Segera Wujudkan Alat Transportasi Massal

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

MASALAH kemacetan lalu lintas di kota Jakarta, diperkirakan semakin membebani masyarakat Ibukota, akibat belum terlaksanannya pola transportasi makro yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 103 tahun 2007.

Melihat isi Pergub tersebut, semestinya seluruh target penanganan kemacetan di Jakarta harus sudah selesai pada tahun 2010. Tetapi, sudah setahun lebih terlampaui, tanda-tanda penanganan kemacetan masih jauh dari harapan.

Tampaknya, dengan hanya membuat peraturan, dianggap pekerjaan sudah terselesaikan. Sehingga, implementasi di lapangan menjadi lalai dan agak diabaikan. Buktinya, akhir-akhir ini kualitas pelayanan angkutan umum yang dikelola Badan Layanan Umum, di bawah Pemprov DKI Jakarta, justru semakin menurun. Standar pelayanan minimum yang seharusnya berjalan baik, kalau tidak bisa semakin baik,. ternyata semakin buruk.

Kita ambil contoh jadwal perjalanan bus transjakarta yang dulu dijanjikan teratur dan semakin tepat waktu, akhir-akhir ini semakin tidak ada kepastian, dan bahkan sudah seperti ulah angkutan reguler, sekiranya tidak dibuat koridar jalur khusus (busway).

Jadwal kedatangan bus transjakarta yang kerap tidak pasti, membuat calon penumpang menjadi ragu-ragu untuk beralih dari kendaraan pribadi. Sehingga, salah satu tujuan pengadaan bus transjakarta untuk mengatasi kemacetan dengan mengurangi operasional kendaraan pribadi di jalanan, jelas tidak tercapai.

Seperti diungkap melalui salah satu media Ibukota,. hasil survei Indo Barometer pada 15-20 Mei yang lalu, menyebutkan, 52,7 persen dari 440 responden menilai Jakarta semakin macet. Dan dari semua responden tersebut, 62 persen menilai keberadaan bus trasjakarta tidak mengurangi kemacetan.

Inilah salah satu bukti tidak sungguh-sungguh dilaksanakannya Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro tersebut. Artinya, eksekutif (Gubernur dan jajaran dinas perhubungan) tidak dapat memenuhi target bahwa kemacetan harus sudah terselesaikan tahun 2010, sementara pihak legislatif (DPRD DKI Jakarta) juga diam, atau tidak pernah mempersoalkannya.

Padahal kemacetan inilah yang menimbulkan kerugian besar bagi warga kota, baik dari sisi kelancaran waktu dan perekonomioan, polusi udara dan gangguan jiwa, maupun pembengkakan biaya pemakaian bahan bakar minyak.

Butuh Duplikat Ali Sadikin

Melihat berbagai persoalan yang membelit Jakarta, utamanya soal kemacetan, banjir dan kesenjangan sosial, dibutuhkan pemimpin yang bisa mengurai berbagai persoalan tersebut. Menurut hasil jajak pendapat LSI (Lingkaran Survei Indoesia), 75 persen atau tiga dari empat responden mengidolakan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012-2017, bersosok seperti Ali Sadikin yang memimpin Jakarta tahun 1966-1977.

Ali Sadikin memang dikenal sebagai pemimpin yang berani, tegas dan teguh prinsip. Namun, ia pun sangat menghargai keberagaman, modernisasi dan cita rasa yang tinggi. Selain memecut anak buahnya bekerja ekstra keras dan berprestasi, ia juga mendorong banyak belajar dan studi banding ke kota-kota negara maju untuk bisa diambil manfaatnya, agar jangan seperti “katak dalam tempurung”.

Ia tidak hanya memajukan pembangunan fisik, tetapi juga membangun budaya, mental dan spiritual, sehingga membuat setiap orang bangga sebagai warga kota Jakarta.

Kini ada enam pasang calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bertarung memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) bulan Juli nanti.

Namun, melihat latar belakang kepemimpinan maupun jejak etos kerja mereka, tampaknya tidak ada yang berkarakter seperti Ali Sadikin. Tetapi sebagai manusia, perilaku dan cara kerja bisa berubah, sehingga diharapkan pemenang Pemilukada nanti bisa menyamai kecekatan kepemimpinan Ali Sadikin. Mdah-mudahan.

Persoalan paling berat saat ini adalah masalah kemacetan lalu lintas yang amat merugikan semua pihak. Sebagai pemimpin kota, gubernur baru nanti harus bertanggung jawab penuh.

Selain meningkatkan pelayanan dan menyempurnakan operasional bus transjakarta, perlu dikaji melanjutkan pembangunan alat transportasi monorel yang mangkrak, dan segera wujudkan pembangunan alat transportasi massal (mass rapid transit) yang sudah dirancang dari Lebak Bulus ke kota tua Jakarta. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS