemangkasan, pemupukan, penyiangan secara rutin, dan juga memberikan pohon pelindung masih banyak dilanggar oleh para petani.

“Metode budidaya yang efektif dan efisien perlu segera diperbaiki, meskipun terlihat sederhana, nyatanya di lapangan banyak petani yang tidak dapat menerapkan budaya tersebut, karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka karena lebih membutuhkan finansial ditambah dukungan faktor alam,” terangnya.

Ditambahkan, karena kapasitas produksi kopi yang dihasilkan oleh lahannya yang didapat dari hasil pengetahuan pelatihan berupa perbaikan jarak tanam, pemangkasan, pembuatan kompos, pembuatan rorak, pembuatan tanaman pelindung, pengendalian hama serta sortasi kini mampu meningkatkan produksi kopinya walau belum dengan angka yang terlalu signifikan.

“Lahan pertanian kopi 4 rante (0,16) hektare, memang belum mampu meningkatkan perekonomian namun dengan perubahan pola pikir penanaman kopi yang baik hingga kemampuan menghasilkan greenbean kini sudah dapat gambaran akan mampu meningkatkan ekonomi sebagai petani,” terangnya seraya mengakui atas pelatihan yang didapat dirinya mampu menghasilkan 12 kg greenbean dalam setiap panennya.

Atas keberhasilan yang didapat oleh Marojahan kini sedang giatnya mengembangkan kopi dengan membuka pembibitan kopi dan penanaman bibit kopi yang unggul.

“Ini semua atas dukungan perusahaan PT Toba Pulp Lestari,Tbk ( TPL ) melalui program CSR, setelah adanya intervensi perusahaan PT TPL di pertanian kopi dari proses pembibitan dan bibit unggul dapat meningkatkan produksi kopi arabika yang berkualitas yang secara otomatis meningkatkan perekonomian petani sehingga jenis kopi tidak lagi sebagai sigarar utang tetapi sudah menjadi tulang punggung kehidupan petani,” akunya. (sabar)

CATEGORIES
TAGS