Segera Atasi Kerawanan Sosial di Permukiman Padat
Oleh: Anthon P Sinaga
TINGGINYA angka urbanisasi dan melonjaknya angka pertumbuhan penduduk, serta besarnya peredaran uang dalam bidang perekonomian, menyulut berbagai permasahan sosial yang cukup besar di Jakarta. Banyaknya sumber daya manusia, khususnya di permukiman padat, bisa menimbulkan kerawanan sosial karena tidak punya kesempatan kerja dan penghasilan yang merata.
Ada yang memang bisa berhasil, tetapi banyak pula yang kurang beruntung, karena berbeda kesempatan, latar belakang keluarga, pendidikan, ketekunan dan kreatifitas. Akan tetapi semuanya harus bertahan hidup, sehingga mereka yang kurang berhasil memenuhi kebutuhannya, tidak enggan untuk melakukan jalan pintas yang mengarah kepada tindakan kriminalitas.
Seperti diberitakan baru-baru ini, Polres Metro Jakarta Utara dalam operasi pengamanan wilayah menjelang bulan ketiga tahun ini, telah menangkap tidak kurang dari 898 orang yang diduga pelaku kriminalitas. Umumnya, mereka adalah orang-orang yang kurang beruntung mendapatkan pekerjaan tetap. Padahal sisa tahun 2013 lalu, pihak Polres penegak hukum di pantai utara Jakarta ini, masih menangani 2.613 kasus kriminalitas yang belum tuntas.
Dari data ini saja sudah menunjukkan angka kriminalitas yang cukup tinggi di Jakarta, karena belum lagi menghitung kasus- kasus kriminalitas yang ditangani empat Polres Metro lainnya, di Jakarta Pusat, Barat, Selatan dan Timur.
Sebelum masalah kerawanan sosial ini membubung lebih parah, patut diapresiasi prakarsa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Jakarta untuk memetakan daerah rawan persoalan sosial di Jakarta. Dari hasil pemetaan itu, dilaporkan ada 10 kelurahan padat yang dikategorikan sebagai daerah rawan persoalan sosial. Kesepuluh kelurahan itu adalah Kelurahan Kampung Rawa, Galur, Tanah Tinggi, Kartini (Jakarta Pusat), Kali Baru, Penjaringan, Ancol, Lagoa (Jakarta Utara), Kampung Melayu (Jakarta Timur) dan Kelurahan Manggarai (Jakarta Selatan).
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, 10 kelurahan itu masuk daerah rawan sosial karena tingkat kepuasan mereka terhadap layanan publik, masih rendah. Pemetaan ini akan dipakai untuk mencari solusi persoalan sosial yang muncul. Beberapa solusi yang disiapkan adalah memperbanyak ruang terbuka hijau, memperbaiki kawasan permukiman, dan memperbaiki pelayanan publik. Tujuannya agar masalah sosial tidak berkembang luas.
Walaupun solusi yang disebutkan Wagub Basuki ini belum menjawab permasalahan sosial yang ada, seperti masalah ekonomi, namun perhatian semacam ini sedikit banyak bisa mencegah kesuntukan dan kesesakan pikiran sumber daya manusia di permukiman padat. Dengan memperbanyak ruang terbuka hijau, membuka kesempatan lebih banyak bagi warga untuk saling berinteraksi.
Sebenarnya, melihat kondisi nyata Jakarta, tidak hanya 10 kelurahan tersebut yang perlu mendapat perhatian. Di Jakarta Pusat misalnya, masih ada daerah rawan permasalahan sosial karena kepadatan penduduk, seperti Kramat Pulo, Kramat Lontar sampai daerah Salemba Bluntas. Di Jakarta Timur seperti masih ada daerah Prumpung, Matraman. Di Jakarta Barat seperti Tambora, dll.
Sesungguhnya, beberapa solusi mengatasi kerawanan sosial, juga sejalan dengan 12 tuntutan Jaringan Perempuan Jabotabek kepada calon legislatif asal DKI Jakarta, baru-baru ini. Tuntutan mereka meliputi tersedianya pangan berkualitas, murah dan mudah diakses, lingkungan sehat, jaminan kesehatan bagi yang kurang mampu, menghargai keberagaman, menolak privatisasi air, tidak diskriminatif, keamanan terjamin, tidak ada korupsi, listrik murah bagi masyarakat marjinal, penggusuran tidak merugikan warga, membuka lapangan kerja dan menyediakan pendidikan murah atau latihan keterampilan bagi masyarakat kurang mampu. Tuntutan ini mewakili aspirasi kaum ibu yang memang merekalah yang paling mengetahui dan merasakan beratnya persoalan sosial di masyarakat.
Sebagian tuntutan Jaringan Perempuan Jabotabek ini sudah dipenuhi Pemprov DKI Jakarta dengan menggusur penduduk di lokasi rawan banjir, atau yang menghuni permukiman liar ke rumah susun sewa. Demikian pula perbaikan rumah di perkampungan padat dengan melakukan konsolidasi lokasi yang dibantu anggaran dari Pemprov DKI Jakarta untuk membangun kampung deret. Namun, hunian padat nanti akan beralih ke rumah-rumah susun sewa. ***