Sekjen Kemenperin: Indonesia Sering Masuk Gelanggang Tanpa Persiapan
BUKA FGD – Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat memberikan sambutan dan membuka Focus Group Discussion (FGD) “Kerjasama Trans Pasifik, Peluang atau Ancaman” yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian dan Forum Wartawan Industri (FORWIN) di Jakarta, 1 Juni 2016. (ist/tubasmedia.com)
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Syarief Hidayat mengatakan Indonesia sering memasuki persaingan pasar internasional tanpa persiapan. Padahal katanya, untuk memenangkan sebuah pertarungan kita wajib mengenal kekuatan dan kelemahan kita sendiri.
Hal itu dikatakan Syarief dalam Forum Group Discussion Forwin di kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (1/6/2016) dengan tema “TPP Peluang atau Ancaman”. Karena itu katanya pemerintah harus mengkaji lebih dalam untung rugi keikutsertaan Indonesia di dalam kesepakatan kerja sama perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership (TPP).
Selain soal lemahnya daya saing, menurut dia, hal lain yang perlu ditingkatkan pemerintah agar tak hanya jadi penonton di TPP adalah harga energi industri. ‘’Tapi yang sering terjadi adalah kita sering masuk gelanggang tanpa persiapan,’’ katanya.
“Sekarang pemerintah membahas bagaimana industri itu bisa maju. Tak ada cara lain, ya harus bergerak semua. Kita lemah di daya saing, itu harus diteliti dan ditingkatkan. Selain itu soal energi yang mahal, itu harus murah,” ujarnya.
Syarif menambahkan peluang menggarap pasar perdagangan di TPP cukup besar. Namun itu bakal terealisasi jika pemerintah dan stakeholders berbenah bersama. Kebijakan-kebijakan yang mendorong dunia industri harus dikeluarkan oleh pemerintah, sementara para industri juga harus menggenjot produksi sesuai klasifikasi permintaan pasar.
“Misalnya ada Inpres (Instruksi Presiden) terkait harga gas untuk meningkatkan daya saing industri, itu jadi peran pemerintah. PR (Pekerjaan Rumah) industri dalam menggenjot produksi harus pula diselesaikan agar kita bisa meraih peluang dari potensi besar yang ada di TPP,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan mengaku harus menyiapkan aturan untuk mendorong perkembangan industri. Belajar dari pengalaman keterpurukan Indonesia saat masuk dalam perdagangan bebas tingkat ASEAN.
“Jadi kita jangan hanya menyiapkan industrinya, tetapi juga harus menyiapkan aturannya. Ini yang kemarin kita jelek di ASEAN karena kita belum siap di mana-mana. Walaupun ada istilah pasar bebas, tetap ada aturan mainnya. Ini yang sedang kita kaji,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Institut Otomotif Indonesia (IOI) I Made Dana Tangkas mengatakan, yang paling penting dari skema kerja sama TPP adalah keuntungan dan kerugian yang bisa diperoleh bangsa Indonesia. IOI mendukung upaya pemerintah untuk mengkaji secara mendalam dampak dari keterlibatan Indonesia dalam TPP.
Tapi menurut dia yang disampaikan Sekjen IOI, Yanuarto, sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, asosiasi dan akademia akan memperkuat industri yang berdaya saing, berteknologi tinggi seperti otomotif agar dapat memperoleh keuntungan dari TPP. (sabar)